Akankah Indonesia Impor Beras?

Rabu, 07 Desember 2022 - 10:56 WIB
loading...
Akankah Indonesia Impor Beras?
Ridho Ilahi (Foto: Ist)
A A A
Ridho Ilahi
Fungsional Statistisi Badan Pusat Statistik Kabupaten Bangka

BADAN
Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) dan Kementerian Pertanian (Kementan) silang data dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama NFA, Kementan, Badan Urusan Logistik (Bulog), dan ID FOOD di DPR.

Data stok beras dalam negeri dari kedua lembaga pemerintah itu berbeda padahal data itu penting untuk ketersediaan beras dalam negeri. Sementara itu, Kepala Bulog memaparkan kondisi di lapangan terkait stok beras di gudang Bulog.

Baca Juga: koran-sindo.com

Menurutnya, stok beras di Bulog saat ini tersedia 594.000 ton sementara kebutuhan dalam negeri hingga akhir tahun ini mencapai 1,2 juta ton sehingga perlu peningkatan stok cadangan beras. Penambahan stok tersebut guna menjamin stabilitas harga dan mengamankan kebutuhan masyarakat apabila terjadi kondisi kedaruratan.

Lantas apakah Indonesia akan mengimpor beras? Saat ini, Indonesia benar-benar membutuhkan tambahan stok cadangan beras guna intervensi pasar dan mengantispasi kondisi tidak terduga seperti bencana. Namun, wacana opsi impor beras mestinya disetop. Pasalnya, kebijakan ini menimbulkan polemik akibat data stok beras antara Bulog dan Kementan berbeda.

Klaim data Kementan menunjukkan produksi dalam negeri masih cukup dan meminta Bulog mengoptimalkan penyerapan beras dari petani. Penyerapan beras oleh Bulog nyatanya selalu tidak memenuhi target. Saat puncak panen di Indonesia pada Maret, April, Juli, dan Oktober justru Bulog tidak menyerap maksimal beras yang ada di petani.

Setidaknya ada 4 (empat) penyebab menipisnya stok beras dalam beberapa pekan ini. Pertama, kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) yang dilakukan oleh pemerintah beberapa waktu lalu. Kedua, adanya kenaikan harga komponen pupuk sehingga berdampak pada naiknya variabel cost produksi beras. Ketiga, rendahnya serapan beras-beras yang ada di petani. Keempat, jumlah stok beras yang ada di Perum Bulog itu sendiri.

Seandainya Indonesia terpaksa mengimpor, adakah negara-negara yang bersedia mengekspor berasnya? Ironinya, negara-negara produsen beras sedang membatasi ekspornya demi menjaga ketersediaan beras dalam negeri. Ancaman krisis beras mulai terjadi akibat pembatasan kegiatan masyarakat sejak pandemi Covid-19 serta pembatasan distribusi barang antarnegara yang menghambat distribusi beras.

Selain itu, Food and Agriculture Organization(FAO) juga mencatat angka prevalensi kerawanan pangan terhadap jumlah penduduk dunia mencapai 11,7% pada 2021. Persentase tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan prevalensi kerawanan pangan Indonesia pada 2021 sebesar 8,49% (BPS, 2022). Namun, jika dilihat hasil proyeksi penduduk Indonesia sebanyak 275,77 juta jiwa pada 2022, maka jumlah penduduk yang rawan pangan mencapai 23,41 juta jiwa. Angka ini tergolong besar di tengah kenaikan laju inflasi pangan dan krisis energi.

Kondisi ini diperparah dengan konflik Rusia dan Ukraina yang tak kunjung berakhir dan memberi ripple effect yang berdampak pada krisis pangan. Jika tidak segera diatasi akan menimbulkan masalah kesehatan dan harapan hidup masyarakat Indonesia.

Kebutuhan beras Indonesia dari waktu ke waktu terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk. Jika ketersediaan beras berkurang, secara tidak langsung akan mengganggu aktivitas masyarakat akibat tidak tercukupinya kebutuhan beras. Wilayah Jawa dan Sumatera masuk kategori cukup berkelanjutan ketersediaan beras, sedangkan Kalimantan, Sulawesi, dan wilayah lainnya masuk kategori kurang berkelanjutan. Neraca Beras Indonesia menunjukkan hampir 52,94% wilayah di Indonesia surplus beras, sisanya 47,06% defisit.

Apabila stok beras dalam negeri menipis makan akan memicu kelangkaan dan kenaikan harga beras. Kenaikan harga beras akan memperparah kondisi penduduk miskin di Indonesia. Hal ini dikarenakan konsumsi beras merupakan penyumbang terbesar garis kemiskinan dan makanan menjadi pengeluaran terbesar penduduk miskin.

Jika harga beras naik, maka dibutuhkan banyak uang untuk mencukupi kebutuhan dasarnya, sehingga alokasi pengeluaran yang lain semakin berkurang. Kenaikan harga beras juga mendorong pertambahan jumlah penduduk miskin akibat naiknya garis kemiskinan. Penduduk hampir miskin yang semula aman berada di atas garis kemiskinan, akan jatuh ke jurang kemiskinan akibat kenaikan harga beras.

Suplai Data Beras
Data produksi beras NFA dan Kementan saat ini sudah satu data karena disuplai oleh Badan Pusat Statistik (BPS) setiap bulan melalui hasil Survei Kerangka Sampel Area (KSA). Survei KSA ini diinisiasi oleh BPPT, didukung oleh Kementerian ATR/BPN, BIG, serta LAPAN guna memperbaiki perhitungan luas panen padi memanfaatkan citra satelit beresolusi tinggi. Dengan demikian, data yang dikumpulkan menjadi lebih akurat dan tepat waktu sehingga sudah clear dari sisi data produksi. Persoalannya muncul ketika akan menghitung stok beras yang ada.

Kementan bersama BPS merilis survei cadangan beras nasional (SCBN) 2022 yang mencakup penghitungan ketersediaan cadangan beras di tingkat institusi. Fakta lapangan menunjukkan stok beras nasional periode 31 Maret 2022 mencapai 9,11 juta ton beras, kemudian 30 April 2022 meningkat menjadi 10,15 juta ton, sedangkan Juni 2022 turun menjadi 9,71 juta ton.

Sekitar 68% stok beras Juni 2022 berada di institusi rumah tangga mencapai 6,6 juta ton, kemudian di pedagang 1,04 juta ton, Bulog 1,11 juta ton, penggilingan 0,69 juta ton dan horeka (hotel, restoran, katering) maupun industri sebesar 0,28 juta ton.

Hasil SCBN mengonfirmasi bahwa stok beras mencukupi dan akan bertambah seiring dengan adanya panen tiap bulan hingga akhir Desember 2022. Syaratnya, tidak terjadi gangguan panen padi seperti banjir dan serangan hama pada beberapa sentra beras di Indonesia, yaitu Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan.
(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2175 seconds (0.1#10.140)