Pemerintah Gandeng Penyuluh Informasi Publik Sosialisasikan RKUHP di Wilayah 3T

Sabtu, 19 November 2022 - 07:50 WIB
loading...
A A A
"Beberapa pasal RKUHP juga mengutamakan pidana pokok yang lebih ringan hingga perluasan jenis pidana pokok seperti pengawasan dan kerja sosial. Pidana denda juga diatur dalam 8 kategori," kata Yenti.

Menurut Yenti, RKUHP memberikan payung hukum bagi hakim untuk mengeluarkan putusan yang bersifat pemaafan. Hakim dapat memutuskan untuk tidak menjatuhkan pidana atau tidak mengenakan tindakan pidana. Hakim akan mempertimbangkan ringannya perbuatan, keadaan pribadi pelaku, keadaan pada waktu dilakukan tindak pidana serta yang terjadi kemudian, hingga segi keadilan dan kemanusiaan.

"Ini adalah pemaafan oleh hakim, sudah masuk di persidangan. Seperti restorative justice yang telah masuk lebih dulu di tahap penyidikan. Harus dinyatakan betul dalam putusannya memang dimaafkan hakim dalam pertimbangannya," ujar yenti.

Akademisi Universitas Indonesia (UI) Surastini Fitriasih menjelaskan, pemerintah telah memperbaharui beberapa pasal yang ada dari draf awal RKUHP. Tim penyusun KUHP terus menerus melakukan rapat-rapat membahas masukan dari masyarakat tentang RKUHP khususnya terkait 14 pasal isu krusial yang ada dalam RKUHP. "Draf RKUHP versi 18 September ada 14 isu krusial yang menjadi perhatian masyarakat dan didengar oleh pemerintah," katapnya.

Salah satu isu krusial RKUHP yang menjadi perhatian masyarakat ialah pasal terkait penghinaan presiden yang diatur dalam Pasal 218 RKUHP. Surastini memastikan pasal tersebut tidak dimaksudkan untuk menghidupkan kembali pasal 134 KUHP tentang Penghinaan Presiden yang telah dianulir oleh MK.

"Tetapi justru mengacu pada Pertimbangan dan Putusan MK No. 013-022/PUU-IV/2006 mengenai Pasal 207 KUHP yang menyatakan bahwa dalam hal penghinaan ditujukan kepada Presiden atau Wakil Presiden selaku pejabat tepat bisa dituntut dengan Pasal Penghinaan Terhadap Penguasa Umum tapi sebagai Delik Aduan," ujarnya.

Surastini memastikan Pasal 218 RKUHP tidak akan membatasi kebebasan demokrasi dan berpendapat. Karena pasal tersebut telah memberikan batasan yang jelas terkait kritik dan penghinaan yang bisa masuk dalam ranah pidana. Dijelaskan bahwa kritik dimaksudkan untuk kepentingan umum sehingga tidak bisa dipidana.

"Ketentuan ini selaras dengan pengaturan penghinaan terhadap kepala negara sahabat, dan juga merupakan pemberian dari penghinaan terhadap warga negara biasa dan penghinaan terhadap pejabat," katanya.
(abd)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2105 seconds (0.1#10.140)