Reshuffle Kabinet Diyakini Mampu Genjot Kinerja
loading...
A
A
A
JAKARTA - Isu reshuffle kabinet dalam pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin mencuat baru-baru ini. Pernyataan tersebut terlontar dari Presiden Jokowi saat Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Kamis (18/6/2020). Saat itu, Presiden mengungkapkan kemarahannya kepada para menteri lantaran belum menunjukkan kinerja yang optimal di tengah pandemi COVID-19 yang melanda di Indonesia.
Di sela-sela pernyataannya tersebut, terlontarlah kata reshuffle. Reshuffle sendiri bukanlah hal yang luar biasa dalam pemerintahan Presiden Jokowi. Tercatat, pada periode pertama pemerintahannya, Jokowi telah melakukan empat kali reshuffle. Reshuffle pertama dilakukan pada 12 Agustus 2015, disusul 27 Juli 2016, 17 Januari 2018, dan 15 Agustus 2018.
Dalam setiap aksi reshuffle, selalu terselip pro dan kontra. Tak terkecuali di periode pemerintahan Presiden Jokowi yang kedua ini. Berbagai reaksi dari berbagai kalangan pun muncul pasca-presiden menyampaikan hal tersebut.( )
Hasil survei online SINDONews pada 30 Juni–06 Juli 2020 memperlihatkan 96% responden mendukung reshuffle kabinet. Sebagian besar responden menyatakan dukungan reshuffle karena melihat adanya beberapa pos kementerian yang belum menunjukkan kinerja maksimal sehingga upaya ini diyakini mampu menggenjot ketertinggalan kementerian tersebut.
Responden menilai, bahwa reshuffle perlu dilakukan karena adanya beberapa pos kementerian yang dipegang oleh orang yang kurang pas. "Saya pikir perlu ada perombakan kabinet karena ada beberapa menteri sekarang ada yang kurang pas penempatannya sehingga memengaruhi kinerja," kata Ilham, warga Jakarta.
Sendy, seorang warga berstatus karyawan juga mengamini perlunya reshuffle. Menurutnya, di tengah pandemi ini, dibutuhkan menteri-menteri yang bisa bekerja extraordinary. "Menghadapi pandemi yang sedang terjadi saat ini butuh kemampuan luar biasa. Jadi memang benar yang dibilang Pak Jokowi, kinerja yang masih biasa aja saat ini patut di-reshuffle," ujarnya.( )
Secara umum, kinerja para menteri di Kabinet Indonesia Maju sendiri dinilai para responden belum terlalu menggembirakan. Kinerja Kabinet Indonesia Maju yang diisi oleh 38 menteri dan pejabat setingkat menteri sebagian besar dinilai "cukup" oleh 52% responden. Dari sejumlah bidang kementerian tersebut, ada tiga bidang yang dinilai perlu menggenjot kinerjanya, yaitu bidang kesehatan, tenaga kerja serta bidang pendidikan.
Bidang kesehatan dinilai oleh 50% responden perlu melakukan pembenahan, khususnya terkait dengan penanganan kasus COVID-19. Sementara bidang tenaga kerja, mendapat sorotan dari 25% responden karena dinilai belum maksimal dalam menangani para pekerja yang terdampak pandemi.
Selain dua bidang tersebut, bidang pendidikan juga tak luput menjadi sorotan. Peningkatan kualitas pendidikan di era pandemi serta sistem penerimaan siswa baru menjadi dua isu yang sedang menghangat di bidang ini dan menimbulkan polemik di kalangan masyarakat.
Di sela-sela pernyataannya tersebut, terlontarlah kata reshuffle. Reshuffle sendiri bukanlah hal yang luar biasa dalam pemerintahan Presiden Jokowi. Tercatat, pada periode pertama pemerintahannya, Jokowi telah melakukan empat kali reshuffle. Reshuffle pertama dilakukan pada 12 Agustus 2015, disusul 27 Juli 2016, 17 Januari 2018, dan 15 Agustus 2018.
Dalam setiap aksi reshuffle, selalu terselip pro dan kontra. Tak terkecuali di periode pemerintahan Presiden Jokowi yang kedua ini. Berbagai reaksi dari berbagai kalangan pun muncul pasca-presiden menyampaikan hal tersebut.( )
Hasil survei online SINDONews pada 30 Juni–06 Juli 2020 memperlihatkan 96% responden mendukung reshuffle kabinet. Sebagian besar responden menyatakan dukungan reshuffle karena melihat adanya beberapa pos kementerian yang belum menunjukkan kinerja maksimal sehingga upaya ini diyakini mampu menggenjot ketertinggalan kementerian tersebut.
Responden menilai, bahwa reshuffle perlu dilakukan karena adanya beberapa pos kementerian yang dipegang oleh orang yang kurang pas. "Saya pikir perlu ada perombakan kabinet karena ada beberapa menteri sekarang ada yang kurang pas penempatannya sehingga memengaruhi kinerja," kata Ilham, warga Jakarta.
Sendy, seorang warga berstatus karyawan juga mengamini perlunya reshuffle. Menurutnya, di tengah pandemi ini, dibutuhkan menteri-menteri yang bisa bekerja extraordinary. "Menghadapi pandemi yang sedang terjadi saat ini butuh kemampuan luar biasa. Jadi memang benar yang dibilang Pak Jokowi, kinerja yang masih biasa aja saat ini patut di-reshuffle," ujarnya.( )
Secara umum, kinerja para menteri di Kabinet Indonesia Maju sendiri dinilai para responden belum terlalu menggembirakan. Kinerja Kabinet Indonesia Maju yang diisi oleh 38 menteri dan pejabat setingkat menteri sebagian besar dinilai "cukup" oleh 52% responden. Dari sejumlah bidang kementerian tersebut, ada tiga bidang yang dinilai perlu menggenjot kinerjanya, yaitu bidang kesehatan, tenaga kerja serta bidang pendidikan.
Bidang kesehatan dinilai oleh 50% responden perlu melakukan pembenahan, khususnya terkait dengan penanganan kasus COVID-19. Sementara bidang tenaga kerja, mendapat sorotan dari 25% responden karena dinilai belum maksimal dalam menangani para pekerja yang terdampak pandemi.
Selain dua bidang tersebut, bidang pendidikan juga tak luput menjadi sorotan. Peningkatan kualitas pendidikan di era pandemi serta sistem penerimaan siswa baru menjadi dua isu yang sedang menghangat di bidang ini dan menimbulkan polemik di kalangan masyarakat.
(abd)