Jaga Stabilitas, Dukung Pemulihan Ekonomi
A
A
A
Tirta Segara
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia
NEW year brings new hope for economy. Tahun baru membawa harapan baru. Pernyataan tersebut bukanlah sekadar isapan jempol, apalagi omong kosong.
Tengok saja perkembangan ekonomi global yang menunjukkan berbagai indikasi perbaikan. Ekonomi dunia yang diperkirakan tumbuh 3,1% pada 2016 lalu, tahun ini direvisi ke atas dari 3,2% menjadi 3,4%. Hal ini ditopang oleh revisi ke atas ekonomi Amerika Serikat (AS) menjadi 2,3% dan ekonomi Tiongkok menjadi 6,5%. Beberapa indikator makroekonomi dari Negeri Paman Sam, seperti konsumsi dan investasi nonresidensial, menunjukkan peningkatan.
Selain itu, tingkat pengangguran mereka juga berada pada level yang rendah dengan inflasi yang mengarah ke target jangka panjangnya. Di belahan dunia lain, Negeri Tirai Bambu pertumbuhannya juga membaik. Hal ini tecermin dari meningkatnya penjualan eceran dan investasi swasta. Perbaikan prospek ekonomi Tiongkok juga didorong oleh kebijakan pemerintah yang memprioritaskan growth over reform.
Harapan baru juga datang dari pasar komoditas. Lihat saja harga komoditas-komoditas dunia yang memberikan harapan baru yang lebih baik. Harga batubara serta komoditas nonenergi tembaga dan timah meningkat dari proyeksi semula. Kenaikan harga logam diperkirakan berlanjut akibat perbaikan ekonomi Tiongkok dan dampak kebijakan infrastruktur Presiden AS Donald Trump.
Sementara itu, kebutuhan untuk persediaan (inventory) mengantisipasi musim dingin telah mendorong naiknya impor batubara Tiongkok. Dari domestik, harapan ekonomi tumbuh lebih baik dibandingkan 2016 terbuka lebar. Perbaikan kinerja ekspor pada kuartal IV tahun 2016 berpotensi berlanjut pada 2017 ditopang oleh kenaikan permintaan global, khususnya negara-negara mitra dagang, dan peningkatan harga komoditas global.
Harapan terhadap perbaikan ekspor tersebut juga didorong oleh produk manufaktur yang terus membaik. Terjaganya stabilitas makro ekonomi dan implementasi UU Pengampunan Pajak yang berjalan baik turut memberi kepercayaan kepada investor asing. Sentimen positif tersebut tecermin dari transaksi modal dan finansial yang mencatat surplus cukup besar pada kuartal IV/2016.
Posisi cadangan devisa Indonesia akhir Desember 2016 tercatat meningkat menjadi USD116,4 miliar dan diperkirakan lebih tinggi pada 2017. Geliat investasi di Tanah Air juga semakin terlihat, didukung meningkatnya pembiayaan dari kredit perbankan ataupun pembiayaan nonbank. Sementara itu, pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan tetap stabil.
Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi domestik pada 2017 diperkirakan meningkat di kisaran 5,0-5,4%, lebih tinggi dari capaian tahun 2016. Harapan yang baik juga tecermin dari kondisi sistem keuangan domestik yang tetap stabil ditopang oleh ketahanan industri perbankan yang terjaga.
Pada tahun ini, sejalan dengan peningkatan aktivitas ekonomi dan dampak pelonggaran kebijakan moneter serta makro prudensial yang telah dilakukan sebelumnya, pertumbuhan kredit dan DPK diperkirakan lebih baik, masing-masing dalam kisaran 10-12% dan 9-11%. Pembiayaan korporasi nonbank dari pasar keuangan juga diperkirakan terus meningkat, terutama dalam bentuk right issue dan penerbitan obligasi korporasi.
New year also brings new challenge. However, don’t limit your challenge, but challenge your limit. “Tahun baru juga berarti tantangan baru. Namun janganlah batasi tantanganmu, tapi tantanglah keterbatasanmu.” Begitu kira-kira kata orang bijak. Sejumlah harapan baru di tahun ini akan berhadapan dengan sejumlah tantangan baru dalam pencapaiannya.
Dari sisi global, tantangan tersebut utamanya berasal dari dampak kebijakan fiskal dan perdagangan internasional AS. Meskipun banyak kalangan menilai bahwa rencana kebijakan fiskal yang agresif dari Presiden Donald Trump secara ekonomi kurang feasible karena dihadapkan pada kendala peningkatan defisit anggaran pemerintah yang tinggi, harus kita waspadai.
Selain itu, seiring dengan membaiknya ekonomi AS, Fed Fund Rate (FFR) pada 2017 diperkirakan naik dua kali, yang berpotensi meningkatkan cost of borrowing . Di sisi dunia lain, proses penyesuaian ekonomi dan keuangan Tiongkok yang diperkirakan memperlemah mata uangnya untuk meningkatkan daya saing serta berbagai risiko geopolitik turut menjadi tantangan pada 2017 ini.
