Memaknai Kesetiakawanan Sosial untuk NKRI
A
A
A
Dwi Ariady Kusuma
Staf Khusus Menteri Sosial
HARI Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) diperingati setiap 20 Desember di Indonesia. Hal ini merupakan salah satu upaya untuk mengenang, menghayati, dan sebagai ungkapan syukur untuk melakukan aksi nyata yang sesuai dengan semangat persatuan, kesatuan, kegotong-royongan, serta kekeluargaan rakyat Indonesia.
Tentu saja, HKSN bukanlah momen yang hadir di ruang kosong. Dalam perjalanan historis bangsa ini, Indonesia terus menghadapi tantangan untuk senantiasa mempertahankan kedaulatan negara setelah memproklamasikan kemerdekaannya 17 Agustus 1945. Perang mempertahankan kemerdekaan yang terjadi sejak 1945 hingga 1948 mengakibatkan permasalahan sosial semakin bertambah jumlahnya.
Saat itu Kementerian Sosial Republik Indonesia tidak boleh absen dan harus hadir sebagai wakil negara kepada rakyatnya untuk menanggulangi dan mengatasi permasalahan sosial yang terjadi dengan bantuan dan peran serta dukungan menyeluruh dari seluruh unsur masyarakat.
Pada Juli 1949 Kementerian Sosial di Yogyakarta mengadakan penyuluhan sosial bagi tokoh-tokoh masyarakat dan kursus bimbingan sosial pekerja sosial dalam rangka menanggulangi dan mengatasi permasalahan sosial tersebut.
Apabila dilihat dari sejarah kelahiran HKSN, terdapat nilai-nilai heroik saat Bung Karno dan Bung Hatta sebagai simbol negara ditawan oleh Belanda. Perihal penting yang harus dilakukan saat itu adalah meneruskan perjuangan untuk tegaknya NKRI sebagai negara yang berdaulat.
Sebab itu, para founding fathers Indonesia berbagi peran dan Panglima Besar Jenderal Sudirman beserta seluruh laskarnya meneruskannya dengan cara gerilya.
Perjuangan Jenderal Sudirman mendapatkan apresiasi rakyat Indonesia dengan memberikan perlindungan, baik perbekalan logistik selama bergerilya maupun perlindungan dari rumah satu ke rumah lainnya sebagai tempat persembunyian. Setelah sekutu menyerah pada 19 Desember, dideklarasikanlah HKSN pada 20 Desember.
HKSN saat itu dapat dimaknai sebagai jalan untuk tetap mempertahankan kemerdekaan dan menyuarakan masalah sosial-budaya untuk selalu peduli dengan sesama dalam kebaikan mengisi kemerdekaan.
Hingga saat ini bangsa Indonesia masih tetap dihadapkan dengan berbagai problematika kesejahteraan sosial, terutama masalah kemiskinan, keterlantaran, keterpencilan, kebencanaan, dan bahkan masalah tentang kebinekaan. Pemerintah dalam hal ini melalui Kementerian Sosial tidak bisa bekerja sendirian. Sebab itu, peran serta masyarakat akan menjadi hal yang sangat penting sebagai mitra dari Kementerian Sosial untuk memecahkannya secara bersama-sama.
Revitalisasi
Bung Karno pernah berkata, ”Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Tapi, perjuangan kalian akan lebih berat karena melawan saudara sendiri.”
Kutipan tersebut seketika menyentak kita bahwa perjuangan berikutnya adalah perjuangan mengatasi berbagai problematika sosial yang dihadapi bangsa ini. Tentu perjuangan yang harus dihadapi masyarakat dengan mengedepankan nilai-nilai kesetiakawan sosial yaitu secara bersama-sama, bekerja sama, bergotong-royong, dan tolong-menolong.
Perjalanan dunia dan globalisasi merupakan keniscayaan. Bangsa Indonesia dalam kancah globalisasi ditantang untuk tetap memegang teguh nilai-nilai kegotong-royongan, kesetiakawanan, karena nilai-nilai individualisme semakin hari semakin kuat pula.
Maka itu, HKSN saat ini harus diteguhkan kembali sesuai tantangan zamannya yang juga terus berubah. Jangan sampai nilai kegotong-royongan dan kesetiakawanan yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia tergerus dengan nilai-nilai individualisme.
Seiring dengan kemajuan teknologi dan komunikasi, akhir-akhir ini bangsa Indonesia sedang diuji dengan problem kebinekaan dan persoalan intoleransi. Ujaran-ujaran kebencian, berita-berita yang bermuatan SARA, saling menghujat satu dengan yang lainnya bermunculan baik di ruang-ruang media sosial maupun viral melalui messenger, penolakan etnis atau suku tertentu dalam urusan kepentingan politik kekuasaan, serta penolakan agama satu terhadap agama lainnya dalam menjalankan peribadatan.
