Berharap Pengesahan RKUHP Ditunda, Ini Penjelasan Dewan Pers
loading...

Anggota Dewan Pers Yadi Hendriana berharap, pemerintah menunda pengesahan RKUHP. Sebab, masih ada pasal yang mengancam kebebasan pers. Foto/Istimewa
A
A
A
JAKARTA - Anggota Dewan Pers , Yadi Hendriana mengantongi informasi bahwa Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) akan segera disahkan dalam waktu dekat. Ia berharap pemerintah menunda pengesahan RKUHP tersebut. Sebab, masih ada Pasal yang mengancam kebebasan pers.
"Kita melihat bahwa KUHP yang baru yang akan disahkan kabarnya besok, mudah-mudahan ditunda, itu ada beberapa pasal yang justru memang mengancam kebebasan pers dan akan berdampak kepada kriminalisasi terhadap karya pers," kata Yadi saat berbincang dalam diskusi akhir pekan Titik Temu RKN Radio berjudul 'Tarik Ulur RKUHP', Sabtu (19/11/2022).
Yadi menjelaskan sejumlah pasal yang mengancam kebebasan pers. Salah satunya, Pasal 218 hingga Pasal 220 RKUHP tentang Penghinaan terhadap Presiden. Di mana, kata Yadi, Pasal tersebut berpotensi mengkriminalisasi pers.
"Contohnya misalkan gini, dulu ada cover Tempo, yang melukiskan secara karikatur wajah, itu kita anggap karya pers, kemudian itu dianggap penghinaan terhadap kepala negara, itu berpotensi dipidanakan dalam pasal ini, nah ini yang kami kira berbahaya," beber Yadi.
Baca juga: Awas! RKUHP Bisa Menyasar Siapa Saja
Oleh karenanya, Dewan Pers mengusulkan agar dilakukan reformulasi dalam RKUHP tersebut. Reformulasi yang dimaksud, adanya penambahan frasa dalam Pasal-pasal yang mengancam kebebasan pers. Sehingga, ada pengecualian terhadap insan pers atau karya-karya jurnalistik.
"Makanya kami mengusulkan reformulasi. Kami tidak mengusulkan diganti itu. Reformulasi, menambah, misalkan pengecualian terhadap produk pers, harus mengacu kepada UU Nomor 40 Tahun 1999, tapi kan tidak nampak di situ," jelasnya.
Baca juga: Dewan Pers Pastikan Terlibat dalam Reformulasi RKUHP
Dewan Pers sudah sejak awal mengusulkan adanya reformulasi dalam Pasal-pasal yang mengancam kebebasan pers. Protes dilakukan sejak RKUHP muncul, atau sekira tahun 2017. Tapi, usulan tersebut tak kunjung diakomodir oleh Pemerintah dan DPR RI.
"Sampai akhirnya kami kaget itu sudah selesai tapi belum diupload di situs Kemenkumham, kami protes, kemudian kami melakukan beberapa kali pertemuan dengan Prof Eddy Wamenkumham," beber Yadi.
"Kita melihat bahwa KUHP yang baru yang akan disahkan kabarnya besok, mudah-mudahan ditunda, itu ada beberapa pasal yang justru memang mengancam kebebasan pers dan akan berdampak kepada kriminalisasi terhadap karya pers," kata Yadi saat berbincang dalam diskusi akhir pekan Titik Temu RKN Radio berjudul 'Tarik Ulur RKUHP', Sabtu (19/11/2022).
Yadi menjelaskan sejumlah pasal yang mengancam kebebasan pers. Salah satunya, Pasal 218 hingga Pasal 220 RKUHP tentang Penghinaan terhadap Presiden. Di mana, kata Yadi, Pasal tersebut berpotensi mengkriminalisasi pers.
"Contohnya misalkan gini, dulu ada cover Tempo, yang melukiskan secara karikatur wajah, itu kita anggap karya pers, kemudian itu dianggap penghinaan terhadap kepala negara, itu berpotensi dipidanakan dalam pasal ini, nah ini yang kami kira berbahaya," beber Yadi.
Baca juga: Awas! RKUHP Bisa Menyasar Siapa Saja
Oleh karenanya, Dewan Pers mengusulkan agar dilakukan reformulasi dalam RKUHP tersebut. Reformulasi yang dimaksud, adanya penambahan frasa dalam Pasal-pasal yang mengancam kebebasan pers. Sehingga, ada pengecualian terhadap insan pers atau karya-karya jurnalistik.
"Makanya kami mengusulkan reformulasi. Kami tidak mengusulkan diganti itu. Reformulasi, menambah, misalkan pengecualian terhadap produk pers, harus mengacu kepada UU Nomor 40 Tahun 1999, tapi kan tidak nampak di situ," jelasnya.
Baca juga: Dewan Pers Pastikan Terlibat dalam Reformulasi RKUHP
Dewan Pers sudah sejak awal mengusulkan adanya reformulasi dalam Pasal-pasal yang mengancam kebebasan pers. Protes dilakukan sejak RKUHP muncul, atau sekira tahun 2017. Tapi, usulan tersebut tak kunjung diakomodir oleh Pemerintah dan DPR RI.
"Sampai akhirnya kami kaget itu sudah selesai tapi belum diupload di situs Kemenkumham, kami protes, kemudian kami melakukan beberapa kali pertemuan dengan Prof Eddy Wamenkumham," beber Yadi.
Lihat Juga :