Fokus Pemberantasan Korupsi
A
A
A
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kalah lagi dalam upaya penanganan kasus dugaan korupsi. Kali ini KPK dianggap tidak berwenang menangani kasus dugaan korupsi yang menjerat mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo.
KPK dianggap oleh hakim Haswandi telah melanggar prosedur dalam menetapkan seorang tersangka. Sebelumnya KPK juga kalah dalam sidang praperadilan dalam kasus Komjen Pol Budi Gunawan dan mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin. Banyak yang berpendapat bahwa kekalahan demi kekalahan dalam praperadilan ini sebagai upaya pelemahan dalam upaya pemberantasan korupsi.
Pendapat ini tak lepas dari citra dari pembuat keputusan, yaitu pengadilan dan hakim yang belum bersih dari praktikpraktik kepentingan di luar hukum seperti korupsi dan kolusi. Di sisi lain, KPK dicitrakan sebagai lembaga yang bersih dan selalu dianggap menjadi panglima terdepan dalam pemberantasan korupsi. Pendapat yang lumrah karena memang di masyarakat ada citra seperti ini.
Pun beberapa pihak yang melihat kekalahan KPK dalam beberapa kasus menunjukkan ada yang salah dalam proses penyelidikan ataupun penyidikan, akan dianggap sebagai pihak yang antipenanganan korupsi. Memang citra KPK di mata masyarakat cukup bagus. Bukan salah masyarakat pula jika KPK dianggap paling benar menangani korupsi, karena memang selama ini KPK berani mengambil terobosan-terobosan dalam penanganan korupsi dibandingkan dua lembaga hukum lainnya, seperti kejaksaan atau kepolisian.
Meski berusia paling muda, KPK sudah berhasil menjerat menteri, kepala daerah, anggota dewan, serta pejabat tinggi lainnya. Selain itu, UU KPK tidak mengenal kata menghentikan proses penyidikan dan hampir semua kasus yang ditangani KPK berakhir dengan vonis penjara. Semua pihak boleh melakukan analisis tentang tiga kekalahan KPK, baik analisis tentang sebagai pelemahan upaya pemberantasan korupsi ataupun analisis tentang ada yang salah dalam proses penyidikan dan penyelidikan yang dilakukan KPK.
Dan, biasanya yang memberikan analisis adalah pihak-pihak di luar KPK. Bahkan, internal KPK pun bisa juga melakukan dua analisis di atas. Masukan dari pihak-pihak eksternal, baik yang menganggap upaya pelemahan maupun yang menganggap ada yang salah dalam KPK, diharapkan dijadikan masukan yang berimbang. Namun, akan lebih baik jika fokus analisis oleh KPK adalah pada apa yang salah dalam proses penyidikan dan penyelidikan yang dilakukan KPK.
Bukan berarti mengesampingkan adanya dugaan pelemahan upaya KPK dalam pemberantasan korupsi, melainkan mengoreksi atau melakukan introspeksi diri dianggap sebagai langkah yang bijak. Jika KPK lebih mengedepankan tentang ada upaya pelemahan KPK, justru akan memunculkan polemik sehingga kembali memunculkan kegaduhan di negeri ini. Akibatnya, penanganan korupsi justru terbengkalai dan sibuk dengan tuduhan siapa yang ingin melakukan pelemahan KPK.
Nah , melakukan evaluasi akan menjadi langkah yang tepat agar KPK lebih tepat dan cepat dalam proses penyidikan dan penyelidikan penanganan kasus-kasus korupsi. Mungkin selama ini KPK hanya mengandalkan kecepatan sehingga faktor ketepatan menjadi tidak diperhatikan. Apakah memang seperti itu? KPK perlu melakukan analisis internal. Karena dengan melakukan evaluasi, KPK bisa benar-benar fokus dalam pemberantasan dan pencegahan korupsi yang menjadi kerja utamanya.
Ketika suatu hal dilakukan dengan fokus maka akan menghasilkan hal yang maksimal. Tiga kekalahan KPK dalam praperadilan juga harus menjadi perhatian panitia seleksi (pansel) pimpinan KPK yang saat ini sudah dibentuk pemerintah. Begitu juga dengan kegaduhan dengan lembaga hukum lainnya sehingga memunculkan polemik di masyarakat, harus menjadi masukan pansel dalam memilih pimpinan KPK yang baru nantinya.
Masyarakat tentu menginginkan KPK yang kuat sehingga penyakit korupsi di negeri bisa segera diatasi. Sungguh hal yang luar biasa jika bukan hanya KPK, melainkan juga kejaksaan dan kepolisian bisa fokus menghadapi korupsi. Sekali lagi, fokusnya pada kinerja pemberantasan korupsi daripada menuduh hal-hal yang tidak perlu.