Hal ini menunjukkan bahwa kemajuan teknologi dan informasi yang tidak bisa dihindari dalam globalisasi membawa dampak perubahan besar dalam sejarah perjalanan umat manusia. Sebab itu, kedewasaan dalam menyikapi perbedaan harus dicarikan jalan keluar demi tetap utuhnya NKRI, demi kebinekaan Indonesia yang tunggal ika.
Sejarah terbentuknya bangsa Indonesia pada dasarnya mengatasi berbagai macam perbedaan, baik perbedaan etnis, budaya, suku, maupun agama dan bahasa. Para founding fathers Indonesia membangun dan menemu-ciptakan bangsa dan negara Indonesia melalui persatuan atas dasar perbedaan.
Pluralitas dan perbedaan yang multikultur tersebut pun akhirnya berhasil direkatkan melalui visi dan tujuan hidup bersama dengan ideologi Pancasila sebagai dasar negara.
Tugas kita semua bangsa Indonesia adalah merawat Indonesia dan kebinekaan yang telah diwariskan oleh founding fathers kita. Melalui momen peringatan HKSN ini, marilah kita semua mengembalikan makna kesetiakawanan sosial yang sesungguhnya, kesetiakawanan yang telah diajarkan oleh para founding fathers Indonesia.
Jangan sampai kesetiakawanan sosial bangsa Indonesia ini dikalahkan oleh globalisasi dan perubahan revolusi digital yang justru menjadi kontraproduktif bagi kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia.
Kesetiakawanan sosial bukanlah setia kepada kawan dengan asal ikut-ikutan, bukan pula untuk pamer saling menghujat antaranak bangsa melalui media sosial dan viral messenger. Kita tidak boleh asal-asalan hanya demi untuk tampil eksis di dunia maya ketika melihat fenomena yang terjadi akhir-akhir ini tanpa memilah kebenarannya, dan tanpa melihat manfaat baik buruknya untuk khalayak umum.
Perlu diingat kembali bahwa bangsa Indonesia dalam meraih kemerdekaan tidak lepas berkat semangat kesetiakawanan sosial yang tinggi. Maka, sejatinya Kesetiakawanan sosial ke depan harus terus direvitalisasi sesuai dengan kondisi aktual perkembangan zaman demi terwujudnya bangsa Indonesia yang kuat dan sejahtera. Semoga bangsa dan negara Indonesia ini dapat terus bersatu dalam bingkai NKRI.
Staf Khusus Menteri Sosial
HARI Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) diperingati setiap 20 Desember di Indonesia. Hal ini merupakan salah satu upaya untuk mengenang, menghayati, dan sebagai ungkapan syukur untuk melakukan aksi nyata yang sesuai dengan semangat persatuan, kesatuan, kegotong-royongan, serta kekeluargaan rakyat Indonesia.
Tentu saja, HKSN bukanlah momen yang hadir di ruang kosong. Dalam perjalanan historis bangsa ini, Indonesia terus menghadapi tantangan untuk senantiasa mempertahankan kedaulatan negara setelah memproklamasikan kemerdekaannya 17 Agustus 1945. Perang mempertahankan kemerdekaan yang terjadi sejak 1945 hingga 1948 mengakibatkan permasalahan sosial semakin bertambah jumlahnya.
Saat itu Kementerian Sosial Republik Indonesia tidak boleh absen dan harus hadir sebagai wakil negara kepada rakyatnya untuk menanggulangi dan mengatasi permasalahan sosial yang terjadi dengan bantuan dan peran serta dukungan menyeluruh dari seluruh unsur masyarakat.
Pada Juli 1949 Kementerian Sosial di Yogyakarta mengadakan penyuluhan sosial bagi tokoh-tokoh masyarakat dan kursus bimbingan sosial pekerja sosial dalam rangka menanggulangi dan mengatasi permasalahan sosial tersebut.
Apabila dilihat dari sejarah kelahiran HKSN, terdapat nilai-nilai heroik saat Bung Karno dan Bung Hatta sebagai simbol negara ditawan oleh Belanda. Perihal penting yang harus dilakukan saat itu adalah meneruskan perjuangan untuk tegaknya NKRI sebagai negara yang berdaulat.
Sebab itu, para founding fathers Indonesia berbagi peran dan Panglima Besar Jenderal Sudirman beserta seluruh laskarnya meneruskannya dengan cara gerilya.
Perjuangan Jenderal Sudirman mendapatkan apresiasi rakyat Indonesia dengan memberikan perlindungan, baik perbekalan logistik selama bergerilya maupun perlindungan dari rumah satu ke rumah lainnya sebagai tempat persembunyian. Setelah sekutu menyerah pada 19 Desember, dideklarasikanlah HKSN pada 20 Desember.
