Meluruskan Kesalahpahaman tentang Politik Identitas
loading...
A
A
A
Ketiga, politik praktis belum tentu membawa politik identitas. Adalah sebuah fitrah bahwa pelaku politik praktis adalah anggota masyarakat dengan kesamaan identitas tertentu, misal: kesamaan visi misi politik, kesamaan geografis, kesamaan agama, dll. Namun, hal ini tidak serta-merta menjadikan setiap praktik politik sebagai gerakan politik identitas.
Kapan sebuah politik praktis menjadi gerakan politik identitas? Yaitu ketika afiliasi kesukuan, keagamaan, atau ras dijadikan komoditas untuk memobilisasi pengaruh perilaku pemilih. Preferensi objektif terhadap calon pemimpin yang memiliki kapasitas mumpuni kemudian menjadi terdistorsi oleh sentimen kesukuan atau keagamaan itu.
Sebagai contoh, calon pemimpin yang tidak kompeten namun seiman lebih dipilih daripada calon pemimpin yang kompeten tapi berbeda keyakinan. Acapkali, politik identitas memanipulasi doktrin agama untuk mendiskriminasi dan menyudutkan pemilih seagama yang menyalurkan aspirasi politik yang berbeda.
Kesimpulan
Politik identitas seringkali disalahpahami sebagai bagian dari politik praktis atau bahkan merupakan politik kebangsaan. Memang, kesamaan identitas menjadi pemersatu bagi anggota suatu kelompok (in group unity). Namun, dalam konteks kebangsaan Indonesia yang majemuk, menonjolkan identitas kelompok secara dominan justru dapat menjadi potensi ancaman bagi persatuan dan kesatuan bangsa (nation unity).
Di sinilah pembeda antara politik identitas dengan politik kebangsaan, sebab yang satu ingin meraih tujuan eksklusif kelompoknya sendiri, sedangkan yang lain bertujuan untuk meraih tujuan inklusif bagi kehidupan bersama.
Kapan sebuah politik praktis menjadi gerakan politik identitas? Yaitu ketika afiliasi kesukuan, keagamaan, atau ras dijadikan komoditas untuk memobilisasi pengaruh perilaku pemilih. Preferensi objektif terhadap calon pemimpin yang memiliki kapasitas mumpuni kemudian menjadi terdistorsi oleh sentimen kesukuan atau keagamaan itu.
Sebagai contoh, calon pemimpin yang tidak kompeten namun seiman lebih dipilih daripada calon pemimpin yang kompeten tapi berbeda keyakinan. Acapkali, politik identitas memanipulasi doktrin agama untuk mendiskriminasi dan menyudutkan pemilih seagama yang menyalurkan aspirasi politik yang berbeda.
Kesimpulan
Politik identitas seringkali disalahpahami sebagai bagian dari politik praktis atau bahkan merupakan politik kebangsaan. Memang, kesamaan identitas menjadi pemersatu bagi anggota suatu kelompok (in group unity). Namun, dalam konteks kebangsaan Indonesia yang majemuk, menonjolkan identitas kelompok secara dominan justru dapat menjadi potensi ancaman bagi persatuan dan kesatuan bangsa (nation unity).
Di sinilah pembeda antara politik identitas dengan politik kebangsaan, sebab yang satu ingin meraih tujuan eksklusif kelompoknya sendiri, sedangkan yang lain bertujuan untuk meraih tujuan inklusif bagi kehidupan bersama.
(bmm)