Kekerasan Seksual dan Pornografi Ancam Anak
A
A
A
Bagong Suyanto
Dosen dan Peneliti Tindak Kekerasan
Seksual terhadap Anak,
FISIP Universitas Airlangga
KEKERASAN seksual terhadap anak adalah tindak kejahatan kemanusiaan yang dikutuk semua kalangan. Namun, ironisnya alih-alih berkurang, dalam kenyataan tindak kekerasan seksual terhadap anak malah ada indikasi makin berkembang di berbagai tempat. Tidaklah berlebihan jika Indonesia sekarang disebut dalam kondisi darurat kekerasan seksual.
Tajuk KORAN SINDO, 20 Maret 2017, mengungkap bahwa dalam tempo sepekan ini saja, bisa dilihat kasus kekerasan seksual terhadap anak terus terjadi dengan korban dari balita hingga anak-anak berusia 12 tahun. Secara berturut-turut, kekerasan seksual terhadap anak terjadi di Karawang (Jabar), Bogor (Jabar), Jakarta Timur, Samarinda (Kaltim), Enrekeng (Sulsel), Pinrang (Sulsel), dan Medan (Sumut). Anak-anak yang menjadi korban tidak hanya anak perempuan, tetapi juga anak laki-laki yang menjadi korban sodomi para pedofil yang memiliki perilaku seks menyimpang.
Di wilayah Karawang, di media massa dilaporkan sebanyak 28 anak menjadi korban pencabulan oleh OM (27 tahun) yang merupakan pelatih sepak bola di Dusun Munjun Kidul, Desa Curug, Klari, Karawang. Sementara itu, di daerah Pinrang dan Enrekang (Sulawesi Selatan), dilaporkan secara dua hari berturut-turut terjadi pemerkosaan terhadap siswi sekolah menengah pertama yang dilakukan sekelompok pemuda. Pada hari yang bersamaan itu pula, di wilayah Medan (Sumut), polisi telah menahan dua pelaku pelecehan seksual yang menyodomi bayi berusia tiga tahun.
Berbagai kasus tindak kekerasan seksual yang terjadi di berbagai tempat ini memperlihatkan bahwa ada yang salah dalam upaya penanganan yang selama ini dilakukan. Ancaman hukuman yang berat, tampaknya tidak membuat para predator seksual anak keder. Libido yang sudah naik ke ubun-ubun sepertinya lebih kuat mendorong para pelaku untuk terus mencari anak-anak sebagai mangsa daripada ketakutan bakal menerima sanksi yang berat, termasuk dikebiri.
Cyberporn
Deputi bidang Koordinasi Perlindungan Perempuan dan Anak Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan menyatakan salah satu akar masalah yang membuat angka kekerasan seksual terhadap anak-anak cenderung meningkat ialah maraknya kandungan informasi dan gambar yang cenderung ke arah pornografi.
Penggunaan gadget yang makin meluas di masyarakat dan makin mudahnya masyarakat mengakses konten-konten pornografi melalui koneksi internet membuat referensi masyarakat untuk melakukan tindak kejahatan seksual meningkat. Bagi masyarakat yang tak kuat menahan dorongan libidonya, dan kesempatan yang ada memungkinkan untuk itu, maka niat jahat yang sudah ada di kepala para predator seksual dengan cepat disalurkan melalui berbagai cara.
Anak-anak yang seharusnya memperoleh kasih sayang dan perlindungan, sering dipilih menjadi sasaran empuk tindak kejahatan seksual karena ketidakberdayaan dan kepolosan mereka. Di sisi lain, kurangnya pengawasan dan kepekaan masyarakat untuk terus mengawasi keselamatan anak-anaknya membuat ruang gerak para predator seksual seolah makin terbuka.
Banyak bukti memperlihatkan, akibat keluguan korban dan kelihaian pelaku, sering anak-anak menjadi korban bujuk rayu para predator seksual yang menyaru menjadi laki-laki budiman di komunitas cyberspace. Anak-anak yang sedang bermasalah dengan keluarganya, menjadi korban child abuse orang tuanya, niscaya mereka adalah korban yang paling rentan menjadi mangsa para predator seksual.
Pengaruh cyberporn di masyarakat, tidak hanya memengaruhi libido para predator seksual, tetapi di sisi yang lain juga memengaruhi perkembangan gaya hidup permisif pada anak-anak. Sudah bukan rahasia lagi bahwa anak-anak sekarang ini umumnya tumbuh dewasa dini karena persentuhan mereka dengan pornografi di dunia maya. Anak-anak yang tidak memperoleh pendampingan, ketika dengan leluasa dapat mengakses pornografi di internet, maka mereka pun tanpa sadar menempatkan dirinya dalam posisi yang rawan menjadi korban tindak kekerasan seksual.
