Kemesraan Arab-China
A
A
A
Sururi Alfaruq
CEO KORAN SINDO
Membahas Arab Saudi-China, dalam konteks dialektika sepertinya tidak ketemu, karena dianggap dua kutub yang berbeda. Masih dalam konteks awam pula, bicara Arab-Barat juga sepertinya tidak ketemu karena sama-sama dianggap dua kutub yang berbeda. Tetapi dalam realitas politik, ekonomi sampai kenegaraan, bicara Arab-China sekarang bisa dianggap sedang mesra-mesranya.
Hubungan kedua negara sudah menyatu dalam simbiosis mutualisme. Apa yang terjadi di negara Arab saat ini, tentu di luar dugaan kita. Karena ternyata Arab dan China sudah melebur dalam persaudaraan yang sangat dekat. Hal ini bisa dilihat dari produk China yang sudah membanjiri Arab. Mulai dari akik yang sempat bikin heboh Indonesia, kini juga akik made in China membanjiri Arab. Padahal raw material berupa batu-batuan, Arab melimpah.
Selain itu, berbagai jenis produk yang menjadi serbuan jamaah Indonesia yang sedang beribadah haji atau umrah di Mekkah dan Madinah, mulai sandal, sabuk, kerudung, baju, kopiah, dan ratusan produk lainnya semua made in China. Di dalam Masjidilharam, kursi yang dipakai salat bagi orang tua yang sudah tidak kuat berdiri, sampai pagar-pagar pembatas bagi jamaah yang beribadah juga buatan China. Orang-orang Indonesia merasa bangga membeli oleh-oleh dari Mekkah dan Madinah seperti barang istimewa karena dari Arab. Tapi coba dilihat labelnya: made in China. Hebat bukan!
Pekerja dari China terutama di sektor perdagangan juga sudah masuk Arab. China Daily, media besar negeri Tirai Bambu ini juga sudah masuk Arab dengan menjadi section khusus di koran Mekkah. Berita-berita dari perkembangan China bisa dibaca melalui media di Arab. Hubungan kedua pemerintahan juga sedang mesra-mesranya, ini ditandai dengan ditandatanganinya 15 perjanjian di berbagai sektor mulai energi untuk housing, dan perdagangan yang dilakukan Deputi Putra Mahkota Kerajaan Arab Mohammed bin Salman dan wakil dari pejabat China Zang Gaoli.
Memang hubungan kedua negara ini sempat tidak harmonis karena Arab seperti sudah "dipangku" oleh Barat, karena haluan politik ekonomi bahkan sistem persenjataan Arab dikendalikan Barat. Namun, kini Arab mampu digoda oleh China dengan kerja sama di bidang ekonomi yang low cost dan tentu akan berkembang ke sistem kerja sama di berbagai sektor yang lain.
Memang China sangat agresif untuk menguasai dunia. Sehingga pemerintah China pun membuat target tahunan untuk bisa mengakuisisi 500 perusahaan dunia. Untuk tahun ini, akuisisi yang dilakukan perusahaan-perusahaan China melebihi target tahunan hingga mencapai 1.700 perusahaan di dunia, termasuk salah satunya perusahaan yang populer adalah klub bola Inter Milan asal Italia.
Gencarnya China memengaruhi dunia, termasuk negara Arab ini, tentu harus menjadi pelajaran bagi Indonesia. Mengapa Indonesia yang menjadi penyumbang devisa terbesar untuk jamaah umrah dan haji, dan juga dikenal sebagai jamaah yang tingkat belanjanya paling royal di dunia, tidak dimanfaatkan pemerintah Indonesia untuk memiliki akses yang kuat dengan arab? Akses ini diperlukan dalam memberi ruang yang luas bagi pengusaha Indonesia untuk berinvestasi di Arab dan juga berbagai fasilitas kemudahan bagi jamaah Indonesia. Sebab, sampai sekarang jamaah Indonesia masih banyak menghadapi persoalan pelayanan, apakah di tingkat imigrasi, kuliner dan urusan ibadah.
Tentu jamaah atau yang sudah sering keluar masuk Mekkah tahu bahwa pelayanan imigrasi termasuk yang banyak dikeluhkan. Karena para petugas imigrasi seperti tidak terlalu peduli dengan sistem pelayanan yang baik. Maka, untuk jamaah Indonesia, sebelum berangkat ke Mekkah selalu mendapat nasihat pertama; ikhlas dan sabar. Hal ini lebih difokuskan saat menghadapi pelayanan imigrasi.
