Dinyatakan Bersalah dalam Kasus Korupsi Asabri, Benny Tjokro Divonis Nihil
loading...
A
A
A
JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan terdakwa Benny Tjokrosaputro alias Benny Tjokro bersalah melakukan tindakan pidana korupsi terkait pengelolaan keuangan dan dana investasi di PT Asabri (Persero) tahun 2012-2019. Namun majelis hakim hanya mem vonis nihil kepada Benny Tjokro.
"Karena terdakwa sudah dijatuhi pidana seumur hidup dalam perkara PT Asuransi Jiwasraya, maka pidana yang dijatuhkan dalam perkara a quo adalah pidana nihil," kata Ketua Majelis Hakim IG Eko Purwanto saat bacakan surat putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (12/1/2023).
Untuk diketahui, pidana nihil adalah terdakwa tidak dijatuhi pidana pokok lagi karena sudah dipidana mati atau seumur hidup. Hal ini diatur dalam Pasal 67 KUHP yang berbunyi, "Jika orang dijatuhi pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, di samping itu tidak boleh dijatuhkan pidana lain lagi kecuali pencabutan hak-hak tertentu, dan pengumuman putusan hakim."
Hakim Eko menyatakan, majelis hakim tak sependapat dengan tuntutan JPU yang meminta Benny Tjokro divonis hukuman mati. Dasarnya, tuntutan itu dianggap telah melanggar asas penuntutan karena menuntut di luar pasal yang didakwakan.
Baca juga: Dituntut Hukuman Mati di Kasus Asabri, Benny Tjokro Hadapi Vonis Hari Ini
"Kedua, Penuntut Umum tidak bisa membuktikan kondisi-kondisi tertentu. Ketiga, perbuatan tindak pidana oleh terdakwa terjadi pada saat negara dalam situasi aman," katanya.
Terdakwa tidak terbukti melakukan korupsi secara pengulangan. Menurut hakim, perkara Jiwasraya dan Asabri terjadi secara berbarengan.
Sebelumnya, Komisaris PT Hanson International Tbk, Benny Tjokrosaputro dituntut hukuman mati karena diyakini terbukti melakukan korupsi terkait pengelolaan keuangan dan dana investasi di PT Asabri tahun 2012-2019 yang merugikan keuangan negara hingga Rp22,7 triliun. JPU pada Kejaksaan Agung (Kejagung) membeberkan pertimbangan yang memberatkan maupun meringankan saat melayangkan tuntutan pidana mati terhadap Benny Tjokro.
Pertimbangan yang memberatkan yakni, terdakwa Bentjok dinilai tidak menunjukkan rasa bersalah atas perbuatannya. Selain itu, jaksa juga menilai perbuatan Benny Tjokro termasuk dalam kejahatan luar biasa atau extra ordinary crimes. Menurut jaksa, kejahatannya itu dibalut dengan modus bisnis investasi melalui bursa pasar modal.
Perbuatan Benny Tjokro juga dinilai mengakibatkan turunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kegiatan investasi di bidang asuransi dan pasar modal. Lebih parahnya, perbuatannya bersama terdakwa lainnya diyakini telah merugikan keuangan negara Rp22,7 triliun.
Jaksa juga menilai Benny Tjokro merupakan terpidana seumur hidup dalam perkara tindak pidana korupsi pengelolaan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya Persero. Kasus tersebut telah merugikan keuangan negara sebesar Rp16,87 triliun.
Menurut jaksa, meskipun di persidangan terungkap hal yang meringankan, tapi tidak sebanding dengan kerugian negara yang disebabkan perbuatan Benny Tjokro. Karenanya, jaksa mengesampingkan pertimbangan yang meringankan.
Selain pidana mati, Benny Tjokro juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp5.733.250.247.731 (Rp5,7 triliun). Uang pengganti tersebut wajib dibayar paling lama satu bulan setelah putusan inkrah. Jika Bentjok tidak dapat membayar uang pengganti dalam jangka waktu satu bulan, jaksa meminta agar harta bendanya disita dan dilelang untuk negara.
