Pengiriman TKI Dihentikan, Pemerintah Harus Buka Lapangan Kerja

Selasa, 19 Mei 2015 - 08:51 WIB
Pengiriman TKI Dihentikan, Pemerintah Harus Buka Lapangan Kerja
Pengiriman TKI Dihentikan, Pemerintah Harus Buka Lapangan Kerja
A A A
KEBIJAKAN Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Hanif Dhakiri yang menghentikan dan melarang pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke 21 negara Timur Tengah (Timteng), serta melakukan pengetatan terhadap penempatan TKI ke kawasan Asia-Pasifik perlu disambut baik.

Langkah tersebut perlu diambil untuk membenahi sistem perlindungan para pekerja informal di luar negeri. Sehingga, tidak ada lagi TKI yang dihukum mati karena budaya negara setempat yang mempersulit tindakan perlindungan terhadap para pekerja migran yang bekerja pada sektor domestik.

Apalagi TKI yang bekerja pada pengguna jasa perseorangan sampai saat ini masih banyak menyisakan permasalahan, baik menyangkut pelanggaran norma ketenagakerjaan hingga pelanggaran HAM.

Namun dengan penghentian pengiriman TKI ini, Menaker Hanif Dakhiri harus segera merealisasikan janji kampanye Presiden Joko Widodo dalam membuka lapangan pekerjaan bagi seluruh rakyat Indonesia. Menaker harus segera menyiapkan skema perluasan tenaga kerja dan menciptakan lapangan kerja baru, berberkoordinasi dengan seluruh kementerian lain dalam rangka mengurangi dampak pengangguran yang salah satunya dari kebijakan penghentian pengiriman TKI tersebut.

Untuk mengurangi dampak pengangguran bisa saja pemerintah melalui Menaker meningkatkan program kewirausahaan, optimalisasi fungsi dan peran balai latihan kerja dan sebagainya. Contoh yang bisa diambil Menaker, tertuang dalam 6 Program Aksi Transformasi Bangsa Partai Gerindra.

Menaker harus ingat amanat UUD 1945 pasal 27 ayat 2, bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Seperti diketahui, pemerintah melalui Kementerian Tenagakerja mengeluarkan peraturan yang menghentikan secara permanen penempatan tenaga kerja Indonesia sektor rumah tangga ke 21 negara Timteng. Namun, kebijakan ini hanya berlaku pada penempatan baru. TKI yang sudah terlebih dulu bekerja di sana tidak akan dilakukan pemulangan.

Adapun TKI yang ingin memperpanjang kontrak tetap diperbolehkan sepanjang sesuai prosedur. Sementara untuk yang telah selesai kontrak kerjanya diminta untuk segera kembali ke Tanah Air. Selain itu, pengecualian juga dilakukan terhadap TKI yang sedang dalam proses penempatan ke Timteng.

Mengenai para TKI yang sudah direkrut dan diproses diberi masa transisi selama tiga bulan. Ada sekitar 4.700 TKI yang sedang berproses untuk bekerja ke Timteng. Ini yang terakhir dan tidak boleh ada lagi pengiriman.

Pemerintah sebenarnya sudah melakukan moratorium pengiriman TKI ke sejumlah negara di Timteng beberapa tahun lalu. Tetapi, kebijakan itu akhirnya dipermanenkan melalui Surat Keputusan (SK) Menaker yang ditandatangani pada 4 Mei 2015.

Di dalam surat itu, pemerintah melarang pengiriman TKI secara permanen ke 21 negara Timteng, yakni Aljazair, Arab Saudi, Bahrain, Irak, Iran, Kuwait, Lebanon, Libya, Maroko, Mauritania, Mesir, Oman, Pakistan, Palestina, Qatar, Sudan Selatan, Suriah, Tunisia, Uni Emirat Arab (UEA), Yaman, dan Jordania.

Menaker menyebut kebijakan keras (hard policy) itu terpaksa diterapkan bagi negara-negara Timur Tengah karena penerapan budaya/sistem kafalah (sponsorship) yang masih kental dimana hak privasi majikan sangat kuat daripada perjanjian kerja maupun peraturan ketenagakerjaan.

Selain itu banyak pelanggaran terkait perdagangan manusia dan norma ketenagakerjaan di 21 negara tersebut. Gaji yang rendah hingga tidak adanya perlindungan bagi TKI dalam kebijakan di negara-negara itu yang membuat pemerintah menghentikan pengiriman TKI ke Timteng.

ROBERTH ROUW

Anggota Komisi IX DPR
Fraksi Partai Gerindra
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5155 seconds (0.1#10.140)