Appdesa Sebut Demo Bayaran Buruk untuk Program Ekonomi Presiden Prabowo
loading...
A
A
A
JAKARTA - Di tengah upaya pemerintah mendorong pertumbuhan ekonomi 8% dengan mendorong sejumlah investasi melalui Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) , ada wakil rakyat yang justru dinilai tidak mendukung.
Asosiasi Pemerhati Penggiat Daerah Aglomerasi (Appdesa) sudah mendeteksi adanya ketidakharmonisan antara kebijakan Presiden Prabowo Subianto dengan anggota partai koalisi di sejumlah daerah, seperti di Kabupaten Bogor.
"Kami sudah mengendus ini. Bagaimana mungkin ada politisi peserta koalisi justru berpihak pada kegiatan yang berdampak buruk pada iklim investasi di tanah air. Apalagi kalau benar sampai ada penggalangan massa berbayar", kata Koordinator Nasional Appdesa, Rifaldi Utama.
Rifaldi menyesalkan adanya informasi yang beredar terkait kehadiran anggota partai dalam aksi masyarakat, yang dapat merusak iklim investasi di tanah air, khususnya di kawasan ekonomi khusus sebagai lokomotif pendorong pertumbuhan ekonomi.
Aksi yang dimaksud Rifaldi adalah rangkaian aksi dan pertemuan terkait Danau Lido di Bogor, Jawa Barat. Aksi tersebut justru dihadiri oleh anggota DPRD Kabupaten Bogor, salah satunya Edwin Sumarga dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Edwin dinilai mengabaikan fungsinya sebagai wakil rakyat untuk memberikan literasi hukum kepada masyarakat, karena sebagai politikus sekaligus petinggi Dewan Pimpinan Cabang PKB (DPC PKB) Kabupaten Bogor, Edwin seharusnya mengerti bahwa status KEK adalah amanat undang-undang untuk menggerakkan perekonomian negara sekaligus peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Ironinya, Edwin justru bergabung dalam kegiatan yang dilakukan sejumlah masyarakat, seperti yang dilakukannya di wilayah Watesjaya pada hari Minggu, 15 Desember 2024 lalu. "Secara psikologi politik, Edwin sudah cukup dianggap tidak mendukung upaya Presiden Prabowo untuk mencapai angka pertumbuhan ekonomi 8%," sambungnya.
Sebagaimana diketahui, aksi masyarakat hari Minggu (15/12) lalu berisi poin-poin termasuk permasalahan lingkungan di Danau Lido dan ketenagakerjaan. Aksi ini diduga sarat provokasi karena tuntutan peserta aksi tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.
Asosiasi Pemerhati Penggiat Daerah Aglomerasi (Appdesa) sudah mendeteksi adanya ketidakharmonisan antara kebijakan Presiden Prabowo Subianto dengan anggota partai koalisi di sejumlah daerah, seperti di Kabupaten Bogor.
"Kami sudah mengendus ini. Bagaimana mungkin ada politisi peserta koalisi justru berpihak pada kegiatan yang berdampak buruk pada iklim investasi di tanah air. Apalagi kalau benar sampai ada penggalangan massa berbayar", kata Koordinator Nasional Appdesa, Rifaldi Utama.
Rifaldi menyesalkan adanya informasi yang beredar terkait kehadiran anggota partai dalam aksi masyarakat, yang dapat merusak iklim investasi di tanah air, khususnya di kawasan ekonomi khusus sebagai lokomotif pendorong pertumbuhan ekonomi.
Aksi yang dimaksud Rifaldi adalah rangkaian aksi dan pertemuan terkait Danau Lido di Bogor, Jawa Barat. Aksi tersebut justru dihadiri oleh anggota DPRD Kabupaten Bogor, salah satunya Edwin Sumarga dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Edwin dinilai mengabaikan fungsinya sebagai wakil rakyat untuk memberikan literasi hukum kepada masyarakat, karena sebagai politikus sekaligus petinggi Dewan Pimpinan Cabang PKB (DPC PKB) Kabupaten Bogor, Edwin seharusnya mengerti bahwa status KEK adalah amanat undang-undang untuk menggerakkan perekonomian negara sekaligus peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Ironinya, Edwin justru bergabung dalam kegiatan yang dilakukan sejumlah masyarakat, seperti yang dilakukannya di wilayah Watesjaya pada hari Minggu, 15 Desember 2024 lalu. "Secara psikologi politik, Edwin sudah cukup dianggap tidak mendukung upaya Presiden Prabowo untuk mencapai angka pertumbuhan ekonomi 8%," sambungnya.
Sebagaimana diketahui, aksi masyarakat hari Minggu (15/12) lalu berisi poin-poin termasuk permasalahan lingkungan di Danau Lido dan ketenagakerjaan. Aksi ini diduga sarat provokasi karena tuntutan peserta aksi tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.