Untuk fasilitas kuliner, hal ini perlu diangkat sebagai isu penting karena banyaknya jamaah Indonesia yang mendominasi di Mekkah seharusnya bisa mudah mendapatkan warung dengan masakan Indonesia. Namun yang diperoleh adalah warung Malaysia, Turki, dan restoran-restoran cepat saji dari Barat.
Ini bukan hal sepele, tetapi menjadi strategis karena keberadaan warung ini bukan hanya mempermudah jamaah Indonesia untuk mendapatkan menu masakan Indonesia ala kampung, tetapi ini terkait diplomasi budaya Indonesia yang harus menyublim kuat ke seluruh jamaah dari berbagai belahan dunia. The national pride of being Indonesian bertambah kuat bagi jamaah dari Tanah Air.
Untuk diplomasi kuliner ini, Indonesia harus menjadikan sebagai isu strategis bagi pemerintah karena persoalan ini menjadi silent movement yang agresif bagi negara lain seperti China, Korea, Jepang, Malaysia, dan Thailand serta negara-negara barat. Coba lihat di setiap tempat, jamaah Indonesia, mereka lebih menjadi konsumen untuk produk negara lain. Padahal kurang apa kuliner Indonesia? Kurang apa garmen Indonesia? Produksi garmen Indonesia yang melimpah sesungguhnya bisa memenuhi kebutuhan jamaah di Mekkah.
Industri tekstil kita termasuk nomor tiga yang terbesar di dunia. Tapi, lagi-lagi Indonesia sepertinya lebih senang menjadi penonton dan tukang gunjing kesuksesan negara lain. Padahal, secara batiniah seharusnya Indonesia memiliki hubungan G to G yang lebih baik dengan Arab. Sehingga Indonesia bisa memanfaatkan sistem hubungan perdagangan kedua negara dan kerja sama di banyak sektor industri dengan lebih produktif.
Semoga pemerintah Indonesia bisa menangkap peluang ekonomi yang besar di Arab untuk kepentingan the national pride of being Indonesian.
CEO KORAN SINDO
Membahas Arab Saudi-China, dalam konteks dialektika sepertinya tidak ketemu, karena dianggap dua kutub yang berbeda. Masih dalam konteks awam pula, bicara Arab-Barat juga sepertinya tidak ketemu karena sama-sama dianggap dua kutub yang berbeda. Tetapi dalam realitas politik, ekonomi sampai kenegaraan, bicara Arab-China sekarang bisa dianggap sedang mesra-mesranya.
Hubungan kedua negara sudah menyatu dalam simbiosis mutualisme. Apa yang terjadi di negara Arab saat ini, tentu di luar dugaan kita. Karena ternyata Arab dan China sudah melebur dalam persaudaraan yang sangat dekat. Hal ini bisa dilihat dari produk China yang sudah membanjiri Arab. Mulai dari akik yang sempat bikin heboh Indonesia, kini juga akik made in China membanjiri Arab. Padahal raw material berupa batu-batuan, Arab melimpah.
Selain itu, berbagai jenis produk yang menjadi serbuan jamaah Indonesia yang sedang beribadah haji atau umrah di Mekkah dan Madinah, mulai sandal, sabuk, kerudung, baju, kopiah, dan ratusan produk lainnya semua made in China. Di dalam Masjidilharam, kursi yang dipakai salat bagi orang tua yang sudah tidak kuat berdiri, sampai pagar-pagar pembatas bagi jamaah yang beribadah juga buatan China. Orang-orang Indonesia merasa bangga membeli oleh-oleh dari Mekkah dan Madinah seperti barang istimewa karena dari Arab. Tapi coba dilihat labelnya: made in China. Hebat bukan!
Pekerja dari China terutama di sektor perdagangan juga sudah masuk Arab. China Daily, media besar negeri Tirai Bambu ini juga sudah masuk Arab dengan menjadi section khusus di koran Mekkah. Berita-berita dari perkembangan China bisa dibaca melalui media di Arab. Hubungan kedua pemerintahan juga sedang mesra-mesranya, ini ditandai dengan ditandatanganinya 15 perjanjian di berbagai sektor mulai energi untuk housing, dan perdagangan yang dilakukan Deputi Putra Mahkota Kerajaan Arab Mohammed bin Salman dan wakil dari pejabat China Zang Gaoli.