KPK dianggap oleh hakim Haswandi telah melanggar prosedur dalam menetapkan seorang tersangka. Sebelumnya KPK juga kalah dalam sidang praperadilan dalam kasus Komjen Pol Budi Gunawan dan mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin. Banyak yang berpendapat bahwa kekalahan demi kekalahan dalam praperadilan ini sebagai upaya pelemahan dalam upaya pemberantasan korupsi.
Pendapat ini tak lepas dari citra dari pembuat keputusan, yaitu pengadilan dan hakim yang belum bersih dari praktikpraktik kepentingan di luar hukum seperti korupsi dan kolusi. Di sisi lain, KPK dicitrakan sebagai lembaga yang bersih dan selalu dianggap menjadi panglima terdepan dalam pemberantasan korupsi. Pendapat yang lumrah karena memang di masyarakat ada citra seperti ini.
Pun beberapa pihak yang melihat kekalahan KPK dalam beberapa kasus menunjukkan ada yang salah dalam proses penyelidikan ataupun penyidikan, akan dianggap sebagai pihak yang antipenanganan korupsi. Memang citra KPK di mata masyarakat cukup bagus. Bukan salah masyarakat pula jika KPK dianggap paling benar menangani korupsi, karena memang selama ini KPK berani mengambil terobosan-terobosan dalam penanganan korupsi dibandingkan dua lembaga hukum lainnya, seperti kejaksaan atau kepolisian.
Meski berusia paling muda, KPK sudah berhasil menjerat menteri, kepala daerah, anggota dewan, serta pejabat tinggi lainnya. Selain itu, UU KPK tidak mengenal kata menghentikan proses penyidikan dan hampir semua kasus yang ditangani KPK berakhir dengan vonis penjara. Semua pihak boleh melakukan analisis tentang tiga kekalahan KPK, baik analisis tentang sebagai pelemahan upaya pemberantasan korupsi ataupun analisis tentang ada yang salah dalam proses penyidikan dan penyelidikan yang dilakukan KPK.
Dan, biasanya yang memberikan analisis adalah pihak-pihak di luar KPK. Bahkan, internal KPK pun bisa juga melakukan dua analisis di atas. Masukan dari pihak-pihak eksternal, baik yang menganggap upaya pelemahan maupun yang menganggap ada yang salah dalam KPK, diharapkan dijadikan masukan yang berimbang. Namun, akan lebih baik jika fokus analisis oleh KPK adalah pada apa yang salah dalam proses penyidikan dan penyelidikan yang dilakukan KPK.
Bukan berarti mengesampingkan adanya dugaan pelemahan upaya KPK dalam pemberantasan korupsi, melainkan mengoreksi atau melakukan introspeksi diri dianggap sebagai langkah yang bijak. Jika KPK lebih mengedepankan tentang ada upaya pelemahan KPK, justru akan memunculkan polemik sehingga kembali memunculkan kegaduhan di negeri ini. Akibatnya, penanganan korupsi justru terbengkalai dan sibuk dengan tuduhan siapa yang ingin melakukan pelemahan KPK.
Nah , melakukan evaluasi akan menjadi langkah yang tepat agar KPK lebih tepat dan cepat dalam proses penyidikan dan penyelidikan penanganan kasus-kasus korupsi. Mungkin selama ini KPK hanya mengandalkan kecepatan sehingga faktor ketepatan menjadi tidak diperhatikan. Apakah memang seperti itu? KPK perlu melakukan analisis internal. Karena dengan melakukan evaluasi, KPK bisa benar-benar fokus dalam pemberantasan dan pencegahan korupsi yang menjadi kerja utamanya.
Ketika suatu hal dilakukan dengan fokus maka akan menghasilkan hal yang maksimal. Tiga kekalahan KPK dalam praperadilan juga harus menjadi perhatian panitia seleksi (pansel) pimpinan KPK yang saat ini sudah dibentuk pemerintah. Begitu juga dengan kegaduhan dengan lembaga hukum lainnya sehingga memunculkan polemik di masyarakat, harus menjadi masukan pansel dalam memilih pimpinan KPK yang baru nantinya.
Masyarakat tentu menginginkan KPK yang kuat sehingga penyakit korupsi di negeri bisa segera diatasi. Sungguh hal yang luar biasa jika bukan hanya KPK, melainkan juga kejaksaan dan kepolisian bisa fokus menghadapi korupsi. Sekali lagi, fokusnya pada kinerja pemberantasan korupsi daripada menuduh hal-hal yang tidak perlu.
(bhr)