Tantangan lain yang perlu diwaspadai adalah harga minyak dunia yang cenderung meningkat dan tren peningkatannya diperkirakan terus berlanjut. Perkiraan lebih tingginya harga minyak pada 2017 didorong oleh realisasi harga Desember 2016 yang meningkat serta pelaksanaan kesepakatan OPEC dan 10 negara non-OPEC untuk melakukan pemangkasan produksi (production cut).
Kebijakan pengurangan supply ini akan mendorong net demand, alias permintaan minyak yang lebih tinggi dari jumlah minyak yang ditawarkan. Akibatnya, harga minyak pada 2017 akan terkerek naik dan diperkirakan menjadi sekitar USD47-50 per barel, sedikit lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya. Dari domestik, tantangan berasal dari upaya pengendalian inflasi yang akan menghadapi sejumlah risiko yang perlu terus diwaspadai.
Hal ini utamanya terkait penyesuaian administered prices sejalan dengan kebijakan lanjutan reformasi subsidi energi oleh pemerintah, serta risiko kenaikan harga volatile food. Dihadapkan pada sejumlah tantangan global dan domestik tersebut, serta prospek ekonomi ke depan, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18- 19 Januari 2017 memutuskan untuk mempertahankan BI7-day Reverse Repo Rate tetap sebesar 4,75%.
Keputusan tersebut sejalan dengan upaya Bank Indonesia menjaga stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan dengan tetap mengoptimalkan pemulihan ekonomi domestik di tengah ketidakpastian pasar keuangan global. Disadari bahwa pertumbuhan ekonomi nasional dalam satu atau dua tahun mendatang diperkirakan tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya yang bisa mencapai lebih dari 6%.
Oleh karena itu diperlukan dorongan atau stimulus bagi pemulihan ekonomi domestik, baik dari sektor fiskal, sektor riil, maupun moneter. Namun, stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan yang telah kita capai dengan segala ketekunan dan disiplin yang tinggi harus kita jaga, karena merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Nah, sebagai penjaga stabilitas ekonomi bangsa, Bank Indonesia berkomitmen untuk tetap menjaganya dengan menerapkan bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran, dengan tetap mempertimbangkan dukungan bagi optimalisasi pemulihan ekonomi.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia
NEW year brings new hope for economy. Tahun baru membawa harapan baru. Pernyataan tersebut bukanlah sekadar isapan jempol, apalagi omong kosong.
Tengok saja perkembangan ekonomi global yang menunjukkan berbagai indikasi perbaikan. Ekonomi dunia yang diperkirakan tumbuh 3,1% pada 2016 lalu, tahun ini direvisi ke atas dari 3,2% menjadi 3,4%. Hal ini ditopang oleh revisi ke atas ekonomi Amerika Serikat (AS) menjadi 2,3% dan ekonomi Tiongkok menjadi 6,5%. Beberapa indikator makroekonomi dari Negeri Paman Sam, seperti konsumsi dan investasi nonresidensial, menunjukkan peningkatan.
Selain itu, tingkat pengangguran mereka juga berada pada level yang rendah dengan inflasi yang mengarah ke target jangka panjangnya. Di belahan dunia lain, Negeri Tirai Bambu pertumbuhannya juga membaik. Hal ini tecermin dari meningkatnya penjualan eceran dan investasi swasta. Perbaikan prospek ekonomi Tiongkok juga didorong oleh kebijakan pemerintah yang memprioritaskan growth over reform.
Harapan baru juga datang dari pasar komoditas. Lihat saja harga komoditas-komoditas dunia yang memberikan harapan baru yang lebih baik. Harga batubara serta komoditas nonenergi tembaga dan timah meningkat dari proyeksi semula. Kenaikan harga logam diperkirakan berlanjut akibat perbaikan ekonomi Tiongkok dan dampak kebijakan infrastruktur Presiden AS Donald Trump.
Sementara itu, kebutuhan untuk persediaan (inventory) mengantisipasi musim dingin telah mendorong naiknya impor batubara Tiongkok. Dari domestik, harapan ekonomi tumbuh lebih baik dibandingkan 2016 terbuka lebar. Perbaikan kinerja ekspor pada kuartal IV tahun 2016 berpotensi berlanjut pada 2017 ditopang oleh kenaikan permintaan global, khususnya negara-negara mitra dagang, dan peningkatan harga komoditas global.
Harapan terhadap perbaikan ekspor tersebut juga didorong oleh produk manufaktur yang terus membaik. Terjaganya stabilitas makro ekonomi dan implementasi UU Pengampunan Pajak yang berjalan baik turut memberi kepercayaan kepada investor asing. Sentimen positif tersebut tecermin dari transaksi modal dan finansial yang mencatat surplus cukup besar pada kuartal IV/2016.
