KUPI II dan Signifikansi Fatwa Ramah Perempuan

Sabtu, 26 November 2022 - 13:59 WIB
loading...
KUPI II dan Signifikansi...
Umnia Labeb. FOTO/DOK KORAN SINDO
A A A
Umnia Labeb
Mahasiswa Doktoral UIN Walisongo/Anggota KUPI II

Ulama perempuan telah berkontribusi besar bagi bangsa Indonesia. Tetapi, dalam perjalananya diredupkan oleh bias sejarah yang hanya memotret peran dan kontribusi Kyai atau ulama laki-laki.

Kehadiran kongres ulama perempuan Indonesia (KUPI) yang pertama digelar di Cirebon pada 2017 meneguhkan peran dan kontribusi para ulama perempuan, di antaranya dalam memberikan pandangan keagamaan atau fatwa yang lebih ramah perempuan.

Pandangan keagamaan atau fatwa sangat dipengaruhi oleh deskripsi, prespektif hingga metodologi dalam perumusan suatu fatwa. Keterpinggiran ulama perempuan selama ini berimplikasi pada pandangan keagamaan yang kurang ramah dan tidak sensitif pada persoalan dasar perempuan.

Dalam konteks fatwa sebagai bagian dari tafsir agama, sangat urgen bagaimana eksistensi agama mampu menjawab persoalan keumatan, termasuk persoalan relasi laki-laki dan perempuan. Meski wajah agama tidak bisa lepas dari ritual dan hal-hal sakral, agama bagi penganutnya selalu dirindukan sebagai solusi. Di sinilah signifikansi fatwa keagamaan, yang kemunculannya menjadi jawaban problematika umat.

Fatwa keagamaan yang lahir dari teks-teks keagamaan yang masih ditafsir secara bias dengan prespektif yang patriarkhi memberikan dampak besar bagi perempuan seperti kekerasan, KDRT, pelecehan seksual, hingga persoalan diskriminasi dan marginalisasi. Di sinilah signifikansi kehadiran KUPI, yang memberikan wajah baru fatwa keagamaan, yang lebih ramah perempuan.

Keulamaan Perempuan Indonesia
KUPI pertama lima tahun silam adalah Kongres pertama bertemunya ulama perempuan dari berbagai wilayah di Indonesia hingga beberapa perwakilan dunia. Ulama perempuan dalam prespektif KUPI adalah ulama, baik laki-laki maupun perempuan yang memiliki prespektif keadilan hakiki dan prespektif mubadalah dalam persoalan sosial.

Dalam perjalannya, KUPI menemukan jati dirinya menjadi gerakan yang menghimpun individu dan lembaga yang menyakini nilai-nilai keislaman, kebangsaan, kemanusiaan, dan kesemestaan dengan pendekatan makruf, mubadalah, dan keadilan hakiki berdasarkan nash-nash atau teks-teks keagamaan Islam yang rahmatan lil alamain.

KUPI menjadi ruang perjumpaan dan konsolidasi antarindividu dari beragam latar belakang pendidikan dan organisasi yang bersifat non-partisan, inklusif, partisipatoris, lintas organisasi, lintas generasi, lintas latar belakang sosial dan pendidikan.

KUPI dengan gerakannya telah menyatukan khidmah keulamaan perempuan dengan inisiatif-inisiatif komunitas dan lembaga yang bergerak pada pemberdayaan perempuan. Baik di kalangan pesantren, akademisi, majelis taklim, aktivis organisasi keislaman, praktisi pemberdayaan di akar rumput, bahkan para aktivis gender dan HAM.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1253 seconds (0.1#10.140)