Georgia Dukung RI untuk Jadi Anggota Tidak Tetap DK PBB

Minggu, 21 Mei 2017 - 22:58 WIB
Georgia Dukung RI untuk...
Georgia Dukung RI untuk Jadi Anggota Tidak Tetap DK PBB
A A A
TBILISI - Banyak hal yang dihasilkan dari kunjungan muhibah DPR RI ke Georgia pada 13-16 Mei 2017 lalu. Salah satunya adalah komitmen Pemerintah Georgia dalam mendukung keinginan Indonesia untuk kembali menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) periode 2019-2020.

Komitmen dukungan Pemerintah Georgia diungkapkan oleh Wakil Menteri Luar Negeri Georgia David Zalkaliani ketika menerima delegasi parlemen Indonesia yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Fadli Zon di Tbilisi, Gerogia pada Selasa 16 Mei 2017 lalu. "Kami (Georgia) siap untuk mendukung kandidat Indonesia di Dewan Keamanan tidak tetap PBB," kata Zalkaliani saat pertemuan.

Dari pihak Indonesia, ikut serta mendampingi Fadli Zon adalah anggota Komisi XI Heri Gunawan dan anggota Komisi VIII Sodik Muhadjid.

Sedangkan Zalkaliani didampingi oleh dua direkturnya, David Kereselidze dan Alexander Khvtisiashvili serta Sekretaris pertemanya, Gvantsa Barkaia. Pertemuan berlangsung sekitar satu jam dalam suasana penuh keakraban.

Dukungan Georgia ini sangat penting untuk mendukung Indonesia agar terpilih lagi menjadi anggota tidak tetap DK PBB 2019-2020.

Sebab, untuk mendudukinya diperlukan dukungan dari banyak negara. Sejauh ini memang sudah ada sejumlah negara yang memberikan komitmen dukungannya kepada Indonesia seperti Jepang, Angola dan Chili.

Pemilihan anggota tidak tetap DK PBB akan berlangsung pada Juni-Juli 2018. Dari kawasan Asia, Indonesia akan bersaing dengan Maladewa untuk mendapatkan posisi di DK PBB itu.

Indonesia harus mendapatkan dukungan mayoritas dari 193 negara anggota PBB. Proses pemilihan anggota tidak tetap DK PBB, Indonesia akan dinilai oleh negara anggota PBB lainnya dari berbagai aspek seperti ekonomi, politik hingga keamanan.

Selama ini, Indonesia sudah tiga kali menjadi anggota tidak tetap DK PBB, yakni periode 1973-1974, 1995-1996, dan 2007-2008. Seperti diketahui, anggota DK PBB berjumlah 15 negara, 5 negara anggota tetap DK PBB (Inggris, Perancis, Amerika Serikat, Rusia dan China) dan 10 anggota tidak tetap yang menjabat selama dua tahun.

Selain itu, pertemuan DPR RI dengan Kemenlu Georgia juga membahas banyak isu krusial lain mulai masalah politik, ekonomi, hingga keamanan. Zalkaliani mengungkapkan banyak kerjasama bisa dikembangkan antara kedua negara, terlebih kalau Indonesia mau membuka perwakilan tetap di Georgia.

Selama ini, perwakilan di Georgia dirangkap dari Kedutaan Besar RI di Kiev, Ukraina. Dan sebaliknya, Georgia sudah membuka perwakilan tetapnya di Jakarta sejak 2012.

Georgia menilai Indonesia negara yang sangat strategis dan sangat penting terutama untuk membuka jalan ke Asia Tenggara.

Fadli Zon menyambut baik dukungan Georgia terhadap keinginan Indonesia untuk menjadi anggota tidak tetap DK PBB. "Saya kira ini (dukungan Georgia) satu poin yang bagus. Jadi sebuah negara harus bersahabat dengan sebanyak-banyaknya negara. Karena hakekat politik luar negeri itu adalah untuk kepentingan nasional," papar Fadli Zon usai pertemuan.

Dia juga sepakat bahwa hubungan kedua negara harus terus ditingkatkan termasuk penjajagan untuk membuka perwakilan tetap RI di Georgia.

Nantinya permintaan Georgia tersebut akan disampaikan ke Kementerian Luar Negeri RI. Fadli Zon, mengakui pembukaan perwakilan tetap RI di Georgia memang memerlukan pertimbangan yang matang terutama dari segi ekonomi dan politik.

"Tapi menurut saya Georgia merupakan yang layak lah (ada KBRI). Karena posisinya Georgia cukup strategis," katanya.

