Kemenkominfo Catat 405.000 Laporan Penipuan Transaksi Online Sepanjang 2017-2024
loading...
A
A
A
JAKARTA - Fenomena penyebaran informasi palsu atau hoaks masih menjadi masalah serius di Indonesia. Parahnya, hal ini dapat merusak tatanan sosial, ekonomi hingga politik.
Ironinya, motivasi pembuatan konten hoaks seringkali didasari oleh faktor finansial atau hanya demi meraup keuntungan semata. Konten yang kontroversial dianggap menarik perhatian banyak orang yang dapat menghasilkan pendapatan melalui iklan dan berbagai bentuk monetisasi lainnya.
Berdasarkan data yang dihimpun Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) dari 2017 hingga 2024 terdapat 405.000 laporan penipuan transaksi online. Sebanyak 13,1% penipuan terjadi di sektor e-commerce pada 2023.
Hal itu terungkap dalam diskusi daring "Obral Obrol Literasi Digital" bertajuk "Jangan Asal Cuan, Telusuri Faktanya" yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) pada Jumat, 19 Juli 2024.
Dalam diskusi tersebut dibahas bahwa membuat konten tidak hanya untuk mencari keuntungan, tapi juga harus bermanfaat bagi masyarakat. Selain itu para pembuat konten juga harus dapat mempertanggungjawabkan apa yang disebarluaskan ke masyarakat.
Presidium Mafindo Puji F. Susanti menyebut tipologi hoaks berubah-ubah dari tahun ke tahun. Hal tersebut terjadi karena situasi sosial, politik, dan perekonomian masyarakat yang berubah-ubah.
"Dari tahun ke tahun tipologi hoaks itu berubah, mereka berkembang tergantung kondisi dan tren yang sedang dimintai masyarakat," ujarnya, Minggu (21/7/2024).
Puji menambahkan, tidak hanya menyesatkan secara intelektual, hoaks juga dapat menjadi media aksi tindak kejahatan di dunia digital. Salah satu contohnya banyak akun palsu yang memanfaatkan sosok orang lain yang sedang jadi tren di media sosial. Lewat akun palsu tersebut, pelaku tindak kejahatan digital melancarkan aksinya.
Ironinya, motivasi pembuatan konten hoaks seringkali didasari oleh faktor finansial atau hanya demi meraup keuntungan semata. Konten yang kontroversial dianggap menarik perhatian banyak orang yang dapat menghasilkan pendapatan melalui iklan dan berbagai bentuk monetisasi lainnya.
Berdasarkan data yang dihimpun Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) dari 2017 hingga 2024 terdapat 405.000 laporan penipuan transaksi online. Sebanyak 13,1% penipuan terjadi di sektor e-commerce pada 2023.
Hal itu terungkap dalam diskusi daring "Obral Obrol Literasi Digital" bertajuk "Jangan Asal Cuan, Telusuri Faktanya" yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) pada Jumat, 19 Juli 2024.
Dalam diskusi tersebut dibahas bahwa membuat konten tidak hanya untuk mencari keuntungan, tapi juga harus bermanfaat bagi masyarakat. Selain itu para pembuat konten juga harus dapat mempertanggungjawabkan apa yang disebarluaskan ke masyarakat.
Baca Juga
Presidium Mafindo Puji F. Susanti menyebut tipologi hoaks berubah-ubah dari tahun ke tahun. Hal tersebut terjadi karena situasi sosial, politik, dan perekonomian masyarakat yang berubah-ubah.
"Dari tahun ke tahun tipologi hoaks itu berubah, mereka berkembang tergantung kondisi dan tren yang sedang dimintai masyarakat," ujarnya, Minggu (21/7/2024).
Puji menambahkan, tidak hanya menyesatkan secara intelektual, hoaks juga dapat menjadi media aksi tindak kejahatan di dunia digital. Salah satu contohnya banyak akun palsu yang memanfaatkan sosok orang lain yang sedang jadi tren di media sosial. Lewat akun palsu tersebut, pelaku tindak kejahatan digital melancarkan aksinya.