Memang hubungan kedua negara ini sempat tidak harmonis karena Arab seperti sudah "dipangku" oleh Barat, karena haluan politik ekonomi bahkan sistem persenjataan Arab dikendalikan Barat. Namun, kini Arab mampu digoda oleh China dengan kerja sama di bidang ekonomi yang low cost dan tentu akan berkembang ke sistem kerja sama di berbagai sektor yang lain.
Memang China sangat agresif untuk menguasai dunia. Sehingga pemerintah China pun membuat target tahunan untuk bisa mengakuisisi 500 perusahaan dunia. Untuk tahun ini, akuisisi yang dilakukan perusahaan-perusahaan China melebihi target tahunan hingga mencapai 1.700 perusahaan di dunia, termasuk salah satunya perusahaan yang populer adalah klub bola Inter Milan asal Italia.
Gencarnya China memengaruhi dunia, termasuk negara Arab ini, tentu harus menjadi pelajaran bagi Indonesia. Mengapa Indonesia yang menjadi penyumbang devisa terbesar untuk jamaah umrah dan haji, dan juga dikenal sebagai jamaah yang tingkat belanjanya paling royal di dunia, tidak dimanfaatkan pemerintah Indonesia untuk memiliki akses yang kuat dengan arab? Akses ini diperlukan dalam memberi ruang yang luas bagi pengusaha Indonesia untuk berinvestasi di Arab dan juga berbagai fasilitas kemudahan bagi jamaah Indonesia. Sebab, sampai sekarang jamaah Indonesia masih banyak menghadapi persoalan pelayanan, apakah di tingkat imigrasi, kuliner dan urusan ibadah.
Tentu jamaah atau yang sudah sering keluar masuk Mekkah tahu bahwa pelayanan imigrasi termasuk yang banyak dikeluhkan. Karena para petugas imigrasi seperti tidak terlalu peduli dengan sistem pelayanan yang baik. Maka, untuk jamaah Indonesia, sebelum berangkat ke Mekkah selalu mendapat nasihat pertama; ikhlas dan sabar. Hal ini lebih difokuskan saat menghadapi pelayanan imigrasi.
Untuk fasilitas kuliner, hal ini perlu diangkat sebagai isu penting karena banyaknya jamaah Indonesia yang mendominasi di Mekkah seharusnya bisa mudah mendapatkan warung dengan masakan Indonesia. Namun yang diperoleh adalah warung Malaysia, Turki, dan restoran-restoran cepat saji dari Barat.
Ini bukan hal sepele, tetapi menjadi strategis karena keberadaan warung ini bukan hanya mempermudah jamaah Indonesia untuk mendapatkan menu masakan Indonesia ala kampung, tetapi ini terkait diplomasi budaya Indonesia yang harus menyublim kuat ke seluruh jamaah dari berbagai belahan dunia. The national pride of being Indonesian bertambah kuat bagi jamaah dari Tanah Air.
Untuk diplomasi kuliner ini, Indonesia harus menjadikan sebagai isu strategis bagi pemerintah karena persoalan ini menjadi silent movement yang agresif bagi negara lain seperti China, Korea, Jepang, Malaysia, dan Thailand serta negara-negara barat. Coba lihat di setiap tempat, jamaah Indonesia, mereka lebih menjadi konsumen untuk produk negara lain. Padahal kurang apa kuliner Indonesia? Kurang apa garmen Indonesia? Produksi garmen Indonesia yang melimpah sesungguhnya bisa memenuhi kebutuhan jamaah di Mekkah.
Industri tekstil kita termasuk nomor tiga yang terbesar di dunia. Tapi, lagi-lagi Indonesia sepertinya lebih senang menjadi penonton dan tukang gunjing kesuksesan negara lain. Padahal, secara batiniah seharusnya Indonesia memiliki hubungan G to G yang lebih baik dengan Arab. Sehingga Indonesia bisa memanfaatkan sistem hubungan perdagangan kedua negara dan kerja sama di banyak sektor industri dengan lebih produktif.
Semoga pemerintah Indonesia bisa menangkap peluang ekonomi yang besar di Arab untuk kepentingan the national pride of being Indonesian.
(zik)