Kuba Pasca-Fidel Castro

Selasa, 29 November 2016 - 13:28 WIB
Kuba Pasca-Fidel Castro
Kuba Pasca-Fidel Castro
A A A
Ahmad Dahlan
Pemerhati Masalah Internasional, Tinggal di Havana, Kuba

RAKYAT Kuba terhenyak dan setengah tidak percaya ketika Presiden Raul Castro muncul di televisi dan mengumumkan kematian kakak kandungnya, pemimpin besar revolusi Kuba Fidel Castro Ruz dalam usia 90 tahun pada Jumat 25 November 2016 pukul 10.30 malam waktu setempat. Rakyat Kuba berduka dengan meninggalnya tokoh yang telah menentukan corak kehidupan mereka selama hampir 60 tahun terakhir.

Mereka umumnya menangis ketika mendengar pengumuman meninggalnya Fidel dan mengikuti terus pemberitaan dan tayangan di televisi tentang sejarah perjuangan dan sepak terjang figur yang sangat mereka cintai tersebut dari masa muda hingga sekarang.

Meski sudah lama diantisipasi, tetap saja kepergian Fidel meninggalkan perasaan duka yang mendalam. Fidel Castro meninggal setelah menjalani masa perawatan dari penyakit yang sudah lama diderita sehingga mengharuskannya untuk menyerahkan jabatan sebagai presiden Kuba kepada adiknya, Raul Castro, pada 2008. Bagi sebagian besar rakyat Kuba, Fidel bukan saja pemimpin, namun juga dianggap sebagai bapak bangsa dan tokoh pembebasan yang menjadi figur sentral dalam pola berpikir dan cara hidup mereka.

Ucapan simpati dan dukacita berdatangan dari luar negeri. Dari Amerika Serikat, Presiden Obama dan mantan Presiden Jimmy Carter menyatakan duka citanya dan mengungkapkan kenangan indahnya ketika mereka berkunjung ke Kuba. Namun, Presiden terpilih Donald Trump menyatakan dalam Tweeter dengan kalimat singkat yang dianggap sinis, "Fidal Castro death..! " .

Selanjutnya reaksi dari komunitas pelarian Kuba (Cuban Exile) di Florida, terutama di Kota Miami, terlihat bersorak gembira merayakan pengumuman meninggalnya Fidel Castro yang dianggap sebagai tokoh diktator yang telah menekan dan menginjak-injak hak asasi rakyat Kuba selama 50 tahun lebih.

Fidel muncul sebagai tokoh yang sangat disegani dan dihormati baik oleh kawan maupun lawan politiknya. Di dunia internasional, Fidel dipandang sebagai simbol terpenting perlawanan kaum tertindas dari penjajahan.

Hingga menjelang akhir hayatnya, Fidel secara konsisten menyuarakan perlawanan terhadap upaya kekuatan asing (Amerika Serikat) dalam menggerus hasil-hasil yang sudah mulai tampak dari revolusi sosialisme di Kuba, yang telah dikobarkannya sejak 1959.

Terakhir ketika Presiden Barrack Obama berkunjung ke Havana dan berjabatan tangan dengan Presiden Raul Castro pada Maret 2016. Fidel dengan tegas memprotes lewat tulisannya di harian Granma ".. kami tidak butuh hadiah dari sebuah kekaisaran...!"

Proses normalisasi hubungan antara Kuba dan AS berjalan lambat. Meski secara resmi telah membuka kantor kedutaan di masing-masing ibu kota, normalisasi itu tidak semulus yang dibayangkan.

Kompleksitas masalah terkait kompensasi pembayaran ganti rugi atas nasionalisasi aset-aset Amerika oleh Kuba dan dampak embargo ekonomi oleh AS terhadap Kuba selama 50 tahun lebih membuat dua negara harus melalui perundingan yang alot dan rumit. Keduanya harus menyelesaikan satu per satu benang kusut permasalahan yang tumbuh sejak permusuhan dua negara pascakemenangan revolusi Kuba dan terusirnya rezim Batista yang didukung AS pada 1959.

Banyak yang percaya lambatnya proses normalisasi karena Pemerintah Kuba masih menghormati keberadaan Fidel sebagai tokoh pencetus revolusi. Dengan begitu, saat Fidel mangkat proses normalisasi tersebut akan berjalan lebih lancar.

Meski demikian, saat ini tampaknya proses normalisasi hubungan AS-Kuba akan makin tidak pasti seiring kemenangan Donald Trump dalam pemilu sebagai presiden AS mendatang. Trump dalam berbagai pernyataannya menyatakan ketidaksetujuan atas kesepakatan-kesepakatan yang dibuat Presiden Obama dalam rangka normalisasi hubungan AS-Kuba.

Sementara itu, Kuba juga menyatakan ketidaksenangannya dengan terpilihnya Trump sebagai presiden AS. Seminggu kemudian pascapengumuman kemenangan Trump, Pemerintah Kuba menggelar latihan militer besar-besaran di seluruh kota dan provinsi dengan melibatkan seluruh potensi rakyat dan angkatan perangnya, satu kegiatan yang hanya sesekali dilakukan Pemerintah Kuba manakala dipandang ada krisis yang berpotensi ancaman dari AS terhadap Kuba.

