Waspada MERS CoV
A
A
A
PROF DR TJANDRA YOGA ADITAMA
Anggota WHO Emergency Committee on MERS CoV,
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes)
Kementerian Kesehatan
Situasi Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus (MERS CoV) masih belum terkendali. Sampai 19 Juni 2015 Korea Selatan sudah melaporkan 163 kasus dan terus bertambah dengan 20 kematian.
Angka kematian yang tadinya selalu di bawah 10% kini sudah melewati angka psikologis 10% dan menjadi 12,27%. Memang angka kematian di Korea Selatan ini lebih rendah dari angka kematian MERS CoV rata-rata dunia yang sekitar 35%, tetapi kenyataan bahwa bermula dari satu kasus saja lalu berkembang menjadi lebih dari 160 kasus tentu merupakan hal amat penting yang perlu dapat perhatian kita bersama.
Berita baiknya , pertemuan WHO Emergency Committee on MERS CoV yang terdiri atas 17 pakar duniasaya seorang di antaranyapada 16 Juni 2015 akhirnya memutuskan bahwa sampai saat ini MERS CoV belum kami anggap sebagai Public Health Emergency Of International Concern (PHEIC).
Sampai saat ini praktis seluruh penularan di Korea Selatan berhubungan dengan kejadian di rumah sakit, belum ada penularan di masyarakat. Dengan pertemuan Emergency Committee on MERS CoV ini, WHO menyatakan bahwa situasi kini sudah merupakan wake up call, alarm agar semua negara “bangun dan mempersiapkan diri”, tentu termasuk kita di Indonesia.
Situasi menjadi makin kompleks karena pada 19 Juni 2015 ternyata Thailand melaporkan kasus pertama negara itu, sementara beberapa hari sebelumnya Jerman juga melaporkan kasus pertama MERS CoV yang akhirnya meninggal dunia. Kedua kasus ini baru kembali dari perjalanan ke jazirah Arab, tentu perlu perhatian kita yang banyak mengirim jamaah umrah dan warga negara Indonesia (WNI) ke daerah Arab itu pula. Dengan kasus baru di Thailand, di ASEAN sudah ada tiga negara yang punya kasus MERS CoV yaitu Malaysia, Filipina, dan Thailand.
Mobilisasi Masif
Sebelum pertemuan WHO Emergency Committee on MERS CoV tim WHO sudah datang ke Korea Selatan dan memberikan tiga rekomendasi penting di bidang kesehatan masyarakat. Pertama, pengendalian dan pencegahan infeksi harus terus ditingkatkan di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan.
Kedua, semua pasien dengan demam atau keluhan pernapasan harus ditanya tentang riwayat kontak dengan pasien MERS, apa pernah berkunjung ke RS yang mengobati pasien MERS, dan riwayat kunjungan ke Timur Tengah dalam 14 hari sebelumnya. Bila salah satu di atas positif, pasien harus ditangani seksama dan diperiksa apakah ada MERS.
Ketiga, mereka yang tidak ada gejala apa-apa, tapi pernah kontak dengan pasien MERS, tidak bepergian selama masa pengamatan Rekomendasi ini bernada seperti standar pada umumnya, tapi sebenarnya pelaksanaannya merupakan kegiatan amat besar. Bisa saja ada ribuan fasilitas pelayanan kesehatan yang harus mengikuti anjuran poin pertama, dan ada ribuan orang pula yang sedang demam atau gejala pernapasan danharusdiawasi untuk mengikuti anjuran poin kedua.
Jadi ini merupakan mobilisasi sistem kesehatan yang masif supaya wabah MERS dapat tertanggulangi di Korea Selatan. Hal yang sama juga harus dilakukan di negara manapun kalau nanti MERS CoV masuk ke negara itu. Mobilisasi masif seperti ini tentu memerlukan pengorganisasian yang amat kuat dan dukungan sumber daya yang amat besar.
