Asap Kebakaran Hutan dan Kesehatan
A
A
A
Hari-hari ini dilaporkan peningkatan kabut asap kebakaran hutan, utamanya di sebagian Sumatera dan Kalimantan.
Pada 1 September 2015 KORAN SINDO halaman lima juga memuat berita bahwa ada 1.438 titik api yang mengepung Sumatera dan Kalimantan. Musim kemarau sudah melanda kita dengan berbagai akibatnya seperti kekeringan, gagal panen, kekurangan air bersih, dan sampai terjadinya kebakaran hutan.
Gangguan Kesehatan
Ada berbagai masalah kesehatan yang dapat terjadi akibat kabut asap kebakaran hutan. Gangguan yang timbul dapat dikelompokkan menjadi tiga hal, yaitu dampak lokal (langsung terkena asap di kulit, hidung, mata dll), dampak sistemik tubuh (penyakit pada organ tubuh lain secara umum) dan dampak tidak langsung seperti kontaminasi pada tanaman dan sumur air, dll.
Kabut asap dapat menyebabkan iritasi lokal/setempat pada selaput lendir di hidung, mulut dan tenggorokan yang memang langsung kena asap kebakaran hutan, serta menyebabkan reaksi alergi, peradangan, dan mungkin juga infeksi. Gangguan serupa juga dapat terjadi di mata dan kulit yang langsung kontak dengan asap kebakaran hutan, menimbulkan keluhan gatal, mata berair, peradangan dan infeksi yang memberat.
Kabut asap dapat pula memperburuk asma dan penyakit paru kronis lain, seperti bronkitis kronis, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), dll. Kemampuan kerja paru menjadi berkurang dan menyebabkan orang mudah lelah dan mengalami kesulitan bernapas. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) jadi lebih mudah terjadi, utamanya karena ketidakseimbangan daya tahan tubuh (host ), pola bakteri/virus dan lain-lain penyebab penyakit (agent) dan buruknya lingkungan (environment ).
Sementara itu, bahan polutan pada asap kebakaran hutan yang jatuh ke permukaan bumi juga mungkin dapat menjadi sumber polutan di sarana air bersih dan makanan yang tidak terlindungi. Kalau kemudian air dan makanan terkontaminasi itu dikonsumsi masyarakat, bukan tidak mungkin terjadi gangguan saluran cerna dan penyakit lainnya. Dapat dikatakan bahwa secara umum berbagai penyakit kronis di berbagai organ tubuh (jantung, hati, ginjal, dll) juga dapat saja memburuk.
Ini terjadi karena dampak langsung kabut asap maupun dampak tidak langsung di mana kabut asap menurunkan daya tahan tubuh dan juga menimbulkan stres. Mereka yang berusia lanjut dan anak-anak (juga mereka yang punya penyakit kronik) dengan daya tahan tubuh rendah akan lebih rentan untuk mendapat gangguan kesehatan.
Upaya Pencegahan
Kebakaran hutan ini tentu perlu diatasi secara menyeluruh, mulai dari pencegahan, tidak membakar hutan untuk mendapatkan lahan kebun, upaya pemadaman kebakaran hutan, rekayasa lingkungan, serta hal mendasar lainnya. Di sisi lain, untuk perlindungan kesehatan ada beberapa hal yang dapat dilakukan masyarakat luas yang terdampak asap kebakaran hutan ini.
Hindari atau kurangi aktivitas di luar rumah/gedung, terutama bagi mereka yang menderita penyakit jantung dan gangguan pernafasan. Hal ini memang tidak terlalu mudah dilakukan, tapi perlu diupayakan maksimal. Upayakan agar polusi di luar tidak masuk ke dalam rumah/sekolah/kantor dan ruang tertutup lainnya. Jika terpaksa harus pergi ke luar rumah/gedung sebaiknya menggunakan masker.
