Likuiditas dan Tekanan Inflasi Jelang Lebaran
A
A
A
Ekonomi Indonesia memiliki siklus unik dan berbeda dengan negara lain. Meski perlambatan pertumbuhan ekonomi masih kita rasakan, menjelang bulan Ramadan dan Lebaran 2015 tetap akan terjadi lonjakan permintaan hampir setiap sektor konsumsi masyarakat.
Tingginya konsumsi masyarakat di tengah aktivitas Ramadan dan Lebaran membutuhkan antisipasi kebijakan ekonomi yang tepat dan terukur. Dari sisi ketersediaan uang tunai, Bank Indonesia (BI) biasanya akan menambah likuiditas untuk memenuhi kebutuhan uang tunai, terutama menjelang Lebaran. Pengalaman tahun lalu, BI mencatat perputaran uang menjelang Lebaran mencapai lebih dari Rp118 triliun atau meningkat sekitar 14% dibandingkan tahun 2013.
Bertambahnya likuiditas di pasar uang Indonesia memerlukan kesiapan kebijakan untuk menghindari tekanan inflasi di saat Ramadan dan Lebaran tahun ini. Kebutuhan uang tunai yang sangat besar di masyarakat terjadi ketika Ramadan dan Lebaran bertepatan dengan liburan anak sekolah.
Kebutuhan untuk belanja di saat Ramadan, pembiayaan mudik Lebaran, dan budaya transfer dana ke orang tua membuat BI dan perbankan nasional menambah pasokan uang tunai. Untuk memastikan aliran uang tunai biasanya BI akan bekerja sama dengan pegadaian dan bank agar distribusi berjalan dengan lancar. Dunia perbankan juga mulai mempersiapkan pasokan uang tunai baik melalui ATM maupun kantor cabang di seluruh Indonesia.
Selain itu, aspek lain yang berdampak pada bertambahnya pasokan uang tunai terjadi karena pembayaran gaji ke-13 PNS/TNI/Polri biasanya juga terjadi di masa-masa ini. Pembayaran THR juga akan menambah jumlah uang beredar di Tanah Air. Bertambah besarnya jumlah uang beredar dipadu dengan tingginya intensitas konsumsi masyarakat perlu antisipasi pemerintah, baik pusat maupun daerah.
Keamanan pasokan, kelancaran jalur distribusi, dan kepastian kecukupan kebutuhan pokok, BBM, dan sarana transportasi sangatlah penting untuk menjamin tekanan inflasi dapat terkelola secara baik. Koordinasi antara pemerintah pusat-daerah, lintas kementerian/ lembaga dan BI perlu dilakukan secara intensif agar membanjirnya pasokan uang tunai tidak menghasilkan lonjakan harga di luar kewajaran.
Membendung intensi berbelanja masyarakat akan sangat sulit dilakukan pemerintah di saat Ramadan dan Lebaran. Kebijakan yang lebih tepat adalah memastikan sisi pasokan barang/ jasa yang dibutuhkan masyarakat terjamin dan terdistribusi secara baik Berkaca pada pengalaman tahun lalu, Indonesia relatif berhasil mengelola keseimbangan antara membanjirnya likuiditas uang tunai dengan inflasi di tengah tingginya konsumsi masyarakat menjelang Ramadan dan Lebaran 2014.
Catatan BPS menunjukkan, pada Juni 2014 terdapat inflasi sebesar 0,43%. Realisasi inflasi Juni 2014 bahkan tercatat sebagai yang terendah dalam lima tahun terakhir. Sementara itu, di saat Lebaran 2014 yang jatuh pada bulan Juli angka inflasi berada pada 0,93%.
Meski relatif tinggi, masih jauh lebih rendah apabila dibandingkan dengan inflasi Juli 2013 yang tercatat sebesar 3,29%. Tentunya kita semua berharap pengalaman masa lalu dapat menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah saat ini untuk lebih efektif lagi mengelola likuiditas uang tunai, tingginya konsumsi masyarakat, dan tekanan inflasi.
