Komisi VIII DPR Akui Prokontra Jadi Alasan Tarik RUU PKS
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto menjelaskan soal alasan komisinya menarik usulan Rancangan Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020.
Menurut Yandri, pembahasan RUU PKS menimbulkan pro kontra yang luar biasa, selain itu pihaknya juga menunggu pengesahan RUU KUHP karena ini menyangkut pembahasan ketentuan pidana di RUU PKS.
“Kenapa RUU PKS kita cabut dulu karena itu prokontranya sangat tinggi. Pada pasal pemidanaan, belum bisa kita cantumkan karena pembahasan RUU KUHP belum rampung,” kata Yandri ketika dihubungi di Jakarta, Jumat (10/7/2020).
Yandri melihat bahwa payung hukum yang ada belum bisa menimbulkan efek jera terhadap pelaku kekerasan seksual. Efek jera kepada pelaku kekerasan tidak akan tercapai tanpa diikuti hukuman yang maksimal. Itu semua bisa dimasukkan dalam pembahasan RUU PKS di tahun berikutnya.
“Tapi kalau misalkan hukumannya hukuman mati atau hukuman seumur hidup atau dia dikucilkan di lingkungan tertentu, saya kira enggak apa-apa dibegitukan saja, dimaksimalkan,” usul Wakil Ketua Umum PAN itu.( )
Namun demikian, legislator dari Banten ini menuturkan Komisi VIII DPR masih ingin membahas RUU PKS di tahun berikutnya. Karena, untuk tahun 2020 ini pihaknya tengah fokus terhadap revisi UU Nomor 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana.
“Nanti kita lanjutkan lagi di tahun depan bisa, dimasukan ke prolegnas prioritas lagi. Sekarang kan UU Bencana, kita mau prioritaskan ke UU Bencana dulu. Belum diputuskan soal AKD yang bertanggung jawab, kita masih mau garap itu,” terangnya.
Yandri juga prihatin atas berbagai kekerasan terhadap anak yang semakin meningkat di masa pandemi ini.
Untuk itu, Rapat Kerja dengan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPPA), pihaknya selalu mengingatkan agar di masa pandemi Covid-19 ini anak-anak tidak terjangkit corona apalagi jadi korban kekerasan. Pengawasan di lingkungan sekitar juga perlu ditingkatkan, dan ini membutuhkan kepedulian masyarakat di lingkungan masing-masing.
“Karena biasanya terjadi karena lingkungan tidak terlalu peduli dengan dunia anak, tidak mau repot untuk curiga atas gerakan-gerakan yang mengarah pada kekerasan anak, mereka tidak peduli akhirnya membiarkan. Anggaran pun kecil, kemudian jangkauannya luas sekali maka perlu kepedulian semua pihak khususnya lingkungan,” tutur Yandri. *kiswondari
Menurut Yandri, pembahasan RUU PKS menimbulkan pro kontra yang luar biasa, selain itu pihaknya juga menunggu pengesahan RUU KUHP karena ini menyangkut pembahasan ketentuan pidana di RUU PKS.
“Kenapa RUU PKS kita cabut dulu karena itu prokontranya sangat tinggi. Pada pasal pemidanaan, belum bisa kita cantumkan karena pembahasan RUU KUHP belum rampung,” kata Yandri ketika dihubungi di Jakarta, Jumat (10/7/2020).
Yandri melihat bahwa payung hukum yang ada belum bisa menimbulkan efek jera terhadap pelaku kekerasan seksual. Efek jera kepada pelaku kekerasan tidak akan tercapai tanpa diikuti hukuman yang maksimal. Itu semua bisa dimasukkan dalam pembahasan RUU PKS di tahun berikutnya.
“Tapi kalau misalkan hukumannya hukuman mati atau hukuman seumur hidup atau dia dikucilkan di lingkungan tertentu, saya kira enggak apa-apa dibegitukan saja, dimaksimalkan,” usul Wakil Ketua Umum PAN itu.( )
Namun demikian, legislator dari Banten ini menuturkan Komisi VIII DPR masih ingin membahas RUU PKS di tahun berikutnya. Karena, untuk tahun 2020 ini pihaknya tengah fokus terhadap revisi UU Nomor 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana.
“Nanti kita lanjutkan lagi di tahun depan bisa, dimasukan ke prolegnas prioritas lagi. Sekarang kan UU Bencana, kita mau prioritaskan ke UU Bencana dulu. Belum diputuskan soal AKD yang bertanggung jawab, kita masih mau garap itu,” terangnya.
Yandri juga prihatin atas berbagai kekerasan terhadap anak yang semakin meningkat di masa pandemi ini.
Untuk itu, Rapat Kerja dengan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPPA), pihaknya selalu mengingatkan agar di masa pandemi Covid-19 ini anak-anak tidak terjangkit corona apalagi jadi korban kekerasan. Pengawasan di lingkungan sekitar juga perlu ditingkatkan, dan ini membutuhkan kepedulian masyarakat di lingkungan masing-masing.
“Karena biasanya terjadi karena lingkungan tidak terlalu peduli dengan dunia anak, tidak mau repot untuk curiga atas gerakan-gerakan yang mengarah pada kekerasan anak, mereka tidak peduli akhirnya membiarkan. Anggaran pun kecil, kemudian jangkauannya luas sekali maka perlu kepedulian semua pihak khususnya lingkungan,” tutur Yandri. *kiswondari
(dam)