KUPI II dan Signifikansi Fatwa Ramah Perempuan
loading...
A
A
A
KUPI II diselenggarakan di Semarang dan Jepara, Jawa Tengah pada 23-26 November 2022, mengusung tema “Menegukan Peran Ulama Perempuan untuk Peradaban yang Berkeadilan” menjadi momentum Gerakan keulamaan perempuan orgaik ini semakin mensinergikan gerakannya. Tidak kurang dari 20 negara dipastikan menghadiri perhelatan akbar ini.
Nilai Strategis Fatwa Ramah Perempuan
Fatwa atau Pandangan Keagamaan KUPI dirumuskan melalui prosedur yang ketat, yaitu pertama dengan melakukanTashowwuratau mendeskripsikan masalah. Kedua merumuskan masalah hukum daritashowwuratau deskripsi realitas sosial yang ada.
Ketiga disusunistidlalatau analisis struktur hukum yang menjadi dasar pendangan keagamaan dengan berpedoman pada tujuan ditetapkannyamaqashidu syariah. Keempat dirumuskandalalah-nya baik ayat al-Qur’an, hadist, fatwa ulama sebelumnya, hingga undang-undang. Pandangan keagamaan MUI juga memberikan rekomendasi kepada berbagai pihak terkait dengan isu yang dibahas.
Dalam semua tahapan, pandangan agama KUPI ini dirumuskan dengan menggunakan tiga prespektif dasar yang menjadi jembatan pada pandangan keagamaan yang ramah perempuan, yaitu perspektif ma’ruf, mubadalah dan keadilan hakiki. Ketiganya menjadi tolok ukur terpenuhinyamaqashidu syariahserta rasa keadilan relasi laki-laki dan perempuan.
Perjuangan ini bukan sepi dari telisik, tetapi telah nyata memberikan kontribusi yang dirasakan bagi sebagaian kalangan, termasuk para legislator dalam menetapkan kebijakan perundang-undangan.
Masih basah jejak sejarah perjuangan keadilan gender di Indonesia dalam memperjuangkan peraturan yang memberikan perlindungan hukum bagi tindak pidana kekerasan seksual yang sebelumnya bergaung dalam perjuangan RUU PKS (kini telah di undangkan dalam UU UU Nomor 12 Tahun 2022, Tindak Pidana Kekerasan Seksual).
Stigma anti islam, pro kemaksiatan hingga pergaulan bebas disematkan kepada pro pejuang UU TPKS saat itu. Narasi agama yang di bawa oleh pihak yang kontra memerlukan pandangan keagamaan yang menguatkan perjuangan UU TPKS beserta argument teologis yang ramah perempuan.
Dan, di sinilah KUPI memberikan sumbangsihnya, memberi amunisi argument teologis melalui fatwa atau pandangan keagamaan yang ramah perempuan dari para ulama perempuan.
Tentu, perjuangan mewarnai negeri dengan nilai keadilan relasi laki-laki dan perempuan di berbagai sendi kehidupan masih harus terus ditabuh. Hari ini fakta persoalan ketimpangan gender masih tinggi, mulai dari perkosaan, kawin paksa, kekerasan seksual hingga persoalan diskriminasi dan marginalisasi.
Semesta menanti fatwa keagamaan para ulama perempuan, yang prespektif ma’ruf-nya membawa kemaslahatan tanpa mengerdilkan kearifan budaya lokal dengan metode mubadalahnya, mentafsir ulang teks keagamaan menjadi lebih bernurani dan tidak mengecilkan perempuan.
Nilai Strategis Fatwa Ramah Perempuan
Fatwa atau Pandangan Keagamaan KUPI dirumuskan melalui prosedur yang ketat, yaitu pertama dengan melakukanTashowwuratau mendeskripsikan masalah. Kedua merumuskan masalah hukum daritashowwuratau deskripsi realitas sosial yang ada.
Ketiga disusunistidlalatau analisis struktur hukum yang menjadi dasar pendangan keagamaan dengan berpedoman pada tujuan ditetapkannyamaqashidu syariah. Keempat dirumuskandalalah-nya baik ayat al-Qur’an, hadist, fatwa ulama sebelumnya, hingga undang-undang. Pandangan keagamaan MUI juga memberikan rekomendasi kepada berbagai pihak terkait dengan isu yang dibahas.
Dalam semua tahapan, pandangan agama KUPI ini dirumuskan dengan menggunakan tiga prespektif dasar yang menjadi jembatan pada pandangan keagamaan yang ramah perempuan, yaitu perspektif ma’ruf, mubadalah dan keadilan hakiki. Ketiganya menjadi tolok ukur terpenuhinyamaqashidu syariahserta rasa keadilan relasi laki-laki dan perempuan.
Perjuangan ini bukan sepi dari telisik, tetapi telah nyata memberikan kontribusi yang dirasakan bagi sebagaian kalangan, termasuk para legislator dalam menetapkan kebijakan perundang-undangan.
Masih basah jejak sejarah perjuangan keadilan gender di Indonesia dalam memperjuangkan peraturan yang memberikan perlindungan hukum bagi tindak pidana kekerasan seksual yang sebelumnya bergaung dalam perjuangan RUU PKS (kini telah di undangkan dalam UU UU Nomor 12 Tahun 2022, Tindak Pidana Kekerasan Seksual).
Stigma anti islam, pro kemaksiatan hingga pergaulan bebas disematkan kepada pro pejuang UU TPKS saat itu. Narasi agama yang di bawa oleh pihak yang kontra memerlukan pandangan keagamaan yang menguatkan perjuangan UU TPKS beserta argument teologis yang ramah perempuan.
Dan, di sinilah KUPI memberikan sumbangsihnya, memberi amunisi argument teologis melalui fatwa atau pandangan keagamaan yang ramah perempuan dari para ulama perempuan.
Tentu, perjuangan mewarnai negeri dengan nilai keadilan relasi laki-laki dan perempuan di berbagai sendi kehidupan masih harus terus ditabuh. Hari ini fakta persoalan ketimpangan gender masih tinggi, mulai dari perkosaan, kawin paksa, kekerasan seksual hingga persoalan diskriminasi dan marginalisasi.
Semesta menanti fatwa keagamaan para ulama perempuan, yang prespektif ma’ruf-nya membawa kemaslahatan tanpa mengerdilkan kearifan budaya lokal dengan metode mubadalahnya, mentafsir ulang teks keagamaan menjadi lebih bernurani dan tidak mengecilkan perempuan.