Pada tahun ini, indikasi tekanan inflasi jelang Ramadan dan Lebaran terlihat pada realisasi inflasi pada Mei 2015. BPS mencatat inflasi Mei 2015 sebesar 0,5% dan menjadi inflasi tertinggi dalam lima tahun terakhir. Salah satu penyebab tingginya angka inflasi Mei 2015 dari kelompok pengeluaran adalah bahan makanan sebesar 1,39%.
Kemudian diikuti makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 0,5% dan kelompok kesehatan sebesar 0,34%. Sementara itu kelompok sandang menyumbang inflasi sebesar 0,23%. Dari kebutuhan pokok, menurut BPS, komoditas penyumbang inflasi adalah cabai merah, daging ayam ras, bawang merah, telur ayam, bawang putih, cabai rawit, ikan segar, tarif listrik, sawi hijau, dan cabai hijau.
Dan di awal Juni ini sudah banyak pemberitaan di media massa yang menunjukkan lonjakan harga kebutuhan pokok menjelang Ramadan dan Lebaran. Selain kebutuhan pokok, penyumbang utama lainnya yang perlu diantisipasi adalah kenaikan tarif transportasi menjelang arus mudik dan balik pasca-Lebaran. Koordinasi antara Kementerian Perhubungan dengan perusahaan penyedia jasa transportasi untuk menyepakati batas wajar kenaikan harga perlu segera dilakukan.
Aspek pengawasan harga di terminal bus baik antarkota maupun antarprovinsi perlu ditingkatkan agar peluang munculnya pelanggaran tarif yang merugikan konsumen bisa diminimalkan. Program mudik bersama yang selama ini dilakukan BUMN, swasta nasional maupun lembaga lain seperti TNI AL juga sangat membantu pemudik dan membantu menahan laju kenaikan harga transportasi akibat excess-demand.
Tren pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat menambah kompleksitas pengelolaan inflasi di Indonesia. Harga produk strategis seperti listrik juga harus disesuaikan mengikuti pergerakan nilai tukar rupiah. Di awal Juni 2015, PLN mengumumkan kenaikan tarif listrik nonsubsidi dengan besaran yang bervariasi.
Selain itu, untuk produk dengan komponen impor seperti automotif dan elektronik juga mengalami kenaikan harga menyusul depresiasi nilai tukar rupiah. Tren kenaikan harga akibat melemahnya rupiah juga perlu disikapi untuk tidak menambah tekanan inflasi di tengah kesibukan pemerintah dan BI memastikan Puasa dan Lebaran tahun ini berjalan dengan baik.
Kita berharap harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis premium dan solar dapat dipertahankan pada posisi saat ini sampai Juli 2015. Hal ini agar beban energi yang ditanggung oleh perusahaan, jasa transportasi, dan konsumen rumah tangga tidak terlalu besar di saat arus mudik dan balik Lebaran. Dengan demikian tekanan inflasi dapat lebih diredam ketika konsumsi masyarakat sangat tinggi.
Kendati uang tunai yang beredar tinggi, bila kenaikan harga bahan pokok tidak terkendali, daya beli masyarakat tetap turun. Di sisi lain, kita sangat berharap bahwa pertumbuhan ekonomi di kuartal II dan III 2015 dapat cukup tinggi untuk mengompensasi rendahnya pertumbuhan ekonomi di kuartalI 2015 yang hanya 4,71%. Kunci dari semua di atas adalah pengendalian pasokan dan ketersediaan barang/jasa di saat Ramadan dan Lebaran.
Pemerintah harus memastikan kecukupannya. Informasi dan komunikasi publik yang baik perlu dilakukan oleh kementerian/ lembaga terkait dengan kecukupan dan ketersediaan kebutuhan pokok jelang Ramadan dan Lebaran 2015. Ini juga penting agar mengurangi potensi panic-buying akibat isu dan rumor kelangkaan.
Selain itu penegakan hukum atas mereka yang tidak bertanggung jawab dengan menimbun kebutuhan pokok yang berdampak pada kelangkaan dan membumbungnya harga perlu terus dilakukan. Melalui hal ini, kita berharap membanjirnya likuiditas uang tunai di masyarakat tidak berdampak pada naiknya tekanan inflasi Juni- Juli 2015.
