UKP Pancasila dan Pembumian Pancasila
A
A
A
Agus Riewanto
Pengajar Mata Kuliah Pancasila di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
BELUM lama ini Presiden Jokowi melantik Yudi Latief sebagai ketua Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP). Presiden juga melantik sembilan tokoh untuk menjadi dewan pengarah UKP-PIP. Kesembilan tokoh tersebut adalah Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri, mantan Wapres Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno, Ketua MUI KH Ma’ruf Amin, mantan Ketua MK Mahfud MD, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Syafii Maarif, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siraj, Prof Dr Andreas Anangguru Yewangoe, Mayjen TNI (Purn) Wisnu Bawa Tenaya, dan Sudhamek. Mereka dilantik berdasarkan Surat Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 31M/2017.
Ekspektasi UKP-PIP
Sungguh besar ekspektasi publik pada kinerja UKP-PIP ini mengingat eksistensi ideologi Pancasila akhir-akhir mengalami krisis hanya menjadi jargon politik tanpa roh. Itulah sebabnya ideologi Pancasila kini berada di persimpangan jalan karena memperoleh perlawanan sengit dari ideologi alternatif lainnya yang bersumber dari nilai-nilai Barat dan Timur Tengah yang berpotensi menihilkan nilai khazanah lokalitas Pancasila yang telah berakar sejak sebelum Indonesia merdeka. Jika dibiarkan tentu akan membahayakan bangunan bangsa dan negara menuju jurang pertikaian antar ideologi yang tak berkesudahan. Saatnya kini Pancasila direjuvinasi dalam cara dan ragam yang berbeda dengan di Era Orde Baru.
Publik berharap UKP-PIP ini tidak terlalu luas kewenangannya, lebih pada fungsi koordinasi dan pengendalian serta pembenahan indoktrinasi Pancasila di semua level masyarakat. Unit ini tidak perlu mengambil kewenangan lembaga yang sudah ada, tapi membantu pelaksanaan program Pancasila dan wawasan kebangsaan.
Kreativitas Membumikan Pancasila
Model pembumian, penguatan dan pemantapan ideologi Pancasila yang akan didesain unit ini juga seharusnya bukanlah dalam bentuk pelatihan indoktrinasi yang cenderung mematikan nalar dan daya pikir kritis masyarakat, namun seharusnya mencari terobosan dan inovasi kreatif sesuai dengan tantangan zaman yang akan dihadapi masyarakat.
Model pelatihan dan indoktrinasi Pancasila nonkritis ini pernah diterapkan di era Orde baru dengan nama Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) yang bertujuan menghayati dan mengamalkan Pancasila. Namun, karena tafsir terhadap Pancasila yang tunggal dan cenderung hanya untuk melegitimasi dan melanggengkan Orde Baru, akibatnya gagal dan hanya menghasilkan puing sejarah kelam. Sejarah mencatat program Penataran P4 ini telah dilaksanakan sejak 1978, berdasarkan Ketetapan MPR No II/MPR/1978 tentang Eka Prasetya Pancakarsa/P4 dan Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara. Namun, Tap MPR ini dicabut pada 1998 melalui Tap MPR No XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Tap MPR No II/MPR/1978. Kegagalan P4 era Orde Baru ini seharusnya dijadikan pelajaran bagi unit ini dalam menyusun program kerja, desain kurikulum, model, dan peserta dalam program-program kreatif lainnya.
Pada era kini memerlukan kreativitas baru dalam penguatan roh Pancasila dengan melakukan segmentasi berbagai simpul-simpul dalam masyarakat sesuai dengan profesi, usia, faktor geografis dan tantangan-tantangan yang berbeda. Misalnya, segmen siswa dan mahasiswa, pemuda, aparatur sipil negara, ibu rumah tangga, partai politik, organisasi kemasyarakatan hingga seniman dan budayawan. Karena berbeda segmen maka cara dan teknis internalisasi roh Pancasila berbeda-beda. Karena penyeragaman cara indoktrinasi Pancasila di Era Orde Baru telah nyata gagal dan berakhir dengan seremonial belaka.
Tentu saja cara Orde Baru ini harus ditinggalkan. Karena itu UKP-PIP ini perlu bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan dalam membawa roh Pancasila ini dalam tindakan, bukan dalam konsep dan teori belaka. Itulah sebabnya Unit ini perlu memiliki target dalam setiap kegiatannya dengan membawa Pancasila ini ke dalam semua lini profesi dan kegiatan formal dan informal kenegaraan dan kemasyarakatan.
