Waspada Penipuan Perbankan, Jaga Data Pribadi
loading...
A
A
A
BELAKANGAN ini aksi kejahatan penipuan bank menjadi salah satu kasus yang ramai diperbincangkan. Selain skimming atau pencurian informasi dengan cara menyalin identitas lewat ATM korban, banyak juga cerita penipuan yang dilancarkan lewat media digital. Mulai dari WhatsApp, Instagram, Facebook, Twitter, dan berbagai media lainnya.
Kondisi tersebut sudah semestinya membuat kita lebih waspada lagi. Sedikit saja celah kelengahan, itu bisa dimanfaatkan pihak tak bertanggung jawab yang bikin isi tabungan melayang.
Kejahatan siber semakin beragam, seolah-olah pelaku tidak pernah kehabisan ide untuk mengelabui korbannya. Terbaru, ada modus penipuan kurir palsu yang berakhir dengan akun mobile banking (m-banking) korban dibajak dan saldonya dibobol.
Ada dua modus operandinya. Pertama, penipu menyamar menjadi kurir, menghubungi calon korbannya melalui pesan WhatsApp, dan memintanya membuka file foto paket yang dikirim untuk memastikan paket itu benar atas nama korban atau bukan.
Modus kedua hampir mirip, penipu menghubungi calon korbannya melalui WhatsApp dan memintanya menginstal aplikasi ekspedisi (dalam kasus ini J&T) palsu, yang akan meminta persetujuan membaca SMS. Aplikasi tiruan ini disebutnya dibutuhkan untuk mengecek paket bodong yang dikirim.
Pakar keamanan siber menekankan kepada masyarakat untuk menghindari mengklik tautan yang mencurigakan atau mirip-mirip dengan akun resmi perbankan yang ditujukan untuk “mencuri” akses layanan perbankan seseorang.
Selain itu, makin beragamnya modus penipuan social engineering (soceng) harus ditanggapi masyarakat dengan meningkatkan kewaspadaan saat mengakses informasi mau pun saat bertransaksi. Masyarakat diharuskan lebih waspada agar tidak membagikan data pribadi dan data perbankan kepada pelaku yang mengaku mengatasnamakan bank.
Soceng biasanya memengaruhi pikiran korban dengan angin surga melalui penawaran hadiah, atau menakut-nakuti seperti jika tidak melakukan yang diperintahkan akun nasabah bisa terblokir atau dikenai denda.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerima sebanyak 290.388 laporan sektor jasa keuangan, termasuk 13.427 pengaduan per 30 November 2022. Dari pengaduan tersebut, sebanyak 6.756 merupakan pengaduan sektor perbankan.
Lalu, sebanyak 6.588 merupakan pengaduan sektor IKNB (Industri Keuangan Non Bank) dan sisanya merupakan layanan sektor pasar modal. OJK telah menindaklanjuti pengaduan tersebut dan tercatat 11.954 dari pengaduan tersebut telah terselesaikan.
Perkembangan teknologi telah membuka celah bagi sekelompok orang untuk melakukan aksi cyber crime atau kejahatan dunia maya, termasuk kejahatan penipuan perbankan.
Terdapat beragam kecurangan di dunia perbankan seperti pelanggaran data, phising, skimming, dan lainnya. Para penipu membuat suatu sistem yang sangat mirip dengan aslinya, sehingga terkadang modus yang dipakai penipu tak disadari oleh korban.
Seperti misalnya, saat ini marak penipuan perbankan bermodus pergantian biaya administrasi bulanan yang disebarkan melalui aplikasi pesan online, dengan menyertakan suatu link yang meminta nasabahnya mengisikan sejumlah data penting.
Untuk itu, diperlukan kewaspadaan masyarakat dan tidak kalah penting mengenali ciri-ciri penipu agar terhindar dari modus penipuan.
Fenomena ‘angin surga’ kuat sekali dengan janji muluk-muluk. Kelengahan dimanfaatkan untuk menekan secara psikologis, ini yang membuat penipu melakukan arahan dan diikuti korbannya.