Prof Firmanzah PhD
Rektor Universitas Paramadina Guru Besar FEB Universitas Indonesia
Tingginya konsumsi masyarakat di tengah aktivitas Ramadan dan Lebaran membutuhkan antisipasi kebijakan ekonomi yang tepat dan terukur. Dari sisi ketersediaan uang tunai, Bank Indonesia (BI) biasanya akan menambah likuiditas untuk memenuhi kebutuhan uang tunai, terutama menjelang Lebaran. Pengalaman tahun lalu, BI mencatat perputaran uang menjelang Lebaran mencapai lebih dari Rp118 triliun atau meningkat sekitar 14% dibandingkan tahun 2013.
Bertambahnya likuiditas di pasar uang Indonesia memerlukan kesiapan kebijakan untuk menghindari tekanan inflasi di saat Ramadan dan Lebaran tahun ini. Kebutuhan uang tunai yang sangat besar di masyarakat terjadi ketika Ramadan dan Lebaran bertepatan dengan liburan anak sekolah.
Kebutuhan untuk belanja di saat Ramadan, pembiayaan mudik Lebaran, dan budaya transfer dana ke orang tua membuat BI dan perbankan nasional menambah pasokan uang tunai. Untuk memastikan aliran uang tunai biasanya BI akan bekerja sama dengan pegadaian dan bank agar distribusi berjalan dengan lancar. Dunia perbankan juga mulai mempersiapkan pasokan uang tunai baik melalui ATM maupun kantor cabang di seluruh Indonesia.
Selain itu, aspek lain yang berdampak pada bertambahnya pasokan uang tunai terjadi karena pembayaran gaji ke-13 PNS/TNI/Polri biasanya juga terjadi di masa-masa ini. Pembayaran THR juga akan menambah jumlah uang beredar di Tanah Air. Bertambah besarnya jumlah uang beredar dipadu dengan tingginya intensitas konsumsi masyarakat perlu antisipasi pemerintah, baik pusat maupun daerah.
Keamanan pasokan, kelancaran jalur distribusi, dan kepastian kecukupan kebutuhan pokok, BBM, dan sarana transportasi sangatlah penting untuk menjamin tekanan inflasi dapat terkelola secara baik. Koordinasi antara pemerintah pusat-daerah, lintas kementerian/ lembaga dan BI perlu dilakukan secara intensif agar membanjirnya pasokan uang tunai tidak menghasilkan lonjakan harga di luar kewajaran.
Membendung intensi berbelanja masyarakat akan sangat sulit dilakukan pemerintah di saat Ramadan dan Lebaran. Kebijakan yang lebih tepat adalah memastikan sisi pasokan barang/ jasa yang dibutuhkan masyarakat terjamin dan terdistribusi secara baik Berkaca pada pengalaman tahun lalu, Indonesia relatif berhasil mengelola keseimbangan antara membanjirnya likuiditas uang tunai dengan inflasi di tengah tingginya konsumsi masyarakat menjelang Ramadan dan Lebaran 2014.
Catatan BPS menunjukkan, pada Juni 2014 terdapat inflasi sebesar 0,43%. Realisasi inflasi Juni 2014 bahkan tercatat sebagai yang terendah dalam lima tahun terakhir. Sementara itu, di saat Lebaran 2014 yang jatuh pada bulan Juli angka inflasi berada pada 0,93%.
Meski relatif tinggi, masih jauh lebih rendah apabila dibandingkan dengan inflasi Juli 2013 yang tercatat sebesar 3,29%. Tentunya kita semua berharap pengalaman masa lalu dapat menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah saat ini untuk lebih efektif lagi mengelola likuiditas uang tunai, tingginya konsumsi masyarakat, dan tekanan inflasi.
Pada tahun ini, indikasi tekanan inflasi jelang Ramadan dan Lebaran terlihat pada realisasi inflasi pada Mei 2015. BPS mencatat inflasi Mei 2015 sebesar 0,5% dan menjadi inflasi tertinggi dalam lima tahun terakhir. Salah satu penyebab tingginya angka inflasi Mei 2015 dari kelompok pengeluaran adalah bahan makanan sebesar 1,39%.