Faktor Risiko MERS CoV
Dari data pasien MERS yang sembuh dan pasien yang meninggal di Korea Selatan sejauh ini, ada beberapa informasi faktor risiko yang perlu dapat perhatian kita. Pertama, umur rata-rata pasien MERS yang meninggal adalah 72,5 tahun, lebih tua dari umur rata-rata pasien MERS yang sembuh yaitu 55 tahun.
Jadi, makin tua usia maka makin besar kemungkinan sakitnya menjadi parah dan kemudian meninggal dunia. Kedua, ternyata 92,9% pasien yang meninggal sudah mempunyai penyakit penyerta lain sebelum terkena MERS, dan hanya 27,9% pasien yang sembuh yang sudah mempunyai penyakit lain sebelum kena MERS.
Artinya, risiko MERS parah/meninggal akan lebih sering terjadi kalau sudah ada penyakit kronik lain. Jadi, kalau akan bepergian ke daerah yang ada MERS-nya seperti Korea Selatan ini atau umrah Ramadan, periksalah diri dulu ke dokter untuk mengetahui bagaimana keadaan penyakit kronik dan apa obat dan keperluan lain sudah cukup sebagai bekal.
Ketiga, 61% penyakit penyerta pada pasien MERS yang meninggal adalah jenis penyakit paru kronik, sementara 31,6% penyakit penyerta pasien MERS yang sembuh adalah penyakit paru kronik. Jadi, ada tidaknya penyakit paru kronik ternyata penting untuk menilai keberhasilan pengobatan MERS, dan itu salah satu hal yang perlu kita periksa dan waspadai.
Tiga hal di atas perlu jadi perhatian bagi warga negara kita yang akan bepergian ke negara yang sekarang sedang ada MERS CoV, termasuk umrah Ramadan yang akan makin meningkat dalam beberapa hari ke depan ini. Selain itu, sudah setingkali disampaikan agar jamaah umrah jangan kontak dengan unta dan jangan minum susu unta mentah. Anjuran lain juga amat penting yaitu lebih sering mencuci tangan setidaknya selama 20 detik, pakai sabun dan air mengalir. Tentu pola hidup bersih dan sehat (PHBS) perlu terus diterapkan sehari-hari.
Anggota WHO Emergency Committee on MERS CoV,
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes)
Kementerian Kesehatan
Situasi Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus (MERS CoV) masih belum terkendali. Sampai 19 Juni 2015 Korea Selatan sudah melaporkan 163 kasus dan terus bertambah dengan 20 kematian.
Angka kematian yang tadinya selalu di bawah 10% kini sudah melewati angka psikologis 10% dan menjadi 12,27%. Memang angka kematian di Korea Selatan ini lebih rendah dari angka kematian MERS CoV rata-rata dunia yang sekitar 35%, tetapi kenyataan bahwa bermula dari satu kasus saja lalu berkembang menjadi lebih dari 160 kasus tentu merupakan hal amat penting yang perlu dapat perhatian kita bersama.
Berita baiknya , pertemuan WHO Emergency Committee on MERS CoV yang terdiri atas 17 pakar duniasaya seorang di antaranyapada 16 Juni 2015 akhirnya memutuskan bahwa sampai saat ini MERS CoV belum kami anggap sebagai Public Health Emergency Of International Concern (PHEIC).
Sampai saat ini praktis seluruh penularan di Korea Selatan berhubungan dengan kejadian di rumah sakit, belum ada penularan di masyarakat. Dengan pertemuan Emergency Committee on MERS CoV ini, WHO menyatakan bahwa situasi kini sudah merupakan wake up call, alarm agar semua negara “bangun dan mempersiapkan diri”, tentu termasuk kita di Indonesia.
Situasi menjadi makin kompleks karena pada 19 Juni 2015 ternyata Thailand melaporkan kasus pertama negara itu, sementara beberapa hari sebelumnya Jerman juga melaporkan kasus pertama MERS CoV yang akhirnya meninggal dunia. Kedua kasus ini baru kembali dari perjalanan ke jazirah Arab, tentu perlu perhatian kita yang banyak mengirim jamaah umrah dan warga negara Indonesia (WNI) ke daerah Arab itu pula. Dengan kasus baru di Thailand, di ASEAN sudah ada tiga negara yang punya kasus MERS CoV yaitu Malaysia, Filipina, dan Thailand.