Misalnya Georgia memiliki hubungan baik dengan Uni Eropa. Hubungannya dengan Turki juga baik. "Pendekatan dengan Rusia juga baik, pragmatis meski mereka berkonflik. SDM (sumber daya manusia) mereka juga bagus. Ke depan, Georgia ini bisa menjadi semacam window ke Eropa (termasuk Eropa Timur)," jelasnya.

Dalam kesempatan itu, Georgia kembali meminta dukungan Indonesia di forum PBB terkait dua wilayahnya yang masih berkonflik dengan Rusia, yaitu Abkhazia dan Ossetia Selatan.

Dimana selama ini, sikap Indonesia di Forum PBB selalu abstain terkait masalah tersebut. Masalah ini juga akan disampaikan ke Kementerian Luur Ngeri RI. "Tentu ini akan menjadi kebijakan di Kemenlu kita terkait politik bebas aktif," paparnya.

Hal-hal lain yang terungkap adalah permintaan Georgia agar Indonesia bisa membantu mereka untuk menjadi mitra wicara ASEAN. "Itu memungkinkan, karena sudah ada beberapa negara yang menjadi observer di ASEAN (seperti China, Rusia, AS, Jepang, India dan lainnya). Tentu kita mendukung," papar Fadli Zon.

Georgia juga berharap ada kerjasama bilateral RI-Georgia di Parlemen. Meski model kerjasama seperti itu belum ada, namun ada baiknya dipertimbangkan. "Mereka berinisiatif mengajukan, kita sedang bahas ini mudah mudahan bisa kita setujui. Kalau saya pada prinsipnya semakin banyak (kerjasama), semakin bagus. Apalagi ini atas keinginan mereka (Georgia)," ungkapnya.

Kerja Sama Ekonomi

Yang tak kalah menarik adalah soal keinginan kedua negara untuk memajukan industri pariwisata. Mereka sepakat bahwa industri pariwisata merupakan hal yang strategis untuk memajukan ekonomi dan mempererat hubungan kedua negara.

Namun, yang sedikit menjadi penghalang adalah Georgia belum memberikan bebas visa kepada masyarakat Indonesia yang ingin berkunjung ke sana. Padahal Indonesia sudah memberikan bebas visa 30 hari bagi warga Georgia yang ingin pergi ke Indonesia.

"Kita berharap Georgia juga melakukan hal yang sama. Tadi disampaikan oleh mereka, mereka akan mengkaji ini supaya ada azas resiprokal juga soal visa," tegas politikus Gerindra ini.

Georgia sangat kaya dengan situs-situs bersejarah. Sebagai bekas negara komunis Uni Soviet, Georgia menyimpan segudang lokasi-lokasi menarik untuk dikunjungi. Salah satunya adalah rumah masa kecil dan museum Joseph Stalin.

Georgia juga banyak terdapat situs keagamaan seperti Gereja Holly Cross yang ada di Miskheta, salah satu kota kecil di sana. Gereja itu dibangun pada abad 5 sampai 6 masehi.

Indonesia Surplus

Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan sepakat bahwa hubungan kedua negara harus terus dikembangkan baik secara ekonomi maupun politik. Dia berharap hasil muhibah ini bisa dilanjutkan secara intens baik oleh parlemen sendiri maupun pihak eksekutif.

Meski hanya berpenduduk 3,68 juta jiwa, Georgia merupakan negara yang strategis. Misalnya soal perdagangan dan investasi, Indonesia bisa memanfaatkan peluang di Georgia yang masih terbuka lebar. Dimana saat ini Georgia yang dulunya komunis saat ini sedang menuju negara liberalis.

"Jadi saya pikir kalau kita mau mengembangkan perdagangan dan investasi akan lebih cantik kalau Georgia kita bisa kita rangkul," papar Heri.

Georgia disebut strategis karena wilayahnya berada di antara Asia dan Eropa. Menembus Georgia bisa juga menjadi pintu masuk ke negara-negara Eropa timur lainnya.

"Ini merupakan satu kesempatan kita, kita bsia merangkul lebih baik lagi untuk investasi atau ekspor kita ke Georgia," jelasnya. Banyak komoditas dari Indonesia bisa diekspor ke pasar Georgia dan Eropa seperti teh dan kopi.

Dan selama ini, Indonesia mendapatkan surplus cukup besar dalam bidang perdagangan dengan Georgia. Misalnya data perdagangan kedua negara tahun 2016, Indonesia mengalami surplus cukup besar, yakni USD57,6 juta dari total perdagangan USD58 juta.

Selain dengan Kementerian Luar Negeri Georgia, parlemen Indonesia juga menemui berbagai tokoh seperti Ketua Parlemen Georgia Irakli Kobakhidze, Wakil Menteri Pertanian Giorgia, dan Komisi Pertanian Parlemen Georgia dan lain-lain.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0931 seconds (0.1#10.140)