Indahnya Indonesia
A
A
A
Komaruddin Hidayat
Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
@komar_hidayat
ADA sebuah cerita, tinggallah sebuah keluarga besar di rumah yang kecil sehingga mereka merasa sempit, kurang nyaman ketika semuanya tidur malam hari. Untuk memperluas bangunan, biaya tidak punya. Maka mereka terpaksa menerima kondisi rumah seadanya meskipun hati merasa kecewa.
Merasa tidak tahan, sang ayah datang ke Pak Lurah menyampaikan keluhannya dan minta saran karena keluarga itu mulai uring-uringan akibat merasa sumpek. Pak Lurah pun menyanggupi memberi solusi asal mau menaati nasihatnya. Sang ayah pun mengangguk.
Lalu Pak Lurah bertanya, ”Apakah kamu punya kambing?”
“Punya,” dia memberi jawaban.
”Apakah punya ayam?”
“Punya,” jawabnya.
”Berapa kambing dan ayammu?”
“Empat ekor kambing dan lima ekor ayam,” jawab si ayah.
"Bagus," kata Pak Lurah. "Mulai malam ini selama seminggu kambing dan ayammu mesti kamu masukkan rumah agar mereka tidur bersama keluargamu. Sekian dulu nasihatku, minggu depan kamu ke sini lagi. Kalau malam hari aku mau kontrol," tegas Pak Lurah penuh wibawa.
Sang ayah pun pulang, menceritakan nasihat Pak Lurah yang mesti ditaati. Maka mulai malam itu setiap malam empat ekor kambing dan lima ekor ayam ikut tidur di dalam rumah yang kecil itu sehingga suasana semakin terasa sempit dan sesak. Anak-anaknya sulit tidur karena terganggu kambing dan ayam. Mereka menganggap nasihat Pak Lurah itu konyol dan tambah menyiksa, bukannya malah membuat enak.
Mereka kesal terhadap Pak Lurah, tapi takut melawan. Dengan terpaksa mereka melaksanakan perintahnya. Mereka menghitung malam dan hari, kapan siksaan ini akan berakhir. Waktu seminggu dirasakannya lama sekali, kapan terbebas dari tidur bersama kambing dan ayam di rumah kandang yang sempit itu.
Setelah seminggu berlalu, selanjutnya kambing dan ayam itu tidak lagi tidur bareng-bareng. Lalu sang ayah menghadap Pak Lurah sesuai janjinya. "Ada cerita apa dengan keluargamu," tanya Pak Lurah.
Sang ayah pun menjawab, ”Alhamdulillah. Kami serasa lebaran. Selama seminggu kami tersiksa sekali setiap mau tidur. Kondisi rumah yang sudah sempit menjadi semakin sempit, ditambah lagi bau kotoran kambing dan ayam. Tapi mulai tadi malam rumah kami terasa lapang dan nyaman setelah kambing dan ayam tak lagi tidur di dalam rumah.”
"Jadi, ternyata, yang mengubah rumahmu menjadi lapang itu adalah mindset. Cara pandang. Salah satunya adalah pandai mensyukuri anugerah yang sudah di tangan. Tidak mesti secara fisik rumahmu diperbesar, melainkan hati dan pikiranmu yang mesti dibuat lapang," kata Pak Lurah sambil mengulurkan hadiah uang sebagai penghargaan atas kesabaran sang ayah.
Cerita di atas saya analogikan dengan kondisi Indonesia. Kadang kala saya dan mungkin juga Anda merasa sumpek, sesak, dan bising tinggal di Indonesia. Ingin rasanya pindah membayangkan kehidupan negara lain yang lebih damai dan nyaman. Tapi ketika jalan-jalan dan tinggal di negeri orang, betapa hati ingin segera pulang ke Indonesia.
Pengalaman yang paling kontras adalah ketika jalan-jalan ke Timur Tengah atau India. Di Arab Saudi, misalnya, cuaca panas, gersang. Langka pepohonan. Orang beraktivitas dari ruang ke ruang untuk menghindari sengatan panas matahari.
Ke luar kota bukannya ketemu sawah dan hutan, tetapi padang pasir dan unta. Orang memelihara pohon layaknya memelihara ternak yang memerlukan perawatan. Sangat jauh dari negeriku Indonesia yang serbahijau. Kalau saja tak ada kewajiban berhaji, tidak cukup menarik orang datang ke sana untuk berwisata.
Begitu pun ketika jalan-jalan ke India, ke Calcutta (Kolkata) misalnya, betapa kumuh kotanya, kotor, lalu lintas semrawut, banyak orang miskin. Sungguh tidak seindah yang digambarkan dalam film India. Sampai-sampai ada guyonan, jika Anda terlahir sebagai seekor sapi di India, nasib Anda akan lebih mulia daripada terlahir sebagai manusia. Lagi-lagi, ketika jalan-jalan di India, terbayang betapa indahnya negeriku Indonesia.
Demikianlah, kita perlu menjaga mindset yang sehat. Konstruktif dan produktif. Pandai-pandai mensyukuri anugerah Tuhan berupa hamparan alam yang sedemikian hijau, indah, dan kaya. Juga kekayaan budayanya yang sangat beragam. Kita syukuri kebinekaan ini sebagai anugerah Ilahi. Makanya sekali-sekali perlu juga Anda jalan-jalan ke India, ke kota-kota pelosoknya.
Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
@komar_hidayat
ADA sebuah cerita, tinggallah sebuah keluarga besar di rumah yang kecil sehingga mereka merasa sempit, kurang nyaman ketika semuanya tidur malam hari. Untuk memperluas bangunan, biaya tidak punya. Maka mereka terpaksa menerima kondisi rumah seadanya meskipun hati merasa kecewa.
Merasa tidak tahan, sang ayah datang ke Pak Lurah menyampaikan keluhannya dan minta saran karena keluarga itu mulai uring-uringan akibat merasa sumpek. Pak Lurah pun menyanggupi memberi solusi asal mau menaati nasihatnya. Sang ayah pun mengangguk.
Lalu Pak Lurah bertanya, ”Apakah kamu punya kambing?”
“Punya,” dia memberi jawaban.
”Apakah punya ayam?”
“Punya,” jawabnya.
”Berapa kambing dan ayammu?”
“Empat ekor kambing dan lima ekor ayam,” jawab si ayah.
"Bagus," kata Pak Lurah. "Mulai malam ini selama seminggu kambing dan ayammu mesti kamu masukkan rumah agar mereka tidur bersama keluargamu. Sekian dulu nasihatku, minggu depan kamu ke sini lagi. Kalau malam hari aku mau kontrol," tegas Pak Lurah penuh wibawa.
Sang ayah pun pulang, menceritakan nasihat Pak Lurah yang mesti ditaati. Maka mulai malam itu setiap malam empat ekor kambing dan lima ekor ayam ikut tidur di dalam rumah yang kecil itu sehingga suasana semakin terasa sempit dan sesak. Anak-anaknya sulit tidur karena terganggu kambing dan ayam. Mereka menganggap nasihat Pak Lurah itu konyol dan tambah menyiksa, bukannya malah membuat enak.
Mereka kesal terhadap Pak Lurah, tapi takut melawan. Dengan terpaksa mereka melaksanakan perintahnya. Mereka menghitung malam dan hari, kapan siksaan ini akan berakhir. Waktu seminggu dirasakannya lama sekali, kapan terbebas dari tidur bersama kambing dan ayam di rumah kandang yang sempit itu.
Setelah seminggu berlalu, selanjutnya kambing dan ayam itu tidak lagi tidur bareng-bareng. Lalu sang ayah menghadap Pak Lurah sesuai janjinya. "Ada cerita apa dengan keluargamu," tanya Pak Lurah.
Sang ayah pun menjawab, ”Alhamdulillah. Kami serasa lebaran. Selama seminggu kami tersiksa sekali setiap mau tidur. Kondisi rumah yang sudah sempit menjadi semakin sempit, ditambah lagi bau kotoran kambing dan ayam. Tapi mulai tadi malam rumah kami terasa lapang dan nyaman setelah kambing dan ayam tak lagi tidur di dalam rumah.”
"Jadi, ternyata, yang mengubah rumahmu menjadi lapang itu adalah mindset. Cara pandang. Salah satunya adalah pandai mensyukuri anugerah yang sudah di tangan. Tidak mesti secara fisik rumahmu diperbesar, melainkan hati dan pikiranmu yang mesti dibuat lapang," kata Pak Lurah sambil mengulurkan hadiah uang sebagai penghargaan atas kesabaran sang ayah.
Cerita di atas saya analogikan dengan kondisi Indonesia. Kadang kala saya dan mungkin juga Anda merasa sumpek, sesak, dan bising tinggal di Indonesia. Ingin rasanya pindah membayangkan kehidupan negara lain yang lebih damai dan nyaman. Tapi ketika jalan-jalan dan tinggal di negeri orang, betapa hati ingin segera pulang ke Indonesia.
Pengalaman yang paling kontras adalah ketika jalan-jalan ke Timur Tengah atau India. Di Arab Saudi, misalnya, cuaca panas, gersang. Langka pepohonan. Orang beraktivitas dari ruang ke ruang untuk menghindari sengatan panas matahari.
Ke luar kota bukannya ketemu sawah dan hutan, tetapi padang pasir dan unta. Orang memelihara pohon layaknya memelihara ternak yang memerlukan perawatan. Sangat jauh dari negeriku Indonesia yang serbahijau. Kalau saja tak ada kewajiban berhaji, tidak cukup menarik orang datang ke sana untuk berwisata.
Begitu pun ketika jalan-jalan ke India, ke Calcutta (Kolkata) misalnya, betapa kumuh kotanya, kotor, lalu lintas semrawut, banyak orang miskin. Sungguh tidak seindah yang digambarkan dalam film India. Sampai-sampai ada guyonan, jika Anda terlahir sebagai seekor sapi di India, nasib Anda akan lebih mulia daripada terlahir sebagai manusia. Lagi-lagi, ketika jalan-jalan di India, terbayang betapa indahnya negeriku Indonesia.
Demikianlah, kita perlu menjaga mindset yang sehat. Konstruktif dan produktif. Pandai-pandai mensyukuri anugerah Tuhan berupa hamparan alam yang sedemikian hijau, indah, dan kaya. Juga kekayaan budayanya yang sangat beragam. Kita syukuri kebinekaan ini sebagai anugerah Ilahi. Makanya sekali-sekali perlu juga Anda jalan-jalan ke India, ke kota-kota pelosoknya.
(poe)