Amunisi Hadapi Ancaman Inflasi
loading...
A
A
A
Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
Sejarah mencatat di awal periode 1960-an merupakan masa-masa terberat ekonomi Indonesia. Setelah perjuangan sosial, politik yang membawa korban sangat besar, proses pemulihan ekonomi sudah harus dilakukan.
Era ini dimulai dengan inflasi yang terbang tinggi dan dikenal dengan hiperinflasi. Pada saat yang sama, defisit anggaran yang melebar, lebih banyak dibiayai dengan mencetak uang, yang berujung dengan tekanan inflasi yang tinggi dan cadangan devisa tidak cukup untuk untuk memenuhi kebutuhan impor saat itu.
Pembicaraan terkait inflasi kerap dikaitkan dengan kenaikan harga, Bank Indonesia (BI) mendefinisikan inflasi sebagai kenaikan harga secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu.
Berdasarkan tingkatannya, inflasi dibagi menjadi empat jenis yakni inflasi ringan (di bawah 10% per tahun), inflasi sedang (antara 10%-30% per tahun), inflasi berat (antara 30%-100% per tahun), dan hiperinflasi atau dikenal juga sebagai inflasi tidak terkendali (di atas 100% per tahun).
Inflasi yang tidak terkontrol akan menggerus daya beli masyarakat, penurunan investasi, naiknya suku bunga, spekulasi penanaman modal, defisit neraca pembayaran, dan berujung pada penurunan kesejahteraan masyarakat.
Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisisupply(cost push inflation), dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi. Adapun faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi dalam menggunakan ekspektasi angka inflasi dalam keputusan kegiatan ekonominya.
Ekspektasi inflasi tersebut dapat bersifat adaptif atauforward looking. Sementara itu, faktor penyebabdemand pull inflationadalah tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya.
Dalam konteks makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian.
Di sisi lain, faktor-faktor terjadinyacost push inflationdapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara mitra dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (Administered Price).
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
Sejarah mencatat di awal periode 1960-an merupakan masa-masa terberat ekonomi Indonesia. Setelah perjuangan sosial, politik yang membawa korban sangat besar, proses pemulihan ekonomi sudah harus dilakukan.
Era ini dimulai dengan inflasi yang terbang tinggi dan dikenal dengan hiperinflasi. Pada saat yang sama, defisit anggaran yang melebar, lebih banyak dibiayai dengan mencetak uang, yang berujung dengan tekanan inflasi yang tinggi dan cadangan devisa tidak cukup untuk untuk memenuhi kebutuhan impor saat itu.
Pembicaraan terkait inflasi kerap dikaitkan dengan kenaikan harga, Bank Indonesia (BI) mendefinisikan inflasi sebagai kenaikan harga secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu.
Berdasarkan tingkatannya, inflasi dibagi menjadi empat jenis yakni inflasi ringan (di bawah 10% per tahun), inflasi sedang (antara 10%-30% per tahun), inflasi berat (antara 30%-100% per tahun), dan hiperinflasi atau dikenal juga sebagai inflasi tidak terkendali (di atas 100% per tahun).
Inflasi yang tidak terkontrol akan menggerus daya beli masyarakat, penurunan investasi, naiknya suku bunga, spekulasi penanaman modal, defisit neraca pembayaran, dan berujung pada penurunan kesejahteraan masyarakat.
Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisisupply(cost push inflation), dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi. Adapun faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi dalam menggunakan ekspektasi angka inflasi dalam keputusan kegiatan ekonominya.
Ekspektasi inflasi tersebut dapat bersifat adaptif atauforward looking. Sementara itu, faktor penyebabdemand pull inflationadalah tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya.
Dalam konteks makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian.
Di sisi lain, faktor-faktor terjadinyacost push inflationdapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara mitra dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (Administered Price).