NPL Perbankan Naik

Selasa, 02 Agustus 2016 - 14:18 WIB
NPL Perbankan Naik
NPL Perbankan Naik
A A A
KREDIT bermasalah industri perbankan meningkat sepanjang semester pertama tahun ini. Rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) meningkat sebesar 0,1% dari 2,9% menjadi 3%. Peningkatan NPL tersebut tetap dalam koridor terkontrol karena telah diantisipasi melalui kecukupan dana atau cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) yang tersedia. Pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengklaim bahwa kredit bermasalah secara nett masih terjaga aman di level 1%. Peningkatan nilai NPL industri perbankan, sebagaimana dipaparkan Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad, dipicu oleh kredit beberapa sektor terutama komoditas seperti batu bara yang harganya terpukul di pasar global.

Meski demikian, pihak OJK menilai tren kenaikan rasio NPL tersebut masih dalam batas yang ditoleransi alias di level yang aman, artinya rasio kredit bermasalah masih di bawah 5%. Peningkatan angka NPL juga tidak terlepas dari penurunan pertumbuhan kredit pada triwulan pertama 2016 sehingga faktor pembagi NPL menurun. Sejumlah bank papan atas mencatatkan kenaikan kredit bermasalah pada kuartal pertama 2016, di antaranya Bank Mandiri yang membukukan kenaikan NPL gross menjadi 2,89% dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 1,81%, sedangkan bank swasta nasional yakni Bank BCA memublikasikan kenaikan NPL mencapai sekitar 1,1% pada kuartal pertama 2016 atau naik sebesar 0,4% dibanding periode yang sama tahun lalu sekitar 0,7%.

Namun, dalam sebulan terakhir ini, OJK mengklaim NPL mulai menunjukkan kecenderungan menurun. Pihak otoritas yang membawahi sektor perbankan tersebut bahkan optimistis angka NPL bisa dikendalikan di bawah 3% untuk periode semester kedua tahun ini. Alasannya, fungsi intermediasi perbankan dalam beberapa bulan terakhir kembali menggeliat. Setidaknya tercermin dari pertumbuhan kredit perbankan yang mulai mengalami kenaikan sejak Mei lalu. Berdasarkan data dari pihak OJK yang dipublikasi belum lama ini terungkap, laju pertumbuhan kredit mencapai 8,34% dan kenaikan dana pihak ketiga sekitar 6,53% secara tahunan. Perkembangan positif kinerja perbankan tersebut sebuah tanda yang baik hingga akhir tahun ini.

Sebelumnya Bank Indonesia (BI) telah merelaksasi ketentuan loan to value (LTV) dan financing to value (FTV) untuk sektor properti guna melancarkan permintaan kredit. Langkah itu ditempuh sebagai upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Kebijakan bank sentral tersebut disambut antusias kalangan bankir. Simak saja pernyataan Direktur Utama Bank BCA Jahja Setiaatmadja yang optimistis bisa mendongkrak penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR) untuk tahun ini. Manajemen bank swasta nasional tersebut optimistis penyaluran KPR bisa tumbuh di atas 10% hingga akhir tahun ini. Setidaknya kebijakan pelonggaran kredit itu bisa menambah realisasi KPR Bank BCA hingga Rp4 triliun.

Bukan hanya industri perbankan yang menyambut positif kebijakan pelonggaran penyaluran kredit, juga dari kalangan pengembang properti. Sejak setahun terakhir ini perkembangan kinerja sektor properti tercatat melorot. Sejumlah proyek properti terutama apartemen dan perkantoran terbengkalai karena sumber pembiayaan melambat. Para pengembang berharap dampak kebijakan pelonggaran kredit tersebut bisa segera dirasakan hingga akhir tahun ini. Artinya, semua pihak mempunyai kepentingan sama yang akhirnya akan berdampak positif dalam memutar roda perekonomian nasional yang sedang bergerak lamban.

Pihak OJK maupun BI semakin optimistis kinerja perbankan pada semester kedua tahun ini bakal kian mengkilap seiring pelaksanaan kebijakan pengampunan pajak. Para wajib pajak yang memulangkan dananya dari luar negeri dipastikan akan memperkuat likuiditas perbankan di dalam negeri. Likuiditas perbankan yang terjaga akan berpengaruh pada pertumbuhan kredit. Pihak bank sentral sudah jauh hari memprediksi bahwa dana repatriasi (pemasukan dana dari luar negeri) sebagai hasil dari kebijakan pengampunan pajak akan mengisi kas perbankan terlebih dahulu baru kemudian mengalir ke saluran dana penerima repatriasi lain. Harapannya, dana tersebut akan berputar di sektor riil terutama untuk mendanai sejumlah proyek infrastruktur yang sudah menjadi prioritas pemerintah.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.2022 seconds (0.1#10.140)