Posisi cadangan devisa Indonesia akhir Desember 2016 tercatat meningkat menjadi USD116,4 miliar dan diperkirakan lebih tinggi pada 2017. Geliat investasi di Tanah Air juga semakin terlihat, didukung meningkatnya pembiayaan dari kredit perbankan ataupun pembiayaan nonbank. Sementara itu, pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan tetap stabil.
Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi domestik pada 2017 diperkirakan meningkat di kisaran 5,0-5,4%, lebih tinggi dari capaian tahun 2016. Harapan yang baik juga tecermin dari kondisi sistem keuangan domestik yang tetap stabil ditopang oleh ketahanan industri perbankan yang terjaga.
Pada tahun ini, sejalan dengan peningkatan aktivitas ekonomi dan dampak pelonggaran kebijakan moneter serta makro prudensial yang telah dilakukan sebelumnya, pertumbuhan kredit dan DPK diperkirakan lebih baik, masing-masing dalam kisaran 10-12% dan 9-11%. Pembiayaan korporasi nonbank dari pasar keuangan juga diperkirakan terus meningkat, terutama dalam bentuk right issue dan penerbitan obligasi korporasi.
New year also brings new challenge. However, don’t limit your challenge, but challenge your limit. “Tahun baru juga berarti tantangan baru. Namun janganlah batasi tantanganmu, tapi tantanglah keterbatasanmu.” Begitu kira-kira kata orang bijak. Sejumlah harapan baru di tahun ini akan berhadapan dengan sejumlah tantangan baru dalam pencapaiannya.
Dari sisi global, tantangan tersebut utamanya berasal dari dampak kebijakan fiskal dan perdagangan internasional AS. Meskipun banyak kalangan menilai bahwa rencana kebijakan fiskal yang agresif dari Presiden Donald Trump secara ekonomi kurang feasible karena dihadapkan pada kendala peningkatan defisit anggaran pemerintah yang tinggi, harus kita waspadai.
Selain itu, seiring dengan membaiknya ekonomi AS, Fed Fund Rate (FFR) pada 2017 diperkirakan naik dua kali, yang berpotensi meningkatkan cost of borrowing . Di sisi dunia lain, proses penyesuaian ekonomi dan keuangan Tiongkok yang diperkirakan memperlemah mata uangnya untuk meningkatkan daya saing serta berbagai risiko geopolitik turut menjadi tantangan pada 2017 ini.
Tantangan lain yang perlu diwaspadai adalah harga minyak dunia yang cenderung meningkat dan tren peningkatannya diperkirakan terus berlanjut. Perkiraan lebih tingginya harga minyak pada 2017 didorong oleh realisasi harga Desember 2016 yang meningkat serta pelaksanaan kesepakatan OPEC dan 10 negara non-OPEC untuk melakukan pemangkasan produksi (production cut).
Kebijakan pengurangan supply ini akan mendorong net demand, alias permintaan minyak yang lebih tinggi dari jumlah minyak yang ditawarkan. Akibatnya, harga minyak pada 2017 akan terkerek naik dan diperkirakan menjadi sekitar USD47-50 per barel, sedikit lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya. Dari domestik, tantangan berasal dari upaya pengendalian inflasi yang akan menghadapi sejumlah risiko yang perlu terus diwaspadai.
Hal ini utamanya terkait penyesuaian administered prices sejalan dengan kebijakan lanjutan reformasi subsidi energi oleh pemerintah, serta risiko kenaikan harga volatile food. Dihadapkan pada sejumlah tantangan global dan domestik tersebut, serta prospek ekonomi ke depan, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18- 19 Januari 2017 memutuskan untuk mempertahankan BI7-day Reverse Repo Rate tetap sebesar 4,75%.
Keputusan tersebut sejalan dengan upaya Bank Indonesia menjaga stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan dengan tetap mengoptimalkan pemulihan ekonomi domestik di tengah ketidakpastian pasar keuangan global. Disadari bahwa pertumbuhan ekonomi nasional dalam satu atau dua tahun mendatang diperkirakan tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya yang bisa mencapai lebih dari 6%.
Oleh karena itu diperlukan dorongan atau stimulus bagi pemulihan ekonomi domestik, baik dari sektor fiskal, sektor riil, maupun moneter. Namun, stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan yang telah kita capai dengan segala ketekunan dan disiplin yang tinggi harus kita jaga, karena merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Nah, sebagai penjaga stabilitas ekonomi bangsa, Bank Indonesia berkomitmen untuk tetap menjaganya dengan menerapkan bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran, dengan tetap mempertimbangkan dukungan bagi optimalisasi pemulihan ekonomi.
(kri)