Sentimen Golongan Ancam Keutuhan Bangsa
loading...
A
A
A
SENTIMEN golongan terlebih suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) menjadi momok yang berbahaya dalam menjaga keutuhan bangsa. Isu yang belakangan kerap digulirkan berpotensi menggerakan konflik personal menuju kolektif yang menyulut terjadinya konflik yang lebih luas lagi.
Di era saat ini, distribusi isu SARA menjadi sangat liar dan bisa mengakselerasi isu menjadi mudah meluas. Terlebih perhelatan politik yang puncaknya pada 2024 mendatang berpotensi mengusung isu-isu lama. Yakni radikalisme, intoleran, keberagam dan sejenisnya.
Baca Juga: koran-sindo.com
Memaksakan pemikiran/paham tertentu agar diterima oleh masyarakat tentu bukan langkah yang cerdas di era modern saat ini. Sudah saatnya masyarakat mulai mengabaikan propaganda pihak-pihak tertentu, terlebih yang memiliki motif dan tujuan tertentu.
Saat ini, menjadi penting untuk membangun dan memperkuat daya nalar masyarakat dalam mengolah dan memilah sebuah isu, tak hanya di media sosial, namun juga di media arus utama. Sikap waspada, sikap dewasa dalam kehidupan bermasyarakat harus terus diperkuat.
Isu-isu menyudutkan sebagian anak bangsa dengan narasi radikalisme yang kemudian digantikan dengan narasi moderasi dalam menjalankan keyakinan beragama merupakan salah satu langkah yang tak cerdas.
Narasi radikalisme yang digelorakan secara sepihak selama hampir satu dekade patut diwaspadai sebagai upaya untuk mendegradasi semangat menjalankan keyakinannya secara bebas dan merdeka yang diatur dalam UUD 1945.
Dengan beragam isu dan narasi yang diguluirkan, akan berpotensi semakin memolarisasi, mengadu domba, dan memecah belah kerukunan anak bangsa. Para pejuang kemerdekaan bangsa sudah bertekad dan bersepakat untuk mendirikan sebuah bangsa yang terdiri dari multietnis, multiagama, dan multibudaya.
Untuk itu, para generasi muda perlu mendapatkan pemahaman dan asupan literasi wacana kebangsaan. Bahwa bangsa Indonesia menjunjung tinggi kebebasan untuk menjalankan ritual agama. Generasi muda jangan mudah terpancing hasutan, apalagi melalui media sosial terkait isu-isu radikalisme, intoleransi dan semacamnya. Sebab, bangsa Indonesia sejak berdirinya sudah menjadi bangsa yang majemuk dan toleran.
Seluruh komponen bangsa khususnya para generasi muda harus dewasa dan waspada menyikapi masalah tersebut. Apalagi dalam negara demokrasi seperti Indonesia ini memerlukan kedewasaan bagi rakyatnya untuk bisa mengerti tentang demokrasi. Generasi muda juga perlu waspada terhadap pihak-pihak yang sengaja menjadikan Pancasila sebagai retorika dan jargon belaka.
Pada tahun politik yang akan berlangsung kurang dari satu setengah tahun, masuknya isu SARA tak bisa dihindari. Hal itu berkaca dari perhelatan pesta politik sebelumnya. Bagi sebagian masyarakat, isu-isu yang digulirkan, merupakan sesuatu yang tak dapat dielakkan dari panggung politik serta merupakan kehendak alamiah dari subjek yang memiliki identitas untuk membawa dan mempertaruhkan identitas yang melekat pada dirinya dalam ruang politik.
Politik dianggap juga merefleksikan pertarungan identitas. Dari sisi ini, konflik identitas menjadi sesuatu yang alamiah atau kondisi yang memang harus terjadi. Namun, sebagian masyarakat yang lain menilai, isu SARA pada perhelatan politik merupakan sesuatu yang bersifat by design. Sesuatu yang dirancang dalam menjadi komoditas politik yang digunakan pada saat tertentu untuk memperoleh keuntungan-keuntungan politik.
Perancang, tak selalu sebaagai pihak yang berkepentingan. Tak jarang para perancang justru sedang menggunakan strategi kontra isu, sehingga akan merugikan pihak lain yang berposisi sebagai lawan.
Strategi kontra isu yang populer dalam satu decade terakhir terbukti sangat efektif bagi pihak perancang untuk mendominasi ruang publik. Fenomena industri konsultan politik, influencer, dan buzzer dalam termaasuk oknum-oknum tertentu yang memiliki akses terhadap publikasi konten di ruang publik berperan dalam menentukan produksi isu dan amplifikasi konten, sehingga turut memperburuk polarisasi dan politisasi isu-isu identitas.