Berakhirnya Sebuah Era?
Kepergian Fidel juga menandai berakhirnya sebuah era yang telah berlangsung selama 50 tahun terakhir di Kuba. Era itu ditandai dengan sebuah keyakinan akan terus berlanjutnya revolusi atau eksperimen revolusi? Yaitu, pembentukan masyarakat komunis Kuba.

Sebuah utopia yang diidamkan Fidel ketika bersama-bersama Che Guevara mengumandangkan dimulainya babak baru sejarah, revolusi rakyat Kuba, pada awal 1959 di Plaza Revolusi Kota Havana pascatergulingnya Presiden Fulgencio Batista yang kemudian melarikan diri ke AS lewat laut menyeberangi selat Florida.

Rakyat mengelu-elukan Fidel dan menyambut datangnya pahlawan baru yang mereka lihat sangat patriotis, heroik, lengkap dengan simbol-simbol kepahlawanan, baju militer, dan topi warna hijau tua khas Fidel. Dengan berapi-api Fidel berpidato membakar semangat rakyat Kuba untuk bangkit dan berdiri di atas kaki sendiri.

Selanjutnya Fidel melakukan hal yang tidak pernah dibayangkan oleh AS dan negara-negara sekutunya saat itu, Fidel menasionalisasi semua aset dan properti milik AS untuk kemudian secara gratis dibagi-bagikan ke rakyat Kuba.

AS kemudian membalas dengan berbagai cara, mulai dari penerapan embargo, penyerangan langsung atau melalui operasi tertutup (klandestine), hingga upaya pembunuhan Fidel. Selama hidupnya tercatat ada lebih dari seratus kali upaya pembunuhan Fidel dilakukan.

Namun, hingga terjadi 10 kali pergantian presiden AS dari Kennedy sampai Barrack Obama, Fidel tetap selamat dan penerapan embargo yang sudah berjalan hampir enam dekade juga tidak mampu menggoyang posisi Fidel di Kuba.

Rakyat terbelah menjadi dua. Ada yang membenci dan melakukan perlawanan baik secara berkelompok maupun sendiri-sendiri dengan dukungan AS umumnya mereka bergerilya dari Miami, Florida, namun ternyata di Kuba sendiri rakyat terlihat begitu mencintai Fidel.

Terbukti ketika Kuba sedang mengalami krisis parah di bidang ekonomi pascaambruknya Uni Soviet dan Gorbachev memutuskan tidak memberikan subsidi lagi ke Kuba. Kasus itu membuat Kuba makin terpuruk mengalami kesulitan pasokan makanan. Di tengah hebatnya penerapan embargo AS, Fidel mencanangkan dimulainya "periode spesial" di mana dia meminta rakyat untuk bersabar dan lebih mengencangkan ikat pinggang.

Maka itu, terjadilah gejolak di mana-mana. Hingga pada suatu siang di pertengahan Mei 1989 terjadilah demonstrasi besar rakyat Kuba di Kota Havana yang menuntut agar Fidel turun. Ratusan di antara mereka berteriak-teriak sambil membawa tulisan agar Fidel segera lengser sebagai orang yang dianggap penyebab terjadi krisis pangan dan sandang di Kuba.

Saat itu saksi mata melihat demonstrasi berlangsung makin panas dan jumlah masa yang ikut semakin banyak, diperkirakan hingga malam bakal bergabung semua warga Havana untuk ikut berdemonstrasi. Namun, tiba-tiba di tengah kerumunan entah dari mana, Fidel Castro muncul dan menyapa warga yang sedang unjuk rasa tersebut.

Ajaib, warga yang tadinya tampak marah dan beringas meminta Fidel segera lengser berbalik malah berebutan memeluk dan bersalaman dengan orang yang telah membuat Kuba di embargo AS tersebut. Di situ Fidel kelihatan dan menampakkan karismanya sehingga bisa bertahan sebagai orang nomor satu di Kuba selama hampir setengah abad.

Kepergian Fidel juga bisa dilihat sebagai peluang untuk elite Kuba saat ini guna menata kembali arah pembangunan negeri yang terkenal sebagai penghasil cerutu nomor satu di dunia tersebut.

Paling tidak hambatan rasa "sungkan" untuk bergerak maju mengeliminasi atau memodifikasi semua undang-undang dan produk hukum warisan Fidel yang dinilai menjadi penghambat transformasi Kuba menjadi negara yang "normal" sudah tidak ada lagi.

Raul Castro berulang menyatakan dalam pidatonya bahwa Kuba sedang berubah. Namun, seberapa cepat perubahan itu terjadi hanya rakyat Kuba sendiri yang akan menentukan. Kuba tidak mau berubah terlalu cepat atau terlalu lambat, semua akan berjalan dengan wajar sesuai kebutuhan. Saat ini dunia sedang menunggu dengan penuh perhatian ke mana Kuba akan melangkah pascakematian Fidel.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7302 seconds (0.1#10.140)