Amankah Penerimaan Pajak di 2023?

Selasa, 27 Desember 2022 - 20:48 WIB
loading...
Amankah Penerimaan Pajak di 2023?
Abdul Hofir (Foto: Ist)
A A A
Abdul Hofir
Pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI

TIDAK lama lagi 2022 akan berakhir. Tahun yang memberikan harapan akan bangkitnya perekonomian yang ditandai dengan beberapa gejala antara lain penurunan angka penularan Covid-19.

Presiden AS pada September 2022 bahkan berani mengatakan bahwa pandemi Covid-19 telah berakhir. Presiden Jokowi juga memberikan sinyal bahwa pandemi Covid-19 akan berakhir tahun ini.

Baca Juga: koran-sindo.com

Berikutnya adalah pertumbuhan ekonomi yang makin membaik di tengah ketidakpastian ekonomi global. Pada triwulan ketiga 2022 pertumbuhan ekonomi mencapai 5,72% (yoy). Menurut data Kementerian Keuangan angka itu sedikit di atas angka proyeksi sebesar 5,7%.

Sayangnya, catatan itu tidak dibarengi dengan optimalisasi penyerapan anggaran dalam APBN yang sesungguhnya berkorelasi dengan pertumbuhan ekonomi. Hingga Oktober 2022, belanja negara baru terealisasi sebesar Rp2.351,1 triliun atau 75,7% dari target dalam APBN 2022 sebesar Rp3.106,4 triliun. Laju pertumbuhan masih didominasi oleh konsumsi rumah tangga dengan pertumbuhan 5,4% (yoy).

Pada sisi penerimaan negara, kita patut bangga. Dalam dua tahun terakhir, pemerintah berhasil mencapai target penerimaan pajak hingga di atas 100%. Padahal, sejak 2009 pemerintah kesulitan memenuhi target yang diamanahkan APBN.

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menunjukkan capaian penerimaan pajak dalam lima tahun terakhir berturut-turut sebesar 92,23% pada 2018, 84,44% pada 2019, 89,25% pada 2020, dan 103,90% pada 2021. Untuk tahun ini, sampai 14 Desember 2022 realisasi penerimaan pajak mencapai Rp1.634,4 triliun atau 110,06% dari target Rp1.485 triliun.

Penerimaan pajak itu terdiri dari PPh non migas yang mencapai Rp900 triliun atau 120,2% dari target, PPh migas Rp75,4 triliun atau 116,6% dari target, PPN dan PPnBM Rp629,8 triliun atau 98,6% dari target, serta PBB dan pajak lainnya Rp29,2 triliun atau 90,4% dari target.

Apakah tren positif ini akan berlanjut pada 2023? Mari kita lihat beberapa kondisi baik yang mendukung maupun menghambat, yang ada saat ini maupun outlook 2023.

Target penerimaan perpajakan 2023 tumbuh 5,0% dari outlook APBN 2022 yang disokong terutama oleh penerimaan pajak sebesar Rp1.718,0 triliun dan kepabeanan dan cukai Rp303,2 triliun. Target tersebut dapat dicapai jika sejumlah asumsi terpenuhi seperti pertumbuhan ekonomi 5,3%, inflasi 3,3%, nilai tukar rupiah Rp14.750/USD, suku bunga SUN 7,9%, lifting minyak 660.000 barel/hari, lifting gas 1,05 juta barel setara minyak/hari, dan harga minyak mentah ICP USD90 – USD100 per barrel.

Pada September 2022 asumsi dasar berdasarkan nota keuangan yang disampaikan Presiden pada Agustus 2022 di atas mengalami sejumlah revisi. Perubahan tejadi pada asumsi inflasi dari semula 3,3% menjadi 3,6% (yoy), nilai tukar dari Rp14.750/USD menjadi Rp14.800/USD, dan lifting gas dari semula 1,05 juta menjadi 1,1 juta barel setara minyak/hari.