Petuah orang tua dulu untuk tidak berbicara sama orang asing yang tidak dikenal hingga saat ini masih berlaku, tapi terkadang kita lupa dan lengah.
Kondisi tersebut sudah semestinya membuat kita lebih waspada lagi. Sedikit saja celah kelengahan, itu bisa dimanfaatkan pihak tak bertanggung jawab yang bikin isi tabungan melayang.
Kejahatan siber semakin beragam, seolah-olah pelaku tidak pernah kehabisan ide untuk mengelabui korbannya. Terbaru, ada modus penipuan kurir palsu yang berakhir dengan akun mobile banking (m-banking) korban dibajak dan saldonya dibobol.
Ada dua modus operandinya. Pertama, penipu menyamar menjadi kurir, menghubungi calon korbannya melalui pesan WhatsApp, dan memintanya membuka file foto paket yang dikirim untuk memastikan paket itu benar atas nama korban atau bukan.
Modus kedua hampir mirip, penipu menghubungi calon korbannya melalui WhatsApp dan memintanya menginstal aplikasi ekspedisi (dalam kasus ini J&T) palsu, yang akan meminta persetujuan membaca SMS. Aplikasi tiruan ini disebutnya dibutuhkan untuk mengecek paket bodong yang dikirim.
Pakar keamanan siber menekankan kepada masyarakat untuk menghindari mengklik tautan yang mencurigakan atau mirip-mirip dengan akun resmi perbankan yang ditujukan untuk “mencuri” akses layanan perbankan seseorang.
Selain itu, makin beragamnya modus penipuan social engineering (soceng) harus ditanggapi masyarakat dengan meningkatkan kewaspadaan saat mengakses informasi mau pun saat bertransaksi. Masyarakat diharuskan lebih waspada agar tidak membagikan data pribadi dan data perbankan kepada pelaku yang mengaku mengatasnamakan bank.
Soceng biasanya memengaruhi pikiran korban dengan angin surga melalui penawaran hadiah, atau menakut-nakuti seperti jika tidak melakukan yang diperintahkan akun nasabah bisa terblokir atau dikenai denda.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerima sebanyak 290.388 laporan sektor jasa keuangan, termasuk 13.427 pengaduan per 30 November 2022. Dari pengaduan tersebut, sebanyak 6.756 merupakan pengaduan sektor perbankan.
Lalu, sebanyak 6.588 merupakan pengaduan sektor IKNB (Industri Keuangan Non Bank) dan sisanya merupakan layanan sektor pasar modal. OJK telah menindaklanjuti pengaduan tersebut dan tercatat 11.954 dari pengaduan tersebut telah terselesaikan.
Perkembangan teknologi telah membuka celah bagi sekelompok orang untuk melakukan aksi cyber crime atau kejahatan dunia maya, termasuk kejahatan penipuan perbankan.
Terdapat beragam kecurangan di dunia perbankan seperti pelanggaran data, phising, skimming, dan lainnya. Para penipu membuat suatu sistem yang sangat mirip dengan aslinya, sehingga terkadang modus yang dipakai penipu tak disadari oleh korban.
Seperti misalnya, saat ini marak penipuan perbankan bermodus pergantian biaya administrasi bulanan yang disebarkan melalui aplikasi pesan online, dengan menyertakan suatu link yang meminta nasabahnya mengisikan sejumlah data penting.
Untuk itu, diperlukan kewaspadaan masyarakat dan tidak kalah penting mengenali ciri-ciri penipu agar terhindar dari modus penipuan.
Fenomena ‘angin surga’ kuat sekali dengan janji muluk-muluk. Kelengahan dimanfaatkan untuk menekan secara psikologis, ini yang membuat penipu melakukan arahan dan diikuti korbannya.
Petuah orang tua dulu untuk tidak berbicara sama orang asing yang tidak dikenal hingga saat ini masih berlaku, tapi terkadang kita lupa dan lengah.
(bmm)