Wamenkumham: Keberagaman Indonesia Jadi Tantangan Menyusun KUHP

Jum'at, 11 November 2022 - 22:22 WIB
loading...
Wamenkumham: Keberagaman...
Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiarriej saat sosialisasi RKUHP di Udayana Bali, Jumat (11/11/2022). Foto/MPI
A A A
BALI - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia ( Wamenkumham ) Edward Omar Sharif Hiarriej menyebutkan, ada tiga tantangan dalam menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) di Indonesia. Tantangan pertama adalah soal keberagaman yang dimiliki Indonesia.

"Menyusun KUHP dalam suatu negara yang multietnis, multireligi, dan multikultur itu tidak mudah dan tidak akan sempurna," kata Wamenkumham saat sosialisasi RKUHP di Udayana Bali, Jumat (11/11/2022).

Dengan keberagaman kata pria yang akrab dipanggil Eddy ini, setiap isu dan formulasi pasal pasti bisa diperdebatkan, bahkan terjadi pertentangan antara satu isu dengan yang lainnya.

"Jadi kita mencari yang mengakomodasi, mencoba mencari jalan tengah," ucapnya.



Kemudian sambung Eddy, di Provinsi Sumatera Barat diprotes juga, dikatakan ini terlalu lemah. Kenapa delik aduan, semua orang bisa melapor karena zina itu melanggar hukum agama.

"Jadi kalau Anda semua dalam posisi kami, Anda mau pilih yang mana? Anda memilih Sulawesi Utara, maka Sumatera Barat mengatakan tidak aspiratif, mengikuti Sumatera Barat, maka Sulawesi Utara mengatakan tidak aspiratif," ungkapnya.

Lalu tantangan kedua adalah mengenai cara mengubah pola pikir aparat penegak hukum. Eddy menjelaskan, perlu adanya sosialisasi secara menyeluruh agar tidak terjadi multitafsir.

"Apa tantangan kedua dalam menyusun KUHP? adalah bagaimana mengubah mindset aparat penegak hukum. Tugas terberat pemerintah dan DPR setelah mengesahkan RUU KUHP adalah melakukan sosialisasi," jelasnya.

"Sasaran sosialisasi pertama adalah aparat penegak hukum untuk kita menyamakan frekuensi, untuk kita menyamakan parameter agar tidak multiinterpretasi, tidak multitafsir. Itu yang harus kita lalukan bersama," sambungannya.

Kemudian tantangan ketiga adalah bukan hanya aparat penegak hukum yang harus diubah, tapi juga pola pikir seluruh masyarakat di Indonesia.

Eddy mengatakan, cara berpikir masyarakat terhadap hukum harus diubah, tidak lagi berorientasi kepada keadilan balas dendam.

"Yang ketiga tidak hanya mindset aparat penegak hukum yan harus diubah, tapi kita semua. Mindset masyarakat ini harus diubah, apabila terjadi suatu peristiwa di masyarakat, yang diinginkan oleh masyarakat, pelakunya sesegera mungkin ditahan dihukum seberat-beratnya. Mindset kita itu harus diubah, kita tidak lagi berorientasi pada keadilan retributif, kita tidak lagi berorientasi pada keadilan balas dendam," katanya.



Jadi kata Eddy, bisa dibayangkan bahwa Belanda yang homogen saja membutuhkan waktu hingga 70 tahun untuk merancang KUHP.

"Belanda dengan luas provinsi sebesar Jawa Barat jumlah penduduk pada saat KUHP dibuat, hanya sekitar 1 juta 2 juta orang. Tetapi dia membutuhkan waktu 70 tahun," katanya.

"Lalu Anda bayangkan dengan kita yang besarnya 1/8 dunia, jumlah penduduk 200 juta, multietnis, multireligi, multikultur, itu juga tidak mudah dan sangat tidak mudah," tutupnya.
(maf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1268 seconds (0.1#10.140)