Bareskrim Polri Buka Peluang 17 WNI Korban TPPO Jadi Tersangka Penipuan Online

Jum'at, 19 Juli 2024 - 19:02 WIB
loading...
Bareskrim Polri Buka...
Dittipidsiber Bareskrim Polri membuka peluang 17 korban TPPO menjadi tersangka kasus penipuan online berkedok lowongan kerja paruh waktu atau part time. Foto: SINDOnews/Riana Rizkia
A A A
JAKARTA - Dittipidsiber Bareskrim Polri membuka peluang 17 korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) menjadi tersangka kasus penipuan online berkedok lowongan kerja paruh waktu atau part time.

"Adapun mereka jadi tersangka kita akan melihat sejauh mana perannya. Alat bukti lain yang kira-kira menguatkan. Kalau nanti kuat, alat bukti cukup, tidak menutup kemungkinan jadi tersangka," ujar Kasubdit II Dittipidsiber Bareskrim Polri Kombes Pol Alfis Suhaili di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (19/7/2024).



Sebanyak 17 WNI yang memiliki keahlian di bidang informatika menjadi korban TPPO dan dikirim ke Dubai. Mereka tidak mengetahui akan dipekerjakan sebagai scammer.

Sebelumnya, Dirtipidsiber Bareskrim Polri Brigjen Pol Himawan Bayu Aji mengatakan, para korban ditawari untuk bekerja di Dubai dengan gaji hingga Rp15 juta per bulan.

Setelah direkrut sebagai scammer, mereka bakal melancarkan aksi penipuannya melalui media Telegram dan WhatsApp.

"Korban ditawari pekerjaan sebagai pekerja kantor yang berhubungan dengan komputer di luar negeri dengan gaji 3.500 dirham atau Rp15 juta per bulan," ujar Himawan, Selasa (16/7/2024).

Korban tak hanya berasal dari Indonesia, tapi sejumlah warga negara China, India, hingga Thailand. Mereka tergiur lalu diberangkatkan ke luar negeri dan dibawa ke sebuah tempat.

"WNI sebanyak 17 orang, WN Thailand 10 orang, WN China 21 orang, dan WN India 20 orang (menjadi korban TPPO)," katanya.

Para korban merasa dijebak oleh sindikat ZS karena awalnya dijanjikan sebagai pekerja kantoran di Dubai, namun malah bekerja sebagai operator penipuan melalui media sosial.

"Dibriefing di lokasi bahwa tugas operator mencari korban WNI dengan teknik social engineering," ujarnya.

"Teknik social engineering artinya dia mem-blasting link website kemudian mempelajari pola-polanya untuk menawarkan investasi ataupun pekerjaan paruh waktu dengan hasil yang direkayasa sehingga korban mendapatkan untung atau komisi," sambungnya.
(jon)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1630 seconds (0.1#10.140)