Belajar ke AS dan Jepang
Sejarah sosial dunia menunjukkan, bahwa tak ada bangsa yang besar yang tak menanamkan ideologi bangsanya melalui etos dan spirit jiwa rakyatnya. Lihatlah, bangsa Amerika Serikat (AS) begitu besar dan kuat pengaruhnya di dunia, karena bangsa ini telah memiliki agenda menginternalisasi nilai-nilai Amerika melalui ideologi "The American Dream" (Mimpi Amerika) berupa kesadaran sebagai bangsa perantau yang harus meraih mimpi tentang kebahagiaan (happines ), kemakmuran (prosperity ), kebebasan (liberty ), dan kebersamaan (togethernes ) telah nyata diinspirasikan dalam semua bentuk kegiatan warga AS sejak anak-anak hingga dewasa.
Lihatlah pula bangsa Jepang yang mengindoktrinasi nilai-nilai "Restorasi Meiji" sebagai ideologi bangsa melalui internalisasi etos kerja keras, kemakmuran. Kecintaan pada Jepang telah mengantarkan negara ini menjadi bangsa yang besar dan menguasai hampir semua kompetisi global, mulai teknologi, ilmu pengetahuan hingga seni dan budaya yang dikagumi dunia.
UKP-PIP dapat belajar bagaimana Amerika Serikat dan Jepang dalam menanamkan ideologi bangsanya yang berhasil mengikat semua komponen bangsanya untuk bersepakat tanpa pernah menggugat dan menggantikannya dengan ideologi lainnya. Tak seperti bangsa Indonesia, dua bangsa ini tak pernah menghadapi pertikaian antar warganya untuk mempertaruhkan ideologinya. Sebaliknya kedua bangsa ini berkonsentrasi untuk membangun peradaban dunia dan disibukkan oleh kompetisi meriah kemakmuran, ilmu pengetahuan, teknologi dan tak melupakan spiritualitas (religusitas). Menumbuh etos dan spirit Pancasila dalam setiap denyut nadi seluruh anak negeri ini adalah tantangan yang harus dijawab oleh UKP-PIP ini.
Desain Membumikan Pancasila
Itulah sebabnya agar kehadiran UKP Pancasila ini tak sia-sia seperti Orde Baru dalam membumikan Pancasila, maka perlu dirancang dalam empat kegiatan teknis. Pertama , tataran pengkajian di kalangan akademis, hal ini dimaksudkan untuk mengelaborasikan ideologi Pancasila dalam konteks ideologi yang terbuka untuk dilawan tandingkan dengan ideologi lainnya, seperti ideologi teologis, liberalisme, dan komunisme. Pengkajian dan diskursus ini penting dilakukan oleh UKP Pancasila agar kian mampu menunjukkan agar Pancasila tidak terjebak dalam tafsir tunggal negara. Sebaliknya Pancasila akan menjadi topik diskusi dan wacana menarik bagi kalangan muda produktif dan kelompok-kelompok kritis yang anti Pancasila dan hendak menggantikannya dengan ideologi alternatif lainnya. Dalam hal ini UKP Pancasila perlu bekerja sama dengan perguruan tinggi dan lembaga-lembaga penelitian yang independen. Ini adalah cara sosialisasi Pancasila dalam bentuk kognitif yang sesuai dengan tuntutan zaman.
Kedua, dalam bentuk praksis berupa penyusunan kebijakan di pemerintahan dan negara. Dalam hal ini UKP Pancasila perlu merancang bangun implementasi Pancasila secara terukur dan terprediksi di dalam kebijakan pemerintahan. Dalam hal ini UKP Pancasila perlu bekerja sama dengan semua kementerian untuk dapat mengukur kebijakan pemerintah telah sesuai belum dengan nilai-nilai Pancasila. UKP Pancasila dapat melakukan supervisi dan memberi rekomendasi terhadap kebijakan pemerintah yang masih jauh dari nilai-nilai Pancasila.
Ketiga, dalam bentuk implementasi nilai Pancasila di setiap lembaga-lembaga negara dalam suprastruktur politik, seperti lembaga tinggi negara, badan-badan negara, dan komisi negara, dan dalam infrastruktur politik, yakni di lembaga partai politik, media massa, organisasi kemasyarakatan, organisasi agama, organisasi kepemudaan, organisasi adat dan organisasi nonpemerintah (LSM). UKP Pancasila perlu mendesain agar Pancasila dapat direaktualisasikan dalam kegiatan partai politik, misalnya terkait dengan sikap partai politik, pengaderan pemimpin hingga perilaku antikorupsi.
Keempat, dalam bentuk praksis di masyarakat, dalam hal ini UKP Pancasila perlu bekerja keras agar nilai Pancasila dapat menjadi rujukan praksis dalam kehidupan sehari-hari masyarakat melalui aneka kegiatan yang bersentuhan dengan tingkat kebutuhan masing-masing kelompok masyarakat. Dalam hal ini UKP Pancasila dapat mengolah nilai-nilai Pancasila dalam sajian kegiatan sineas, budaya, politik pluralisme hingga dalam bentuk kegiatan kreatif yang bersentuhan dengan teknologi dan informasi.
