Laporkan Dugaan Kecurangan KPU, Besok Koalisi Masyarakat Sipil Temui DPR
loading...
A
A
A
JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih berencana menemui Komisi II DPR pada Rabu (11/1/2023) besok. Mereka diagendakan menghadiri forum Rapat Dengar Pendapat Umum guna melaporkan dugaan kecurangan pemilu.
Juru Bicara Koalisi, Kurnia Ramadhana mengungkapkan, dugaan kecurangan meliputi instruksi untuk memanipulasi data dan dokumen, yang diikuti intimidasi serta intervensi jajaran petinggi Komisi Pemilihan Umum (KPU) kepada penyelenggara pemilu daerah.
"Dugaan praktik lancung tersebut dilakukan dengan cara memaksa penyelenggara pemilu daerah mengubah status data hasil verifikasi keanggotaan sejumlah partai politik yang Tidak Memenuhi Syarat (TMS), menjadi Memenuhi Syarat (MS), sehingga partai politik terkait yang awalnya Belum Memenuhi Syarat (BMS) menjadi Memenuhi Syarat," ujar Kurnia melalui keterangannya, Selasa (10/1/2023).
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) tersebut mengungkapkan, guna membuktikan dugaan tersebut, Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih membuka Pos Pengaduan Kecurangan Verifikasi Partai Politik, khususnya penyelenggara pemilu daerah.
"Benar saja, satu pekan setelah dibuka, Pos Pengaduan menerima setumpuk aduan dari 12 Kabupaten/Kota dan 7 Provinsi yang mengkonfirmasi adanya indikasi perbuatan melawan hukum berupa intimidasi, intervensi, dan bahkan manipulasi data melalui Sistem Informasi Partai Politik," terang Kurnia.
Kurnia, mewakili koalisinya, juga menyebut keterlibatan anggota KPU RI, yakni Idham Holik, diduga sebagai oknum pimpinan yang memiliki andil dalam intimidasi terhadap penyelenggara pemilu daerah.
"Bukti adanya intimidasi langsung dari jajaran petinggi KPU RI kepada penyelenggara pemilu pun sempat dikabarkan melalui sejumlah kanal pemberitaan. Dalam dua video yang beredar di tengah masyarakat, bahkan nama petinggi KPU RI sempat disebut saat mengeluarkan kalimat tak pantas dengan nuansa intimidatif kepada jajaran penyelenggara pemilu daerah," ujarnya.
Maka dari itu, Kurnia mengatakan Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih turut mendesak Komisi II DPR RI menggunakan Pasal 38 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Kemudian, lanjut Kurnia, berdasarkan Pasal 20A ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, fungsi DPR RI juga mencakup pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang.
"Oleh karena itu, kami memutuskan untuk memberitahukan dugaan kecurangan dalam proses verifikasi partai politik kepada Komisi II DPR RI," terang Kurnia.
"Regulasi itu memberikan ruang kepada DPR untuk merekomendasikan pemberhentian anggota KPU RI jika kemudian terbukti melakukan pelanggaran dalam proses verifikasi partai politik," lanjut Kurnia.
Juru Bicara Koalisi, Kurnia Ramadhana mengungkapkan, dugaan kecurangan meliputi instruksi untuk memanipulasi data dan dokumen, yang diikuti intimidasi serta intervensi jajaran petinggi Komisi Pemilihan Umum (KPU) kepada penyelenggara pemilu daerah.
"Dugaan praktik lancung tersebut dilakukan dengan cara memaksa penyelenggara pemilu daerah mengubah status data hasil verifikasi keanggotaan sejumlah partai politik yang Tidak Memenuhi Syarat (TMS), menjadi Memenuhi Syarat (MS), sehingga partai politik terkait yang awalnya Belum Memenuhi Syarat (BMS) menjadi Memenuhi Syarat," ujar Kurnia melalui keterangannya, Selasa (10/1/2023).
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) tersebut mengungkapkan, guna membuktikan dugaan tersebut, Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih membuka Pos Pengaduan Kecurangan Verifikasi Partai Politik, khususnya penyelenggara pemilu daerah.
"Benar saja, satu pekan setelah dibuka, Pos Pengaduan menerima setumpuk aduan dari 12 Kabupaten/Kota dan 7 Provinsi yang mengkonfirmasi adanya indikasi perbuatan melawan hukum berupa intimidasi, intervensi, dan bahkan manipulasi data melalui Sistem Informasi Partai Politik," terang Kurnia.
Kurnia, mewakili koalisinya, juga menyebut keterlibatan anggota KPU RI, yakni Idham Holik, diduga sebagai oknum pimpinan yang memiliki andil dalam intimidasi terhadap penyelenggara pemilu daerah.
"Bukti adanya intimidasi langsung dari jajaran petinggi KPU RI kepada penyelenggara pemilu pun sempat dikabarkan melalui sejumlah kanal pemberitaan. Dalam dua video yang beredar di tengah masyarakat, bahkan nama petinggi KPU RI sempat disebut saat mengeluarkan kalimat tak pantas dengan nuansa intimidatif kepada jajaran penyelenggara pemilu daerah," ujarnya.
Maka dari itu, Kurnia mengatakan Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih turut mendesak Komisi II DPR RI menggunakan Pasal 38 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Kemudian, lanjut Kurnia, berdasarkan Pasal 20A ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, fungsi DPR RI juga mencakup pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang.
"Oleh karena itu, kami memutuskan untuk memberitahukan dugaan kecurangan dalam proses verifikasi partai politik kepada Komisi II DPR RI," terang Kurnia.
"Regulasi itu memberikan ruang kepada DPR untuk merekomendasikan pemberhentian anggota KPU RI jika kemudian terbukti melakukan pelanggaran dalam proses verifikasi partai politik," lanjut Kurnia.
(muh)