Saat ini DJP tengah melakukan pembaruan sistem administrasi perpajakan dengan landasan Perpres Nomor 40 Tahun 2018. Prepres tersebut ditindaklanjuti dengan Keputusan Menkeu Nomor 767/KMK.03/2018 tentang Pembaruan Sistem Adminsitrasi Perpajakan (disingkat PSAP) dan Keputusan Menkeu Nomor 600/KMK.03/2000 tentang Tim PSAP Tahun Anggaran 2021.

Selanjutnya, dibentuk kelompok kerja (pokja) yang terdiri dari Pokja 1 yang menangani bidang organisasi dan SDM, Pokja 2 bidang proses bisnis, teknologi informasi, dan basis data, serta Pokja 3 bidang peraturan perundang-undangan.

Khusus pada Pokja 2, DJP tengah merancang ulang proses bisnis administrasi perpajakan dengan membangun sistem inti administrasi perpajakan (core tax administration system) oleh sebuah dedicated team yang disebut dengan Tim Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP). Melalui PSIAP, kita menginginkan sebuah sistem perpajakan yang lebih mudah, andal, terintegrasi, akurat, dan pasti.

Sesuai dengan rencana, core tax administration system yang baru ini akan diterapkan secara penuh pada 2024. Dengan demikian, tahun 2023 merupakan tahun puncak uji coba sistem baru berbasis IT di DJP.

Tahun 2023 adalah juga tahun politik. Pemilu yang diagendakan pada 2024 akan menemukan momentum pemanasannya pada 2023. Penulis meyakini bahwa pada tahun tersebut ada banyak permintaan dana, barang dan jasa, serta penyerapan tenaga kerja. Hal ini tentunya berdampak positif terhadap perekonomian termasuk penerimaan pajak.

Penurunan angka Covid-19 dan kemungkinan berakhirnya pandemi pada akhir 2022 semakin memudahkan masyarakat berinteraksi dan bertransaksi secara langsung. Ini tentunya berdampak langsung terhadap aktivitas ekonomi baik produksi, distribusi, maupun konsumsi. Kita berharap kondisi ini terus terjaga.

Namun, kita perlu mewaspadai sejumlah faktor penghambat seperti penurunan pertumbuhan ekonomi global, perang Rusia-Ukraina dan sejumlah ketegangan politik dunia lainnya, serta risiko resesi di AS dan Eropa.

Untuk menahan laju inflasi, bank sentral negara utama seperti AS kemungkinan tetap menaikkan suku bunga. Hal ini akan berimbas pada penguatan dolar AS dan imbal hasil obligasi pemerintah. Keluarnya dana asing dari Indonesia bukan hal yang mustahil karena investor akan memilih menaruh dananya di negara yang berbunga tinggi.

Perang Rusia-Ukraina yang belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir memicu kenaikan harga energi yang bakal berdampak pada daya beli masyarakat. Persoalan daya beli inilah yang harus tetap dijaga pemerintah. Apalagi, konsumsi masyarakat menjadi motor penggerak utama perekonomian Indonesia.

Jika ekonomi global mengalami pelemahan, kinerja ekspor Indonesia juga akan terganggu. Tahun ini angka ekspor Indonesia masih cukup tinggi. Dalam periode Januari-Oktober 2022, ekspor tercatat sebesar USD244,14 miliar atau tumbuh 30,97% dibandingkan periode yang sama pada 2021. Hal itu didorong oleh ekspor komoditas unggulan seperti produk sawit (CPO), bahan bakar mineral, dan besi baja.

Ya, ekonomi 2023 memang menghadapi ketidakpastian. Seperti menebak-nebak pisang rebus. Nilai tukar rupiah terhadap dollar, misalnya. Asumsi berdasarkan APBN adalah Rp14.800,00/USD kini sudah menembus Rp15.600,00/USD.

Namun, tanda-tanda pemulihan ekonomi dalam negeri saat ini yang diharapkan bertahan dan menguat pada 2023, membuat saya optimis bahwa pendapatan negara khususnya penerimaan perpajakan akan terus meningkat.
(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1560 seconds (0.1#10.140)