Pengajar Mata Kuliah Pancasila di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
BELUM lama ini Presiden Jokowi melantik Yudi Latief sebagai ketua Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP). Presiden juga melantik sembilan tokoh untuk menjadi dewan pengarah UKP-PIP. Kesembilan tokoh tersebut adalah Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri, mantan Wapres Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno, Ketua MUI KH Ma’ruf Amin, mantan Ketua MK Mahfud MD, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Syafii Maarif, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siraj, Prof Dr Andreas Anangguru Yewangoe, Mayjen TNI (Purn) Wisnu Bawa Tenaya, dan Sudhamek. Mereka dilantik berdasarkan Surat Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 31M/2017.
Ekspektasi UKP-PIP
Sungguh besar ekspektasi publik pada kinerja UKP-PIP ini mengingat eksistensi ideologi Pancasila akhir-akhir mengalami krisis hanya menjadi jargon politik tanpa roh. Itulah sebabnya ideologi Pancasila kini berada di persimpangan jalan karena memperoleh perlawanan sengit dari ideologi alternatif lainnya yang bersumber dari nilai-nilai Barat dan Timur Tengah yang berpotensi menihilkan nilai khazanah lokalitas Pancasila yang telah berakar sejak sebelum Indonesia merdeka. Jika dibiarkan tentu akan membahayakan bangunan bangsa dan negara menuju jurang pertikaian antar ideologi yang tak berkesudahan. Saatnya kini Pancasila direjuvinasi dalam cara dan ragam yang berbeda dengan di Era Orde Baru.
Publik berharap UKP-PIP ini tidak terlalu luas kewenangannya, lebih pada fungsi koordinasi dan pengendalian serta pembenahan indoktrinasi Pancasila di semua level masyarakat. Unit ini tidak perlu mengambil kewenangan lembaga yang sudah ada, tapi membantu pelaksanaan program Pancasila dan wawasan kebangsaan.
Kreativitas Membumikan Pancasila
Model pembumian, penguatan dan pemantapan ideologi Pancasila yang akan didesain unit ini juga seharusnya bukanlah dalam bentuk pelatihan indoktrinasi yang cenderung mematikan nalar dan daya pikir kritis masyarakat, namun seharusnya mencari terobosan dan inovasi kreatif sesuai dengan tantangan zaman yang akan dihadapi masyarakat.
Model pelatihan dan indoktrinasi Pancasila nonkritis ini pernah diterapkan di era Orde baru dengan nama Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) yang bertujuan menghayati dan mengamalkan Pancasila. Namun, karena tafsir terhadap Pancasila yang tunggal dan cenderung hanya untuk melegitimasi dan melanggengkan Orde Baru, akibatnya gagal dan hanya menghasilkan puing sejarah kelam. Sejarah mencatat program Penataran P4 ini telah dilaksanakan sejak 1978, berdasarkan Ketetapan MPR No II/MPR/1978 tentang Eka Prasetya Pancakarsa/P4 dan Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara. Namun, Tap MPR ini dicabut pada 1998 melalui Tap MPR No XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Tap MPR No II/MPR/1978. Kegagalan P4 era Orde Baru ini seharusnya dijadikan pelajaran bagi unit ini dalam menyusun program kerja, desain kurikulum, model, dan peserta dalam program-program kreatif lainnya.
Pada era kini memerlukan kreativitas baru dalam penguatan roh Pancasila dengan melakukan segmentasi berbagai simpul-simpul dalam masyarakat sesuai dengan profesi, usia, faktor geografis dan tantangan-tantangan yang berbeda. Misalnya, segmen siswa dan mahasiswa, pemuda, aparatur sipil negara, ibu rumah tangga, partai politik, organisasi kemasyarakatan hingga seniman dan budayawan. Karena berbeda segmen maka cara dan teknis internalisasi roh Pancasila berbeda-beda. Karena penyeragaman cara indoktrinasi Pancasila di Era Orde Baru telah nyata gagal dan berakhir dengan seremonial belaka.
Tentu saja cara Orde Baru ini harus ditinggalkan. Karena itu UKP-PIP ini perlu bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan dalam membawa roh Pancasila ini dalam tindakan, bukan dalam konsep dan teori belaka. Itulah sebabnya Unit ini perlu memiliki target dalam setiap kegiatannya dengan membawa Pancasila ini ke dalam semua lini profesi dan kegiatan formal dan informal kenegaraan dan kemasyarakatan.