Dalam berbagai kasus, sering terjadi kasus pemerkosaan dan pencabulan terhadap anak terjadi begitu saja di sekitar kita tanpa kita menyadarinya. Para pelaku kekerasan seksual, yang kebanyakan justru adalah orang-orang terdekat korban membuat masyarakat lalai karena tidak menaruh curiga dengan ulah bejat pelaku. Tetangga korban, teman curhat, kerabat, paman, kakek, dan bahkan ayah kandung korban sendiri sering kali tanpa diduga justru yang potensial menjadi predator seksual.
Produk Alternatif
Selama ini pemerintah sebetulnya telah mengembangkan berbagai upaya untuk menekan angka kekerasan seksual pada anak. Pemerintah bukan saja telah menutup ribuan situs pornografi dan menangkap para pelaku dan menghukum berat mereka yang terbukti memperdayai anak-anak, tetapi karena keterbatasan jumlah SDM aparat akhirnya yang terjadi adalah tindakan kucing-kucingan dan adu stamina antara aparat dan pelaku yang selalu mencari celah melakukan aksi kejahatannya.
Banyak bukti memperlihatkan, meskipun di Indonesia penyebaran produk pornografi dilarang dan berbagai konten pornografi telah dihapus, tetapi peredaran produk pornografi secara ilegal tetap berkembang luar biasa besar. Menangani dan mencegah agar perkembangan pornografi ini tidak makin kontraproduktif bagi masyarakat, disadari sering kali melahirkan situasi yang dilematis.
Di satu sisi ketika perkembangan pornografi dibatasi, maka bukan tidak mungkin di belakang layar atau secara ilegal peredaran produk-produk industri pornografi justru akan makin meluas karena melahirkan rasa penasaran yang tak tercegah. Di sisi yang lain, ketika perkembangan pornografi dibiarkan lepas kendali, maka implikasinya niscaya akan memengaruhi perilaku masyarakat ke arah yang buruk, terutama jika mereka tidak kuat untuk menahan diri pada produk pornografi yang mereka konsumsi.
Ke depan, untuk memastikan agar pengaruh pornografi tidak membahayakan keselamatan anak-anak, maka yang dibutuhkan tidak hanya penanganan dari sisi hukum, melainkan yang tak kalah penting adalah bagaimana kita dapat menawarkan alternatif produk industri budaya yang sehat, tetapi tak kalah menarik dibandingkan pornografi bagi masyarakat. Adakah anak bangsa yang mampu kreatif menciptakan produk-produk budaya tandingan ini untuk mengerem laju perkembangan tindak kekerasan seksual di Tanah Air?
Dosen dan Peneliti Tindak Kekerasan
Seksual terhadap Anak,
FISIP Universitas Airlangga
KEKERASAN seksual terhadap anak adalah tindak kejahatan kemanusiaan yang dikutuk semua kalangan. Namun, ironisnya alih-alih berkurang, dalam kenyataan tindak kekerasan seksual terhadap anak malah ada indikasi makin berkembang di berbagai tempat. Tidaklah berlebihan jika Indonesia sekarang disebut dalam kondisi darurat kekerasan seksual.
Tajuk KORAN SINDO, 20 Maret 2017, mengungkap bahwa dalam tempo sepekan ini saja, bisa dilihat kasus kekerasan seksual terhadap anak terus terjadi dengan korban dari balita hingga anak-anak berusia 12 tahun. Secara berturut-turut, kekerasan seksual terhadap anak terjadi di Karawang (Jabar), Bogor (Jabar), Jakarta Timur, Samarinda (Kaltim), Enrekeng (Sulsel), Pinrang (Sulsel), dan Medan (Sumut). Anak-anak yang menjadi korban tidak hanya anak perempuan, tetapi juga anak laki-laki yang menjadi korban sodomi para pedofil yang memiliki perilaku seks menyimpang.
Di wilayah Karawang, di media massa dilaporkan sebanyak 28 anak menjadi korban pencabulan oleh OM (27 tahun) yang merupakan pelatih sepak bola di Dusun Munjun Kidul, Desa Curug, Klari, Karawang. Sementara itu, di daerah Pinrang dan Enrekang (Sulawesi Selatan), dilaporkan secara dua hari berturut-turut terjadi pemerkosaan terhadap siswi sekolah menengah pertama yang dilakukan sekelompok pemuda. Pada hari yang bersamaan itu pula, di wilayah Medan (Sumut), polisi telah menahan dua pelaku pelecehan seksual yang menyodomi bayi berusia tiga tahun.
Berbagai kasus tindak kekerasan seksual yang terjadi di berbagai tempat ini memperlihatkan bahwa ada yang salah dalam upaya penanganan yang selama ini dilakukan. Ancaman hukuman yang berat, tampaknya tidak membuat para predator seksual anak keder. Libido yang sudah naik ke ubun-ubun sepertinya lebih kuat mendorong para pelaku untuk terus mencari anak-anak sebagai mangsa daripada ketakutan bakal menerima sanksi yang berat, termasuk dikebiri.