Sebagai bangsa yang majemuk dan menjunjung tinggi kemerdekaan, para generasi muda sudah saatnya lebih memahami dan peduli terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara, dan tak mudah terpengaruh oleh isu-isu maupun propaganda yang digulirkan oleh pihak tertentu dalam rangka mencapai tujuannya.
Di era saat ini, distribusi isu SARA menjadi sangat liar dan bisa mengakselerasi isu menjadi mudah meluas. Terlebih perhelatan politik yang puncaknya pada 2024 mendatang berpotensi mengusung isu-isu lama. Yakni radikalisme, intoleran, keberagam dan sejenisnya.
Baca Juga: koran-sindo.com
Memaksakan pemikiran/paham tertentu agar diterima oleh masyarakat tentu bukan langkah yang cerdas di era modern saat ini. Sudah saatnya masyarakat mulai mengabaikan propaganda pihak-pihak tertentu, terlebih yang memiliki motif dan tujuan tertentu.
Saat ini, menjadi penting untuk membangun dan memperkuat daya nalar masyarakat dalam mengolah dan memilah sebuah isu, tak hanya di media sosial, namun juga di media arus utama. Sikap waspada, sikap dewasa dalam kehidupan bermasyarakat harus terus diperkuat.
Isu-isu menyudutkan sebagian anak bangsa dengan narasi radikalisme yang kemudian digantikan dengan narasi moderasi dalam menjalankan keyakinan beragama merupakan salah satu langkah yang tak cerdas.
Narasi radikalisme yang digelorakan secara sepihak selama hampir satu dekade patut diwaspadai sebagai upaya untuk mendegradasi semangat menjalankan keyakinannya secara bebas dan merdeka yang diatur dalam UUD 1945.
Dengan beragam isu dan narasi yang diguluirkan, akan berpotensi semakin memolarisasi, mengadu domba, dan memecah belah kerukunan anak bangsa. Para pejuang kemerdekaan bangsa sudah bertekad dan bersepakat untuk mendirikan sebuah bangsa yang terdiri dari multietnis, multiagama, dan multibudaya.
Untuk itu, para generasi muda perlu mendapatkan pemahaman dan asupan literasi wacana kebangsaan. Bahwa bangsa Indonesia menjunjung tinggi kebebasan untuk menjalankan ritual agama. Generasi muda jangan mudah terpancing hasutan, apalagi melalui media sosial terkait isu-isu radikalisme, intoleransi dan semacamnya. Sebab, bangsa Indonesia sejak berdirinya sudah menjadi bangsa yang majemuk dan toleran.
Seluruh komponen bangsa khususnya para generasi muda harus dewasa dan waspada menyikapi masalah tersebut. Apalagi dalam negara demokrasi seperti Indonesia ini memerlukan kedewasaan bagi rakyatnya untuk bisa mengerti tentang demokrasi. Generasi muda juga perlu waspada terhadap pihak-pihak yang sengaja menjadikan Pancasila sebagai retorika dan jargon belaka.
Pada tahun politik yang akan berlangsung kurang dari satu setengah tahun, masuknya isu SARA tak bisa dihindari. Hal itu berkaca dari perhelatan pesta politik sebelumnya. Bagi sebagian masyarakat, isu-isu yang digulirkan, merupakan sesuatu yang tak dapat dielakkan dari panggung politik serta merupakan kehendak alamiah dari subjek yang memiliki identitas untuk membawa dan mempertaruhkan identitas yang melekat pada dirinya dalam ruang politik.
Politik dianggap juga merefleksikan pertarungan identitas. Dari sisi ini, konflik identitas menjadi sesuatu yang alamiah atau kondisi yang memang harus terjadi. Namun, sebagian masyarakat yang lain menilai, isu SARA pada perhelatan politik merupakan sesuatu yang bersifat by design. Sesuatu yang dirancang dalam menjadi komoditas politik yang digunakan pada saat tertentu untuk memperoleh keuntungan-keuntungan politik.
Perancang, tak selalu sebaagai pihak yang berkepentingan. Tak jarang para perancang justru sedang menggunakan strategi kontra isu, sehingga akan merugikan pihak lain yang berposisi sebagai lawan.
Strategi kontra isu yang populer dalam satu decade terakhir terbukti sangat efektif bagi pihak perancang untuk mendominasi ruang publik. Fenomena industri konsultan politik, influencer, dan buzzer dalam termaasuk oknum-oknum tertentu yang memiliki akses terhadap publikasi konten di ruang publik berperan dalam menentukan produksi isu dan amplifikasi konten, sehingga turut memperburuk polarisasi dan politisasi isu-isu identitas.
Sebagai bangsa yang majemuk dan menjunjung tinggi kemerdekaan, para generasi muda sudah saatnya lebih memahami dan peduli terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara, dan tak mudah terpengaruh oleh isu-isu maupun propaganda yang digulirkan oleh pihak tertentu dalam rangka mencapai tujuannya.
(bmm)