Amunisi Hadapi Ancaman Inflasi

Senin, 16 Januari 2023 - 08:11 WIB
loading...
Amunisi Hadapi Ancaman Inflasi
Candra Fajri Ananda/FOTO.DOK KORAN SINDO
A A A
Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI

Sejarah mencatat di awal periode 1960-an merupakan masa-masa terberat ekonomi Indonesia. Setelah perjuangan sosial, politik yang membawa korban sangat besar, proses pemulihan ekonomi sudah harus dilakukan.

Era ini dimulai dengan inflasi yang terbang tinggi dan dikenal dengan hiperinflasi. Pada saat yang sama, defisit anggaran yang melebar, lebih banyak dibiayai dengan mencetak uang, yang berujung dengan tekanan inflasi yang tinggi dan cadangan devisa tidak cukup untuk untuk memenuhi kebutuhan impor saat itu.

Pembicaraan terkait inflasi kerap dikaitkan dengan kenaikan harga, Bank Indonesia (BI) mendefinisikan inflasi sebagai kenaikan harga secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu.

Berdasarkan tingkatannya, inflasi dibagi menjadi empat jenis yakni inflasi ringan (di bawah 10% per tahun), inflasi sedang (antara 10%-30% per tahun), inflasi berat (antara 30%-100% per tahun), dan hiperinflasi atau dikenal juga sebagai inflasi tidak terkendali (di atas 100% per tahun).

Inflasi yang tidak terkontrol akan menggerus daya beli masyarakat, penurunan investasi, naiknya suku bunga, spekulasi penanaman modal, defisit neraca pembayaran, dan berujung pada penurunan kesejahteraan masyarakat.

Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisisupply(cost push inflation), dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi. Adapun faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi dalam menggunakan ekspektasi angka inflasi dalam keputusan kegiatan ekonominya.

Ekspektasi inflasi tersebut dapat bersifat adaptif atauforward looking. Sementara itu, faktor penyebabdemand pull inflationadalah tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya.

Dalam konteks makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian.

Di sisi lain, faktor-faktor terjadinyacost push inflationdapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara mitra dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (Administered Price).

Tahun ini dunia tengah dihadapkan pada ancaman inflasi, tak terkecuali Indonesia. Kondisi global sedang dilanda ketidakpastian akibat ketegangan geopolitik antara Rusia dan Ukraina yang implikasinya ke berbagai sektor ekonomi.

Ironisnya, kondisi tersebut bahkan menyebabkan tingkat inflasi dunia yang memuncak pada 2022 dan mencapai level yang tertinggi dalam 40 tahun terakhir. Perang Rusia-Ukraina telah menyebabkan harga pangan dan energi terkerek naik dan membuat terjadinya disrupsi pasokan global saat permintaan yang sangat kuat.

Melansir dariTrading Economics(2022) tercatat bahwa Zimbabwe menjadi negara dengan tingkat inflasi tertinggi sepanjang 2022 dan diikuti oleh Venezuela, Lebanon, Suriah, dan Sudan. Zimbabwe tercatat sebagai negara dengan inflasi tertinggi sebesar 244% (yoy) pada Desember 2022, sedangkan Venezuela yang menempati posisi kedua tertinggi di dunia memiliki tingkat inflasi sebesar 156% (yoy).

Kebijakan pemerintah dalam melakukan penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia, seiring kenaikan harga minyak dunia, menjadi faktor utama yang turut mendongkrak inflasi Indonesia di tahun 2022. Pada September 2022, harga BBM Pertalite dinaikkan 30,72%, pun harga BBM jenis solar naik 32,04%, dan harga BBM Pertamax naik 16 %.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1305 seconds (0.1#10.140)
pixels