Belajar ke AS dan Jepang
Sejarah sosial dunia menunjukkan, bahwa tak ada bangsa yang besar yang tak menanamkan ideologi bangsanya melalui etos dan spirit jiwa rakyatnya. Lihatlah, bangsa Amerika Serikat (AS) begitu besar dan kuat pengaruhnya di dunia, karena bangsa ini telah memiliki agenda menginternalisasi nilai-nilai Amerika melalui ideologi "The American Dream" (Mimpi Amerika) berupa kesadaran sebagai bangsa perantau yang harus meraih mimpi tentang kebahagiaan (happines ), kemakmuran (prosperity ), kebebasan (liberty ), dan kebersamaan (togethernes ) telah nyata diinspirasikan dalam semua bentuk kegiatan warga AS sejak anak-anak hingga dewasa.
Lihatlah pula bangsa Jepang yang mengindoktrinasi nilai-nilai "Restorasi Meiji" sebagai ideologi bangsa melalui internalisasi etos kerja keras, kemakmuran. Kecintaan pada Jepang telah mengantarkan negara ini menjadi bangsa yang besar dan menguasai hampir semua kompetisi global, mulai teknologi, ilmu pengetahuan hingga seni dan budaya yang dikagumi dunia.
UKP-PIP dapat belajar bagaimana Amerika Serikat dan Jepang dalam menanamkan ideologi bangsanya yang berhasil mengikat semua komponen bangsanya untuk bersepakat tanpa pernah menggugat dan menggantikannya dengan ideologi lainnya. Tak seperti bangsa Indonesia, dua bangsa ini tak pernah menghadapi pertikaian antar warganya untuk mempertaruhkan ideologinya. Sebaliknya kedua bangsa ini berkonsentrasi untuk membangun peradaban dunia dan disibukkan oleh kompetisi meriah kemakmuran, ilmu pengetahuan, teknologi dan tak melupakan spiritualitas (religusitas). Menumbuh etos dan spirit Pancasila dalam setiap denyut nadi seluruh anak negeri ini adalah tantangan yang harus dijawab oleh UKP-PIP ini.
Desain Membumikan Pancasila
Itulah sebabnya agar kehadiran UKP Pancasila ini tak sia-sia seperti Orde Baru dalam membumikan Pancasila, maka perlu dirancang dalam empat kegiatan teknis. Pertama , tataran pengkajian di kalangan akademis, hal ini dimaksudkan untuk mengelaborasikan ideologi Pancasila dalam konteks ideologi yang terbuka untuk dilawan tandingkan dengan ideologi lainnya, seperti ideologi teologis, liberalisme, dan komunisme. Pengkajian dan diskursus ini penting dilakukan oleh UKP Pancasila agar kian mampu menunjukkan agar Pancasila tidak terjebak dalam tafsir tunggal negara. Sebaliknya Pancasila akan menjadi topik diskusi dan wacana menarik bagi kalangan muda produktif dan kelompok-kelompok kritis yang anti Pancasila dan hendak menggantikannya dengan ideologi alternatif lainnya. Dalam hal ini UKP Pancasila perlu bekerja sama dengan perguruan tinggi dan lembaga-lembaga penelitian yang independen. Ini adalah cara sosialisasi Pancasila dalam bentuk kognitif yang sesuai dengan tuntutan zaman.
Kedua, dalam bentuk praksis berupa penyusunan kebijakan di pemerintahan dan negara. Dalam hal ini UKP Pancasila perlu merancang bangun implementasi Pancasila secara terukur dan terprediksi di dalam kebijakan pemerintahan. Dalam hal ini UKP Pancasila perlu bekerja sama dengan semua kementerian untuk dapat mengukur kebijakan pemerintah telah sesuai belum dengan nilai-nilai Pancasila. UKP Pancasila dapat melakukan supervisi dan memberi rekomendasi terhadap kebijakan pemerintah yang masih jauh dari nilai-nilai Pancasila.
Ketiga, dalam bentuk implementasi nilai Pancasila di setiap lembaga-lembaga negara dalam suprastruktur politik, seperti lembaga tinggi negara, badan-badan negara, dan komisi negara, dan dalam infrastruktur politik, yakni di lembaga partai politik, media massa, organisasi kemasyarakatan, organisasi agama, organisasi kepemudaan, organisasi adat dan organisasi nonpemerintah (LSM). UKP Pancasila perlu mendesain agar Pancasila dapat direaktualisasikan dalam kegiatan partai politik, misalnya terkait dengan sikap partai politik, pengaderan pemimpin hingga perilaku antikorupsi.
Keempat, dalam bentuk praksis di masyarakat, dalam hal ini UKP Pancasila perlu bekerja keras agar nilai Pancasila dapat menjadi rujukan praksis dalam kehidupan sehari-hari masyarakat melalui aneka kegiatan yang bersentuhan dengan tingkat kebutuhan masing-masing kelompok masyarakat. Dalam hal ini UKP Pancasila dapat mengolah nilai-nilai Pancasila dalam sajian kegiatan sineas, budaya, politik pluralisme hingga dalam bentuk kegiatan kreatif yang bersentuhan dengan teknologi dan informasi.
(mhd)