RUU PPSK, OJK dan Koperasi

Jum'at, 18 November 2022 - 16:58 WIB
loading...
RUU PPSK, OJK dan Koperasi
Dr. Iqbal Alan Abdullah, MSc Praktisi Koperasi, mantan anggota DPR-RI. Foto/istimewa
A A A
Dr. Iqbal Alan Abdullah, MSc
Praktisi Koperasi, mantan anggota DPR-RI

SAAT ini RUU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) atau disebut juga Omnibus Law Keuangan, sedang dibahas di DPR RI menyusul disetujuinya RUU ini menjadi inisiatif Komisi XI DPR RI dalam Rapat Paripurna DPR RI, Selasa, 20 September 2022.Diantara banyak isu yang terus diperdebatkan,dimasukkannya koperasi ke dalam RUU ini yaitu dengan memasukkannya ke rezim pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi sangat menarik.Tepatkah langkah ini?

Terus terang sebenarnya langkah memasukkan koperasi ke rezim pengawasan OJK bukan hanya sekadar mengalihkan tanggung jawab pengawasan dari yang selama ini ada di Kementerian Koperasi dan UKM, tapi saya kuatirkan akan membawa konsekuensi lain itu menjadi awal baru dari makin kacaunya dunia perkoperasian di Indonesia, merusak jati diri koperasi atau ruh konstitusionalnya sebagai entitas pelaku ekonomi khusus bagi bangsa Indonesia sebagai bangsa yang bergotong-royong, sekaligus menjadi alarm bahaya bagi ekonomi kerakyatan yang ditujukan bagi kesejahteraan bersama perlahan digusur oleh ekonomi individualistis.

Disisi lainnya, langkah ini akan menambah beban berlebihan bagi OJK, yang selama ini justru lemah karena faktor dukungan sumber daya manusia (SDM), sehingga terkesan upaya memasukkan koperasi ke rezim pengawasan OJK tidak belajar dari kondisi riil OJK yang selama ini tidak optimal dalam menjalankan tupoksinya. Sebagai contoh soal proses perizinan yang berlarut-larut yang membuat para pelaku usaha atau investor kesal.

Bayangkan untuk mengurus izin sudah harus punya kantor, punya susunan pengurus yang artinya sudah ada investasi awal untuk kantor maupun operasional tapi tidak bisa operasional karena belum ada izin. Kondisi semacam inilah yang kemudian membuat banyak perusahaan fintech misalnya frustasi karena lambannya perizinan dan terpaksa memaksakan diri berbisnis sehingga merugikan masyarakat. Hal ini berbeda dengan apa yang diharapkan Presiden Joko Widodo selama ini agar perizinan dipermudah dan mendorong pertumbuhan ekonomi digital Indonesia.

Dengan ditambahkannya pengawasan koperasi ke OJK bukankah akan menambah runyam baik koperasi maupun OJK itu sendiri?

Jatidiri Koperasi

Koperasi berbeda dengan perseroan terbatas atau badan usaha lain. Koperasi melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang sesuai pasal 33 UUD 1945 sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.Badan usaha ini dibentuk dari anggota dan untuk kesejahteraan anggotanya sendiri.

Hal ini berbeda dengan badan usaha lain seperti perusahaan perseorangan, firman, perseroan komanditer, perseroan terbatas, perusahaan umum dan lainnya. Jika pemilik perusahaan-perusahan ini adalah orang per orang, maka koperasi dimiliki para anggota yang dijalankan dengan prinsip-prinsip keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka, pengelolaan dilakukan secara demokratis, pembagian sisa hasil usaha (SHU) yang dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota, pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal, kemandirian, pendidikan perkoperasian, dan kerja sama antarkoperasi.

Prinsip-prinsip itu juga tentunya berlaku bagi Koperasi Simpan Pinjam (KSP), objek yang diperdebatkan dalam pembahasan RUU PPSK.KSP dan unit simpan pinjam di dalam koperasi, atau di berbagai negara disebut juga sebagai credit union atau koperasi keuangan, bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan anggota koperasi, melalui sisa hasil usaha yang dibagikan setiap tahun atau dikontribusikan untuk bantuan atau inisiatif lainnya kepada anggota. Kenapa?Karena anggota merupakan pemilik dari koperasi. Berbeda dengan bank atau lembaga keuangan lain.PP No 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi pun menggariskan bahwa KSP dan unit simpan pinjam ditumbuhkan dan dikembangkan. Selain tentunya menjalankan usahanya dengan memperhatikan aspek permodalan, likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas guna menjaga kesehatan usaha dan menjaga kepentingan semua pihak yang terkait.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1110 seconds (0.1#10.140)