Meluruskan Kiblat Pembangunan

Jum'at, 14 Agustus 2015 - 09:38 WIB
Meluruskan Kiblat Pembangunan
Meluruskan Kiblat Pembangunan
A A A
M Kholid Syeirazi
Sekretaris Jenderal PP ISNU

Tanggal 17 Agustus 2015, kemerdekaan Indonesia berusia 70 tahun. Usia ini cukup tua untuk individu, tetapi masih belia untuk ukuran sebuah bangsa. Ada yang sudah dicapai, tetapi lebih banyak pekerjaan rumah yang tertinggal. Salah satu janji kemerdekaan adalah memajukan kesejahteraan umum.

Sejak Indonesia merdeka, pembangunan ekonomi belum sepenuhnya memajukan kesejahteraan umum. Ekonomi memang tumbuh, tetapi belum merata. Kue ekonomi membesar, tetapi baru dihasilkan dan dinikmati oleh segelintir orang. Pasal 33 UUD 1945 jelas menegaskan kehadiran negara sebagai instrumen penting pendorong kesejahteraan umum. Negara bukan sekadar wasit, tetapi pelaku yang terlibat dalam arena ekonomi melalui kebijakan fiskal (APBN) dan instrumen bisnis yang bernama badan usaha milik negara (BUMN).

Dari Masa ke Masa

Pada masa Orde Lama, Presiden Soekarno mengumandangkan jargon Trisakti yaitu berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan. Jargon ini berhenti sebagai jargon karena gelora kehidupan politik tidak dibarengi dengan pembangunan ekonomi. Ketika rezim berakhir, ekonomi terpuruk, inflasi menembus 600%. Pada masa Orde Baru, Presiden Soeharto menggemakan jargon Trilogi Pembangunan: stabilitas politik, pertumbuhan ekonomi, dan pemerataan kesejahteraan.

Ideologi ekonominya adalah trickle down effect, sayang yang kemudian terjadi adalah gelasnya bocor sehingga tidak pernah penuh dan tetesannya tidak sampai ke bawah. Orde Reformasi ditandai oleh transisi demokrasi yang mencakup liberalisasi ekonomi dan politik. Kekuasaan Presiden Habibie, Gus Dur, dan Megawati berlangsung pendek sehingga belum sampaimengonsolidasikanpembangunanekonomi.

GBHN, yang merupakan warisan Orde Baru, dihapuskan sehingga setiap presiden ”bebas” mengelola sendiri arah pembangunan ekonomi berdasarkan tafsir dan keyakinannya terhadap konstitusi. Presiden SBY berkuasa 10 tahun. Pada masanya pembangunan ekonomi dilakukan dengan membesarkan kue, yang terlihat dari lonjakan nominal APBN dan PDB, yang naik lebih tiga kali lipat dalam satu dekade.

Kelas menengah naik, pendapatan per kapita tumbuh membesarkan hati. Namun, cacat pembangunan ekonomi yang diwarisi sejak Orde Baru tidak hilang, yang dicirikan oleh Trilogi Ketimpangan yaitu ketimpangan pendapatan antarpenduduk, kesenjangan pembangunan antarkawasan, dan diskrepansi pertumbuhan antarsektor ekonomi.

Industri alisasi juga tidak berkembang karena Indonesia asyik menikmati devisa dari ekspor komoditas primer berbasis sumber daya alam. Indonesia memasok dunia dengan bahan baku mentah, untuk dibeli kembali dengan harga tinggi oleh sentuhan teknologi bangsa lain. Presiden Jokowi datang dengan menggemakan kembali jargon Trisakti dengan tagline: Revolusi Mental! Jokowi berjanji mengarusutamakan maritim sebagai basis ekonomi dan pertahanan.

Jokowi harus berpacu dengan waktu melawan kesabaran dan daya tahan rakyat terhadap kenaikan hargaharga barang akibat pencabutan dan pengurangan subsidi BBM serta ancaman krisis pangan. Jika mampu meyakinkan rakyat, Jokowi akan bertahan karena program-programnya itu, jika betul-betul dilaksanakan, baru akan dirasakan manfaatnya paling cepat tiga tahun.

Roh Konstitusi

Belum tercapainya maksud pembangunan ekonomi sebagaimana amanat konstitusi adalah terutama karena penyimpangan kiblat pembangunan dari roh dan jiwa konstitusi. Penyimpangan yang dilakukan berlangsung baik dalam bentuk liberalisasi undangundang, kebijakan fiskal, dan fungsi moneter yang terlepas dari amanat konstitusi.

Sejak reformasi telah disahkan banyak undangundang sektor perekonomian, yang setelah diuji materi oleh Mahkamah Konstitusi, terbukti tidak konstitusional seperti UU Migas, UU Sumber Daya Air, UU Perkebunan, dan UU Penanaman Modal. Kebijakan fiskal dalam bentuk APBN juga belum mencerminkan spirit memajukan kesejahteraan umum. Postur APBN terlalu bias kota, yang memelihara terjadi ketimpangan terus berlangsung antargenerasi.

Belanja rutin APBN untuk mengurus birokrasi lebih besar ketimbang anggaran infrastruktur pangan, energi, dan kesehatan. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter terlepas dari fungsi sosial karena perannya, menurut UU, hanya menjaga inflasi dan nilai tukar. Bank Indonesia tidak mempunyai misi sosial mengurangi kesenjangan.

Karena itu, perbankan nasional belum ramah terhadap kredit UKM dan pertanian. Data Kementerian KUKM menunjukkan, 99,92% struktur usaha nasional berbentuk mikro dan kecil, tetapi hanya 12% yang mendapatkan akses permodalan dari perbankan. Sektor pertanian yang menyerap 38% tenaga kerja nasional, juga hanya 6% yang mendapatkan kredit perbankan.

Langkah Strategis

Bertolak dari kenyataan ini, Jokowi harus melakukan beberapa langkah strategis berikut. Pertama, memimpin seluruh penyelenggara negara untuk patuh, loyal, dansetiaterhadapjiwa dan ruh konstitusi dalam menyelenggarakan pembangunan ekonomi. Kesetiaan terhadap konstitusi, khususnya Pasal 33 UUD 1945, harus tercermin dalam legislasi, politik, anggaran, dan kebijakan moneter. Kedua, Jokowi perlu menghidupkan kembali GBHN sebagai kompas pembangunan yang berumur panjang sehingga haluan pembangunan tidak berubah setiap kali ganti pemerintahan.

GBHN disahkan oleh Tap MPR, yang kedudukan hukumnya, menurut UU No 12 Tahun 2011, di bawah konstitusi dan di atas undang-undang. Ketiga, Jokowi harus mengarusutamakan kooperasi dalam pembangunan nasional sebagai soko guru perekonomian. Belajar dari banyak negara penganut welfare-state, tidak mustahil sektor-sektor usaha strategis dijalankan secara koperasi.

Pengarusutamaan koperasi mengandaikan penggantian UU No 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian yang telah dibatalkan MK. Sektor-sektor yang bersifat high capital, high risk, dan high technology seperti pertambangan dikelola oleh BUMN. Koperasi dan BUMN merupakan instrumen konstitusional untuk menyelenggarakan pembangunan.
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5314 seconds (0.1#10.140)