Selalu lakukan perilaku hidup bersih sehat (PHBS), seperti mengonsumsi makan bergizi, tidak merokok, istirahat yang cukup, dll. Bagi mereka yang telah mempunyai gangguan paru-paru dan jantung sebelumnya, mintalah nasihat kepada dokter untuk perlindungan tambahan sesuai kondisi. Segera berobat ke dokter atau sarana pelayanan kesehatan terdekat bila mengalami kesulitan bernapas atau gangguan kesehatan lain.
Lingkungan Hidup
Asap kebakaran hutan memang mempunyai komposisi berbeda dengan asap gunung berapi misalnya, atau asap polusi pabrik dan atau kendaraan bermotor. Asap kebakaran hutan lebih bersifat biomass karena yang terbakar adalah pohonpohonan yang hidup. Memang gangguan kesehatan biasanya baru akan timbul kalau seseorang cukup lama kontak dengan asap kebakaran hutan.
Sejauh ini belum ada peningkatan masalah kese-hatan yang berarti di daerah-daerah yang kini ada asap kebakaran hutannya, tapi kita tentu perlu waspada. Petugas kesehatan di daerahdaerah tentu sudah siap untuk antisipasi kemungkinan gangguan kesehatan yang ada.
Di sisi lain, kejadian kebakaran hutan yang berulang setiap tahun pada daerah yang sama bukan tidak mungkin akan menimbulkan dampak kronik pula, walau hal ini tentu perlu diteliti lebih lanjut. Juga, keadaan kebakaran hutan dimusim panas berkepanjangan seperti sekarang ini juga punya dampak kesehatan lain, seperti keterbatasan persediaan air, gagal panen yang mungkin mengancam ketersediaan pangan dan kemungkinan gangguan kesehatan akibat cuaca yang panas.
Perubahan cuaca berlebihan dan musim kering berkepanjangan tentu punya dampak buruk bagi kehidupan. Harus pula disadari bahwa climate change tidak sepenuhnya terjadi akibat alamiah semata, tapi juga banyak akibat ulah manusia. Salah satu kunci utamanya adalah marilah kita selalu bersahabat dengan lingkungan serta menjaga kelestarian lingkungan hidup, demi kebahagiaan hidup umat manusia.
PROF DR TJANDRA YOGA ADITAMA
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan RI
Pada 1 September 2015 KORAN SINDO halaman lima juga memuat berita bahwa ada 1.438 titik api yang mengepung Sumatera dan Kalimantan. Musim kemarau sudah melanda kita dengan berbagai akibatnya seperti kekeringan, gagal panen, kekurangan air bersih, dan sampai terjadinya kebakaran hutan.
Gangguan Kesehatan
Ada berbagai masalah kesehatan yang dapat terjadi akibat kabut asap kebakaran hutan. Gangguan yang timbul dapat dikelompokkan menjadi tiga hal, yaitu dampak lokal (langsung terkena asap di kulit, hidung, mata dll), dampak sistemik tubuh (penyakit pada organ tubuh lain secara umum) dan dampak tidak langsung seperti kontaminasi pada tanaman dan sumur air, dll.
Kabut asap dapat menyebabkan iritasi lokal/setempat pada selaput lendir di hidung, mulut dan tenggorokan yang memang langsung kena asap kebakaran hutan, serta menyebabkan reaksi alergi, peradangan, dan mungkin juga infeksi. Gangguan serupa juga dapat terjadi di mata dan kulit yang langsung kontak dengan asap kebakaran hutan, menimbulkan keluhan gatal, mata berair, peradangan dan infeksi yang memberat.
Kabut asap dapat pula memperburuk asma dan penyakit paru kronis lain, seperti bronkitis kronis, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), dll. Kemampuan kerja paru menjadi berkurang dan menyebabkan orang mudah lelah dan mengalami kesulitan bernapas. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) jadi lebih mudah terjadi, utamanya karena ketidakseimbangan daya tahan tubuh (host ), pola bakteri/virus dan lain-lain penyebab penyakit (agent) dan buruknya lingkungan (environment ).
