Cukup dengan PKPU, UU Pemilu Tidak Harus Direvisi Setiap Mau Pemilu
loading...
A
A
A
JAKARTA - Partai Politik (Parpol) di Senayan masih berselisih pandangan tentang perlunya Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 terkait Pemilihan Umum (UU Pemilu) direvisi atau tidak. Pemerintah sendiri sudah 'menyatakan sikap' bahwa UU tersebut tak perlu direvisi.
Menanggapi hal ini, Dosen Ilmu Hukum UIN Jakarta, Andi Syafrani menilai pemilu ini masalah kolosal dan terus menjadi wujud ideal bagi sistem demokrasi maka memang akan selalu ada aspek yang dianggap perlu diperbaiki.
"Karena persoalan (UU Pemilu) kita adalah UU kita mengatur sangat teknis sehingga jika hal tersebut dianggap tidak pas, mau tidak mau harus direvisi UU," ujarnya saat dihubungi, Rabu (24/2/2021).
Padahal, menurut Andi, bisa saja UU itu dibuat untuk mengatur hanya aspek fundamental saja. Sedangkan hal teknis diserahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) melalui Peratutan KPU (PKPU). Di samping itu, pembuatan PKPU juga sejauh ini tetap harus melibatkan DPR melalui rapat-rapat konsultasi.
"Dengan demikian UU Pemilu tidak harus diubah setiap mau melakukan Pemilu," kata Advokat yang bergabung dalam Asosiasi Pengacara Syari'ah Indonesia (APSI) itu.
Terkait pendapat sejumlah pihak yang menyatakan perlunya revisi UU Pemilu bisa mencegah terjadinya politik identitas dalam pemilu, khususnya pemilu presiden, Andi melihatnya tergantung norma apa yang akan dimasukkan dalam revisi tersebut.
Menurut mantan pengacara KPU itu, dirinya hanya bisa berpendapat bahwa politik identitas itu bukanlah sebuah kesalahan, apalagi sebuah delik yang harus diatur atau dibatasi oleh UU.
"Yang salah adalah menyalahgunakan politik identitas untuk menghasut atau membuat kekisruhan yang melahirkan konflik sosial," pungkas dia.
Menanggapi hal ini, Dosen Ilmu Hukum UIN Jakarta, Andi Syafrani menilai pemilu ini masalah kolosal dan terus menjadi wujud ideal bagi sistem demokrasi maka memang akan selalu ada aspek yang dianggap perlu diperbaiki.
"Karena persoalan (UU Pemilu) kita adalah UU kita mengatur sangat teknis sehingga jika hal tersebut dianggap tidak pas, mau tidak mau harus direvisi UU," ujarnya saat dihubungi, Rabu (24/2/2021).
Padahal, menurut Andi, bisa saja UU itu dibuat untuk mengatur hanya aspek fundamental saja. Sedangkan hal teknis diserahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) melalui Peratutan KPU (PKPU). Di samping itu, pembuatan PKPU juga sejauh ini tetap harus melibatkan DPR melalui rapat-rapat konsultasi.
"Dengan demikian UU Pemilu tidak harus diubah setiap mau melakukan Pemilu," kata Advokat yang bergabung dalam Asosiasi Pengacara Syari'ah Indonesia (APSI) itu.
Terkait pendapat sejumlah pihak yang menyatakan perlunya revisi UU Pemilu bisa mencegah terjadinya politik identitas dalam pemilu, khususnya pemilu presiden, Andi melihatnya tergantung norma apa yang akan dimasukkan dalam revisi tersebut.
Menurut mantan pengacara KPU itu, dirinya hanya bisa berpendapat bahwa politik identitas itu bukanlah sebuah kesalahan, apalagi sebuah delik yang harus diatur atau dibatasi oleh UU.
"Yang salah adalah menyalahgunakan politik identitas untuk menghasut atau membuat kekisruhan yang melahirkan konflik sosial," pungkas dia.
(kri)