Berharap Pengesahan RKUHP Ditunda, Ini Penjelasan Dewan Pers

Sabtu, 19 November 2022 - 20:10 WIB
loading...
Berharap Pengesahan RKUHP Ditunda, Ini Penjelasan Dewan Pers
Anggota Dewan Pers Yadi Hendriana berharap, pemerintah menunda pengesahan RKUHP. Sebab, masih ada pasal yang mengancam kebebasan pers. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Anggota Dewan Pers , Yadi Hendriana mengantongi informasi bahwa Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) akan segera disahkan dalam waktu dekat. Ia berharap pemerintah menunda pengesahan RKUHP tersebut. Sebab, masih ada Pasal yang mengancam kebebasan pers.

"Kita melihat bahwa KUHP yang baru yang akan disahkan kabarnya besok, mudah-mudahan ditunda, itu ada beberapa pasal yang justru memang mengancam kebebasan pers dan akan berdampak kepada kriminalisasi terhadap karya pers," kata Yadi saat berbincang dalam diskusi akhir pekan Titik Temu RKN Radio berjudul 'Tarik Ulur RKUHP', Sabtu (19/11/2022).

Yadi menjelaskan sejumlah pasal yang mengancam kebebasan pers. Salah satunya, Pasal 218 hingga Pasal 220 RKUHP tentang Penghinaan terhadap Presiden. Di mana, kata Yadi, Pasal tersebut berpotensi mengkriminalisasi pers.

"Contohnya misalkan gini, dulu ada cover Tempo, yang melukiskan secara karikatur wajah, itu kita anggap karya pers, kemudian itu dianggap penghinaan terhadap kepala negara, itu berpotensi dipidanakan dalam pasal ini, nah ini yang kami kira berbahaya," beber Yadi.



Dewan Pers sudah sejak awal mengusulkan adanya reformulasi dalam Pasal-pasal yang mengancam kebebasan pers. Protes dilakukan sejak RKUHP muncul, atau sekira tahun 2017. Tapi, usulan tersebut tak kunjung diakomodir oleh Pemerintah dan DPR RI.

"Sampai akhirnya kami kaget itu sudah selesai tapi belum diupload di situs Kemenkumham, kami protes, kemudian kami melakukan beberapa kali pertemuan dengan Prof Eddy Wamenkumham," beber Yadi.

"Dan di situ Prof Eddy menyambut baik dan akhirnya kami di konstituen dewan pers bersama civil society merumuskan sekitar 19 sampai 20 pasal yang kami anggap berbahaya dan memberangus kebebasan pers," sambungnya.

Ditekankan Yadi, Dewan Pers sebenarnya bukan tidak sepakat dengan RKUHP. Hanya saja, Dewan Pers protes terhadap sejumlah Pasal yang mengancam kebebasan pers.

Hal senada juga diamini oleh Praktisi Hukum, Petrus Selestinus. Petrus mengakui bahwa RKUHP dibutuhkan dalam dunia hukum. Apalagi, KUHP yang ada saat ini bekas peninggalan Belanda. Hanya saja, kata Petrus, banyak kejanggalan dalam proses pembentukan RKUHP.

"Selama ini kita curiga, rancangan UU tentang KUHP ini kan tidak terlalu banyak dibuka aksesnya kepada publik, jadi seolah -olah keasyikan DPR dan pemerintah saja," kata Petrus.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1739 seconds (0.1#10.140)