Kemudian diikuti makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 0,5% dan kelompok kesehatan sebesar 0,34%. Sementara itu kelompok sandang menyumbang inflasi sebesar 0,23%. Dari kebutuhan pokok, menurut BPS, komoditas penyumbang inflasi adalah cabai merah, daging ayam ras, bawang merah, telur ayam, bawang putih, cabai rawit, ikan segar, tarif listrik, sawi hijau, dan cabai hijau.
Dan di awal Juni ini sudah banyak pemberitaan di media massa yang menunjukkan lonjakan harga kebutuhan pokok menjelang Ramadan dan Lebaran. Selain kebutuhan pokok, penyumbang utama lainnya yang perlu diantisipasi adalah kenaikan tarif transportasi menjelang arus mudik dan balik pasca-Lebaran. Koordinasi antara Kementerian Perhubungan dengan perusahaan penyedia jasa transportasi untuk menyepakati batas wajar kenaikan harga perlu segera dilakukan.
Aspek pengawasan harga di terminal bus baik antarkota maupun antarprovinsi perlu ditingkatkan agar peluang munculnya pelanggaran tarif yang merugikan konsumen bisa diminimalkan. Program mudik bersama yang selama ini dilakukan BUMN, swasta nasional maupun lembaga lain seperti TNI AL juga sangat membantu pemudik dan membantu menahan laju kenaikan harga transportasi akibat excess-demand.
Tren pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat menambah kompleksitas pengelolaan inflasi di Indonesia. Harga produk strategis seperti listrik juga harus disesuaikan mengikuti pergerakan nilai tukar rupiah. Di awal Juni 2015, PLN mengumumkan kenaikan tarif listrik nonsubsidi dengan besaran yang bervariasi.
Selain itu, untuk produk dengan komponen impor seperti automotif dan elektronik juga mengalami kenaikan harga menyusul depresiasi nilai tukar rupiah. Tren kenaikan harga akibat melemahnya rupiah juga perlu disikapi untuk tidak menambah tekanan inflasi di tengah kesibukan pemerintah dan BI memastikan Puasa dan Lebaran tahun ini berjalan dengan baik.
Kita berharap harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis premium dan solar dapat dipertahankan pada posisi saat ini sampai Juli 2015. Hal ini agar beban energi yang ditanggung oleh perusahaan, jasa transportasi, dan konsumen rumah tangga tidak terlalu besar di saat arus mudik dan balik Lebaran. Dengan demikian tekanan inflasi dapat lebih diredam ketika konsumsi masyarakat sangat tinggi.
Kendati uang tunai yang beredar tinggi, bila kenaikan harga bahan pokok tidak terkendali, daya beli masyarakat tetap turun. Di sisi lain, kita sangat berharap bahwa pertumbuhan ekonomi di kuartal II dan III 2015 dapat cukup tinggi untuk mengompensasi rendahnya pertumbuhan ekonomi di kuartalI 2015 yang hanya 4,71%. Kunci dari semua di atas adalah pengendalian pasokan dan ketersediaan barang/jasa di saat Ramadan dan Lebaran.
Pemerintah harus memastikan kecukupannya. Informasi dan komunikasi publik yang baik perlu dilakukan oleh kementerian/ lembaga terkait dengan kecukupan dan ketersediaan kebutuhan pokok jelang Ramadan dan Lebaran 2015. Ini juga penting agar mengurangi potensi panic-buying akibat isu dan rumor kelangkaan.
Selain itu penegakan hukum atas mereka yang tidak bertanggung jawab dengan menimbun kebutuhan pokok yang berdampak pada kelangkaan dan membumbungnya harga perlu terus dilakukan. Melalui hal ini, kita berharap membanjirnya likuiditas uang tunai di masyarakat tidak berdampak pada naiknya tekanan inflasi Juni- Juli 2015.
Prof Firmanzah PhD
Rektor Universitas Paramadina Guru Besar FEB Universitas Indonesia
(ftr)