Tanpa Ambang Batas, Parpol Lebih Rasional Usung Capres
A
A
A
JAKARTA - Penghapusan syarat ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 tidak serta merta memunculkan banyak calon presiden dan wakil presiden.
Justru ketiadaan PT membuat partai politik (parpol) berpikir lebih rasional dalam mengusung calon presiden dan wakil presiden agar dapat memenangkan pertarungan.
“Politik itu tidak semudah itu juga, ada hitung-hitungan, ngapain maju kalau potensinya kecil,” ujar Ketua Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif, Veri Junaidi di Jakarta, Minggu (14/5/2017).
Menurut Veri, ketakutan sejumlah pihak apabila PT dihapus akan memunculkan banyak calon pada pemilu tidak sepenuhnya benar.
Menurut dia, pada pemilu yang dilaksanakan serentak, parpol tetap akan secara alami membentuk koalisi yang bisa dilakukan sejak awal atau pada putaran kedua pilpres.
“Kalau ada dua putaran ya sudah di putaran kedua. Yang pasti siapa yang mereka usung, merapat ke mana, pasti akan terjadi,” tutur Veri. (Baca Juga: Yusril: Pemerintah Cari Akal Batasi Parpol Baru Usung Capres )
Menurut Veri, pembatasan pencalonan presiden pada pemilu yang dilakukan serentak bertentangan dengan konstitusi. Untuk itu, kata dia, pembuat undang-undang (UU) harus pandai mencermatinya.
“Secara konstitusional tidak perlu ambang batas pencalonan,” ucap Veri.
Hal sama disampaikan Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini. Dia mengatakan, ambang batas presiden sesungguhnya lebih tepat diterapkan pada waktu parpol menjalani proses verifikasi.
Sebagai representasi peserta pemilu, kata doa, parpol perlu dipastikan kesiapannya memunculkan calon berkualitas untuk rakyat. “Fokus saja ke peserta pemilu yang harus bisa memenuhi syarat ini, persyaratan yang diatur UU,” ucap Titi.
Menurut dia, tidak mudah bagi seseorang untuk bisa dicalonkan menjadi presiden pada Pemilu 2019. Selain prosesnya serentak, kata dia, parpol pasti akan berhitung mengenai peluang calon yang diusung untuk menghadapi calon lain.
“Kalau mereka (partai) tidak punya figur dominan yang bisa diusung maka mereka akan berhitung peta koalisi,” tutur Titi. (Baca Juga: Perindo Kritik usulan Pemerintah Soal Presidential Threshold )
Dalam pemilu serentak, kata dia, parpol yang mencoba melawan arus dengan mengusung calon yang tidak potensial pasti akan ditinggalkan oleh parpol lain.
Menurut Titi, parpol akan cenderung berkoalisi dengan parpol yang mendukung calon yang berpotensi menang. “Kalau tidak punya figur (capres) kuat maka akan ditinggal oleh gerbong koalisi yang punya peluang kuat,” kata Titi.
Justru ketiadaan PT membuat partai politik (parpol) berpikir lebih rasional dalam mengusung calon presiden dan wakil presiden agar dapat memenangkan pertarungan.
“Politik itu tidak semudah itu juga, ada hitung-hitungan, ngapain maju kalau potensinya kecil,” ujar Ketua Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif, Veri Junaidi di Jakarta, Minggu (14/5/2017).
Menurut Veri, ketakutan sejumlah pihak apabila PT dihapus akan memunculkan banyak calon pada pemilu tidak sepenuhnya benar.
Menurut dia, pada pemilu yang dilaksanakan serentak, parpol tetap akan secara alami membentuk koalisi yang bisa dilakukan sejak awal atau pada putaran kedua pilpres.
“Kalau ada dua putaran ya sudah di putaran kedua. Yang pasti siapa yang mereka usung, merapat ke mana, pasti akan terjadi,” tutur Veri. (Baca Juga: Yusril: Pemerintah Cari Akal Batasi Parpol Baru Usung Capres )
Menurut Veri, pembatasan pencalonan presiden pada pemilu yang dilakukan serentak bertentangan dengan konstitusi. Untuk itu, kata dia, pembuat undang-undang (UU) harus pandai mencermatinya.
“Secara konstitusional tidak perlu ambang batas pencalonan,” ucap Veri.
Hal sama disampaikan Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini. Dia mengatakan, ambang batas presiden sesungguhnya lebih tepat diterapkan pada waktu parpol menjalani proses verifikasi.
Sebagai representasi peserta pemilu, kata doa, parpol perlu dipastikan kesiapannya memunculkan calon berkualitas untuk rakyat. “Fokus saja ke peserta pemilu yang harus bisa memenuhi syarat ini, persyaratan yang diatur UU,” ucap Titi.
Menurut dia, tidak mudah bagi seseorang untuk bisa dicalonkan menjadi presiden pada Pemilu 2019. Selain prosesnya serentak, kata dia, parpol pasti akan berhitung mengenai peluang calon yang diusung untuk menghadapi calon lain.
“Kalau mereka (partai) tidak punya figur dominan yang bisa diusung maka mereka akan berhitung peta koalisi,” tutur Titi. (Baca Juga: Perindo Kritik usulan Pemerintah Soal Presidential Threshold )
Dalam pemilu serentak, kata dia, parpol yang mencoba melawan arus dengan mengusung calon yang tidak potensial pasti akan ditinggalkan oleh parpol lain.
Menurut Titi, parpol akan cenderung berkoalisi dengan parpol yang mendukung calon yang berpotensi menang. “Kalau tidak punya figur (capres) kuat maka akan ditinggal oleh gerbong koalisi yang punya peluang kuat,” kata Titi.
(dam)