Dalam perkara ini, Benny Tjokro bersama sejumlah terdakwa lainnya diyakini telah merugikan keuangan negara sebesar Rp22,7 triliun. Kerugian negara tersebut berkaitan dengan pengelolaan keuangan dan dana investasi di tubuh PT Asabri.
Jaksa menyebut Benny Tjokro terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Karena terdakwa sudah dijatuhi pidana seumur hidup dalam perkara PT Asuransi Jiwasraya, maka pidana yang dijatuhkan dalam perkara a quo adalah pidana nihil," kata Ketua Majelis Hakim IG Eko Purwanto saat bacakan surat putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (12/1/2023).
Untuk diketahui, pidana nihil adalah terdakwa tidak dijatuhi pidana pokok lagi karena sudah dipidana mati atau seumur hidup. Hal ini diatur dalam Pasal 67 KUHP yang berbunyi, "Jika orang dijatuhi pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, di samping itu tidak boleh dijatuhkan pidana lain lagi kecuali pencabutan hak-hak tertentu, dan pengumuman putusan hakim."
Hakim Eko menyatakan, majelis hakim tak sependapat dengan tuntutan JPU yang meminta Benny Tjokro divonis hukuman mati. Dasarnya, tuntutan itu dianggap telah melanggar asas penuntutan karena menuntut di luar pasal yang didakwakan.
Baca juga: Dituntut Hukuman Mati di Kasus Asabri, Benny Tjokro Hadapi Vonis Hari Ini
"Kedua, Penuntut Umum tidak bisa membuktikan kondisi-kondisi tertentu. Ketiga, perbuatan tindak pidana oleh terdakwa terjadi pada saat negara dalam situasi aman," katanya.
Terdakwa tidak terbukti melakukan korupsi secara pengulangan. Menurut hakim, perkara Jiwasraya dan Asabri terjadi secara berbarengan.
Sebelumnya, Komisaris PT Hanson International Tbk, Benny Tjokrosaputro dituntut hukuman mati karena diyakini terbukti melakukan korupsi terkait pengelolaan keuangan dan dana investasi di PT Asabri tahun 2012-2019 yang merugikan keuangan negara hingga Rp22,7 triliun. JPU pada Kejaksaan Agung (Kejagung) membeberkan pertimbangan yang memberatkan maupun meringankan saat melayangkan tuntutan pidana mati terhadap Benny Tjokro.
Pertimbangan yang memberatkan yakni, terdakwa Bentjok dinilai tidak menunjukkan rasa bersalah atas perbuatannya. Selain itu, jaksa juga menilai perbuatan Benny Tjokro termasuk dalam kejahatan luar biasa atau extra ordinary crimes. Menurut jaksa, kejahatannya itu dibalut dengan modus bisnis investasi melalui bursa pasar modal.
Perbuatan Benny Tjokro juga dinilai mengakibatkan turunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kegiatan investasi di bidang asuransi dan pasar modal. Lebih parahnya, perbuatannya bersama terdakwa lainnya diyakini telah merugikan keuangan negara Rp22,7 triliun.
Jaksa juga menilai Benny Tjokro merupakan terpidana seumur hidup dalam perkara tindak pidana korupsi pengelolaan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya Persero. Kasus tersebut telah merugikan keuangan negara sebesar Rp16,87 triliun.
Menurut jaksa, meskipun di persidangan terungkap hal yang meringankan, tapi tidak sebanding dengan kerugian negara yang disebabkan perbuatan Benny Tjokro. Karenanya, jaksa mengesampingkan pertimbangan yang meringankan.
Selain pidana mati, Benny Tjokro juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp5.733.250.247.731 (Rp5,7 triliun). Uang pengganti tersebut wajib dibayar paling lama satu bulan setelah putusan inkrah. Jika Bentjok tidak dapat membayar uang pengganti dalam jangka waktu satu bulan, jaksa meminta agar harta bendanya disita dan dilelang untuk negara.
Dalam perkara ini, Benny Tjokro bersama sejumlah terdakwa lainnya diyakini telah merugikan keuangan negara sebesar Rp22,7 triliun. Kerugian negara tersebut berkaitan dengan pengelolaan keuangan dan dana investasi di tubuh PT Asabri.
Jaksa menyebut Benny Tjokro terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
(abd)