Cyberporn
Deputi bidang Koordinasi Perlindungan Perempuan dan Anak Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan menyatakan salah satu akar masalah yang membuat angka kekerasan seksual terhadap anak-anak cenderung meningkat ialah maraknya kandungan informasi dan gambar yang cenderung ke arah pornografi.
Penggunaan gadget yang makin meluas di masyarakat dan makin mudahnya masyarakat mengakses konten-konten pornografi melalui koneksi internet membuat referensi masyarakat untuk melakukan tindak kejahatan seksual meningkat. Bagi masyarakat yang tak kuat menahan dorongan libidonya, dan kesempatan yang ada memungkinkan untuk itu, maka niat jahat yang sudah ada di kepala para predator seksual dengan cepat disalurkan melalui berbagai cara.
Anak-anak yang seharusnya memperoleh kasih sayang dan perlindungan, sering dipilih menjadi sasaran empuk tindak kejahatan seksual karena ketidakberdayaan dan kepolosan mereka. Di sisi lain, kurangnya pengawasan dan kepekaan masyarakat untuk terus mengawasi keselamatan anak-anaknya membuat ruang gerak para predator seksual seolah makin terbuka.
Banyak bukti memperlihatkan, akibat keluguan korban dan kelihaian pelaku, sering anak-anak menjadi korban bujuk rayu para predator seksual yang menyaru menjadi laki-laki budiman di komunitas cyberspace. Anak-anak yang sedang bermasalah dengan keluarganya, menjadi korban child abuse orang tuanya, niscaya mereka adalah korban yang paling rentan menjadi mangsa para predator seksual.
Pengaruh cyberporn di masyarakat, tidak hanya memengaruhi libido para predator seksual, tetapi di sisi yang lain juga memengaruhi perkembangan gaya hidup permisif pada anak-anak. Sudah bukan rahasia lagi bahwa anak-anak sekarang ini umumnya tumbuh dewasa dini karena persentuhan mereka dengan pornografi di dunia maya. Anak-anak yang tidak memperoleh pendampingan, ketika dengan leluasa dapat mengakses pornografi di internet, maka mereka pun tanpa sadar menempatkan dirinya dalam posisi yang rawan menjadi korban tindak kekerasan seksual.
Dalam berbagai kasus, sering terjadi kasus pemerkosaan dan pencabulan terhadap anak terjadi begitu saja di sekitar kita tanpa kita menyadarinya. Para pelaku kekerasan seksual, yang kebanyakan justru adalah orang-orang terdekat korban membuat masyarakat lalai karena tidak menaruh curiga dengan ulah bejat pelaku. Tetangga korban, teman curhat, kerabat, paman, kakek, dan bahkan ayah kandung korban sendiri sering kali tanpa diduga justru yang potensial menjadi predator seksual.
Produk Alternatif
Selama ini pemerintah sebetulnya telah mengembangkan berbagai upaya untuk menekan angka kekerasan seksual pada anak. Pemerintah bukan saja telah menutup ribuan situs pornografi dan menangkap para pelaku dan menghukum berat mereka yang terbukti memperdayai anak-anak, tetapi karena keterbatasan jumlah SDM aparat akhirnya yang terjadi adalah tindakan kucing-kucingan dan adu stamina antara aparat dan pelaku yang selalu mencari celah melakukan aksi kejahatannya.
Banyak bukti memperlihatkan, meskipun di Indonesia penyebaran produk pornografi dilarang dan berbagai konten pornografi telah dihapus, tetapi peredaran produk pornografi secara ilegal tetap berkembang luar biasa besar. Menangani dan mencegah agar perkembangan pornografi ini tidak makin kontraproduktif bagi masyarakat, disadari sering kali melahirkan situasi yang dilematis.
Di satu sisi ketika perkembangan pornografi dibatasi, maka bukan tidak mungkin di belakang layar atau secara ilegal peredaran produk-produk industri pornografi justru akan makin meluas karena melahirkan rasa penasaran yang tak tercegah. Di sisi yang lain, ketika perkembangan pornografi dibiarkan lepas kendali, maka implikasinya niscaya akan memengaruhi perilaku masyarakat ke arah yang buruk, terutama jika mereka tidak kuat untuk menahan diri pada produk pornografi yang mereka konsumsi.
Ke depan, untuk memastikan agar pengaruh pornografi tidak membahayakan keselamatan anak-anak, maka yang dibutuhkan tidak hanya penanganan dari sisi hukum, melainkan yang tak kalah penting adalah bagaimana kita dapat menawarkan alternatif produk industri budaya yang sehat, tetapi tak kalah menarik dibandingkan pornografi bagi masyarakat. Adakah anak bangsa yang mampu kreatif menciptakan produk-produk budaya tandingan ini untuk mengerem laju perkembangan tindak kekerasan seksual di Tanah Air?
(kri)