Sementara itu, bahan polutan pada asap kebakaran hutan yang jatuh ke permukaan bumi juga mungkin dapat menjadi sumber polutan di sarana air bersih dan makanan yang tidak terlindungi. Kalau kemudian air dan makanan terkontaminasi itu dikonsumsi masyarakat, bukan tidak mungkin terjadi gangguan saluran cerna dan penyakit lainnya. Dapat dikatakan bahwa secara umum berbagai penyakit kronis di berbagai organ tubuh (jantung, hati, ginjal, dll) juga dapat saja memburuk.
Ini terjadi karena dampak langsung kabut asap maupun dampak tidak langsung di mana kabut asap menurunkan daya tahan tubuh dan juga menimbulkan stres. Mereka yang berusia lanjut dan anak-anak (juga mereka yang punya penyakit kronik) dengan daya tahan tubuh rendah akan lebih rentan untuk mendapat gangguan kesehatan.
Upaya Pencegahan
Kebakaran hutan ini tentu perlu diatasi secara menyeluruh, mulai dari pencegahan, tidak membakar hutan untuk mendapatkan lahan kebun, upaya pemadaman kebakaran hutan, rekayasa lingkungan, serta hal mendasar lainnya. Di sisi lain, untuk perlindungan kesehatan ada beberapa hal yang dapat dilakukan masyarakat luas yang terdampak asap kebakaran hutan ini.
Hindari atau kurangi aktivitas di luar rumah/gedung, terutama bagi mereka yang menderita penyakit jantung dan gangguan pernafasan. Hal ini memang tidak terlalu mudah dilakukan, tapi perlu diupayakan maksimal. Upayakan agar polusi di luar tidak masuk ke dalam rumah/sekolah/kantor dan ruang tertutup lainnya. Jika terpaksa harus pergi ke luar rumah/gedung sebaiknya menggunakan masker.
Selalu lakukan perilaku hidup bersih sehat (PHBS), seperti mengonsumsi makan bergizi, tidak merokok, istirahat yang cukup, dll. Bagi mereka yang telah mempunyai gangguan paru-paru dan jantung sebelumnya, mintalah nasihat kepada dokter untuk perlindungan tambahan sesuai kondisi. Segera berobat ke dokter atau sarana pelayanan kesehatan terdekat bila mengalami kesulitan bernapas atau gangguan kesehatan lain.
Lingkungan Hidup
Asap kebakaran hutan memang mempunyai komposisi berbeda dengan asap gunung berapi misalnya, atau asap polusi pabrik dan atau kendaraan bermotor. Asap kebakaran hutan lebih bersifat biomass karena yang terbakar adalah pohonpohonan yang hidup. Memang gangguan kesehatan biasanya baru akan timbul kalau seseorang cukup lama kontak dengan asap kebakaran hutan.
Sejauh ini belum ada peningkatan masalah kese-hatan yang berarti di daerah-daerah yang kini ada asap kebakaran hutannya, tapi kita tentu perlu waspada. Petugas kesehatan di daerahdaerah tentu sudah siap untuk antisipasi kemungkinan gangguan kesehatan yang ada.
Di sisi lain, kejadian kebakaran hutan yang berulang setiap tahun pada daerah yang sama bukan tidak mungkin akan menimbulkan dampak kronik pula, walau hal ini tentu perlu diteliti lebih lanjut. Juga, keadaan kebakaran hutan dimusim panas berkepanjangan seperti sekarang ini juga punya dampak kesehatan lain, seperti keterbatasan persediaan air, gagal panen yang mungkin mengancam ketersediaan pangan dan kemungkinan gangguan kesehatan akibat cuaca yang panas.
Perubahan cuaca berlebihan dan musim kering berkepanjangan tentu punya dampak buruk bagi kehidupan. Harus pula disadari bahwa climate change tidak sepenuhnya terjadi akibat alamiah semata, tapi juga banyak akibat ulah manusia. Salah satu kunci utamanya adalah marilah kita selalu bersahabat dengan lingkungan serta menjaga kelestarian lingkungan hidup, demi kebahagiaan hidup umat manusia.
PROF DR TJANDRA YOGA ADITAMA
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan RI
(ftr)