HKSN saat itu dapat dimaknai sebagai jalan untuk tetap mempertahankan kemerdekaan dan menyuarakan masalah sosial-budaya untuk selalu peduli dengan sesama dalam kebaikan mengisi kemerdekaan.
Hingga saat ini bangsa Indonesia masih tetap dihadapkan dengan berbagai problematika kesejahteraan sosial, terutama masalah kemiskinan, keterlantaran, keterpencilan, kebencanaan, dan bahkan masalah tentang kebinekaan. Pemerintah dalam hal ini melalui Kementerian Sosial tidak bisa bekerja sendirian. Sebab itu, peran serta masyarakat akan menjadi hal yang sangat penting sebagai mitra dari Kementerian Sosial untuk memecahkannya secara bersama-sama.
Revitalisasi
Bung Karno pernah berkata, ”Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Tapi, perjuangan kalian akan lebih berat karena melawan saudara sendiri.”
Kutipan tersebut seketika menyentak kita bahwa perjuangan berikutnya adalah perjuangan mengatasi berbagai problematika sosial yang dihadapi bangsa ini. Tentu perjuangan yang harus dihadapi masyarakat dengan mengedepankan nilai-nilai kesetiakawan sosial yaitu secara bersama-sama, bekerja sama, bergotong-royong, dan tolong-menolong.
Perjalanan dunia dan globalisasi merupakan keniscayaan. Bangsa Indonesia dalam kancah globalisasi ditantang untuk tetap memegang teguh nilai-nilai kegotong-royongan, kesetiakawanan, karena nilai-nilai individualisme semakin hari semakin kuat pula.
Maka itu, HKSN saat ini harus diteguhkan kembali sesuai tantangan zamannya yang juga terus berubah. Jangan sampai nilai kegotong-royongan dan kesetiakawanan yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia tergerus dengan nilai-nilai individualisme.
Seiring dengan kemajuan teknologi dan komunikasi, akhir-akhir ini bangsa Indonesia sedang diuji dengan problem kebinekaan dan persoalan intoleransi. Ujaran-ujaran kebencian, berita-berita yang bermuatan SARA, saling menghujat satu dengan yang lainnya bermunculan baik di ruang-ruang media sosial maupun viral melalui messenger, penolakan etnis atau suku tertentu dalam urusan kepentingan politik kekuasaan, serta penolakan agama satu terhadap agama lainnya dalam menjalankan peribadatan.
Hal ini menunjukkan bahwa kemajuan teknologi dan informasi yang tidak bisa dihindari dalam globalisasi membawa dampak perubahan besar dalam sejarah perjalanan umat manusia. Sebab itu, kedewasaan dalam menyikapi perbedaan harus dicarikan jalan keluar demi tetap utuhnya NKRI, demi kebinekaan Indonesia yang tunggal ika.
Sejarah terbentuknya bangsa Indonesia pada dasarnya mengatasi berbagai macam perbedaan, baik perbedaan etnis, budaya, suku, maupun agama dan bahasa. Para founding fathers Indonesia membangun dan menemu-ciptakan bangsa dan negara Indonesia melalui persatuan atas dasar perbedaan.
Pluralitas dan perbedaan yang multikultur tersebut pun akhirnya berhasil direkatkan melalui visi dan tujuan hidup bersama dengan ideologi Pancasila sebagai dasar negara.
Tugas kita semua bangsa Indonesia adalah merawat Indonesia dan kebinekaan yang telah diwariskan oleh founding fathers kita. Melalui momen peringatan HKSN ini, marilah kita semua mengembalikan makna kesetiakawanan sosial yang sesungguhnya, kesetiakawanan yang telah diajarkan oleh para founding fathers Indonesia.
Jangan sampai kesetiakawanan sosial bangsa Indonesia ini dikalahkan oleh globalisasi dan perubahan revolusi digital yang justru menjadi kontraproduktif bagi kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia.
Kesetiakawanan sosial bukanlah setia kepada kawan dengan asal ikut-ikutan, bukan pula untuk pamer saling menghujat antaranak bangsa melalui media sosial dan viral messenger. Kita tidak boleh asal-asalan hanya demi untuk tampil eksis di dunia maya ketika melihat fenomena yang terjadi akhir-akhir ini tanpa memilah kebenarannya, dan tanpa melihat manfaat baik buruknya untuk khalayak umum.
Perlu diingat kembali bahwa bangsa Indonesia dalam meraih kemerdekaan tidak lepas berkat semangat kesetiakawanan sosial yang tinggi. Maka, sejatinya Kesetiakawanan sosial ke depan harus terus direvitalisasi sesuai dengan kondisi aktual perkembangan zaman demi terwujudnya bangsa Indonesia yang kuat dan sejahtera. Semoga bangsa dan negara Indonesia ini dapat terus bersatu dalam bingkai NKRI.
(poe)