Mobilisasi Masif
Sebelum pertemuan WHO Emergency Committee on MERS CoV tim WHO sudah datang ke Korea Selatan dan memberikan tiga rekomendasi penting di bidang kesehatan masyarakat. Pertama, pengendalian dan pencegahan infeksi harus terus ditingkatkan di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan.
Kedua, semua pasien dengan demam atau keluhan pernapasan harus ditanya tentang riwayat kontak dengan pasien MERS, apa pernah berkunjung ke RS yang mengobati pasien MERS, dan riwayat kunjungan ke Timur Tengah dalam 14 hari sebelumnya. Bila salah satu di atas positif, pasien harus ditangani seksama dan diperiksa apakah ada MERS.
Ketiga, mereka yang tidak ada gejala apa-apa, tapi pernah kontak dengan pasien MERS, tidak bepergian selama masa pengamatan Rekomendasi ini bernada seperti standar pada umumnya, tapi sebenarnya pelaksanaannya merupakan kegiatan amat besar. Bisa saja ada ribuan fasilitas pelayanan kesehatan yang harus mengikuti anjuran poin pertama, dan ada ribuan orang pula yang sedang demam atau gejala pernapasan danharusdiawasi untuk mengikuti anjuran poin kedua.
Jadi ini merupakan mobilisasi sistem kesehatan yang masif supaya wabah MERS dapat tertanggulangi di Korea Selatan. Hal yang sama juga harus dilakukan di negara manapun kalau nanti MERS CoV masuk ke negara itu. Mobilisasi masif seperti ini tentu memerlukan pengorganisasian yang amat kuat dan dukungan sumber daya yang amat besar.
Faktor Risiko MERS CoV
Dari data pasien MERS yang sembuh dan pasien yang meninggal di Korea Selatan sejauh ini, ada beberapa informasi faktor risiko yang perlu dapat perhatian kita. Pertama, umur rata-rata pasien MERS yang meninggal adalah 72,5 tahun, lebih tua dari umur rata-rata pasien MERS yang sembuh yaitu 55 tahun.
Jadi, makin tua usia maka makin besar kemungkinan sakitnya menjadi parah dan kemudian meninggal dunia. Kedua, ternyata 92,9% pasien yang meninggal sudah mempunyai penyakit penyerta lain sebelum terkena MERS, dan hanya 27,9% pasien yang sembuh yang sudah mempunyai penyakit lain sebelum kena MERS.
Artinya, risiko MERS parah/meninggal akan lebih sering terjadi kalau sudah ada penyakit kronik lain. Jadi, kalau akan bepergian ke daerah yang ada MERS-nya seperti Korea Selatan ini atau umrah Ramadan, periksalah diri dulu ke dokter untuk mengetahui bagaimana keadaan penyakit kronik dan apa obat dan keperluan lain sudah cukup sebagai bekal.
Ketiga, 61% penyakit penyerta pada pasien MERS yang meninggal adalah jenis penyakit paru kronik, sementara 31,6% penyakit penyerta pasien MERS yang sembuh adalah penyakit paru kronik. Jadi, ada tidaknya penyakit paru kronik ternyata penting untuk menilai keberhasilan pengobatan MERS, dan itu salah satu hal yang perlu kita periksa dan waspadai.
Tiga hal di atas perlu jadi perhatian bagi warga negara kita yang akan bepergian ke negara yang sekarang sedang ada MERS CoV, termasuk umrah Ramadan yang akan makin meningkat dalam beberapa hari ke depan ini. Selain itu, sudah setingkali disampaikan agar jamaah umrah jangan kontak dengan unta dan jangan minum susu unta mentah. Anjuran lain juga amat penting yaitu lebih sering mencuci tangan setidaknya selama 20 detik, pakai sabun dan air mengalir. Tentu pola hidup bersih dan sehat (PHBS) perlu terus diterapkan sehari-hari.
(bbg)