Geledah Rumah Ketua DPRD Sulsel, KPK Sita Dokumen Keuangan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kediaman Ketua DPRD Sulsel , Ina Kartika Sari di Jalan Pelita Raya, Kecamatan Rappocini, Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) pada Rabu 2 November 2022.
Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan penggeledahan di rumah Ina Kartika Sari tersebut berkaitan dengan kasus dugaan suap pemeriksaan laporan keuangan Pemprov Sulsel yang menyeret sejumlah auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Sulawesi.
"Informasi yang kami terima, tim penyidik KPK melaksanakan penggeledahan di salah satu kediaman pribadi yang berada di jalan Pelita Raya Kecamatan Rappocini Kota Makassar. Betul (rumah Ketua DPRD Sulsel)," ujar Ali Fikri saat dikonfirmasi, Kamis (3/11/2022).
Dalam penggeledahan itu, KPK berhasil mengamankan dokumen keuangan untuk pelaksanaan anggaran di lingkungan Pemprov Sulsel. KPK sedang menganalisis dokumen tersebut guna proses penyitaan.
"Ditemukan dan diamankan antara lain berbagai dokumen keuangan untuk pelaksanaan anggaran di Pemprov Sulsel. Analisis dan penyitaan atas bukti-bukti dimaksud segera dilakukan untuk melengkapi berkas perkara penyidikan perkara ini," jelasnya.
Sebelumnya, penyidik KPK juga sempat memeriksa Ina Kartika Sari dalam kapasitasnya sebagai saksi pada Senin 24 Oktober 2022. Ina diperiksa bersama-sama dengan Wakil Ketua DPRD Sulsel, Ni'matullah.
Penyidik menggali keterangan Ina Kartika dan Ni'matullah soal hasil pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi Sulsel yang dikelola oleh Sekretaris Dewan (Sekwan).
Sekadar informasi, KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait pemeriksaan laporan keuangan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Pemprov Sulsel tahun anggaran 2020.
Kelima tersangka tersebut yakni, Kepala Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Sulawesi Tenggara (Sultra), Andy Sonny (AS) serta tiga Auditor BPK di Sulawesi yakni, Yohanes Binur Haryanto Manik (YBHM); Wahid Ikhsan Wahyudin (WIW); serta Gilang Gumilar (GG). Mereka ditetapkan sebagai tersangka penerima suap.
Sedangkan satu tersangka pemberi suap yakni, mantan Sekretaris Dinas PUTR Sulsel, Edy Rahmat (ER). Penetapan kelima tersangka tersebut merupakan pengembangan dari perkara sebelumnya yang menjerat mantan Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat. Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat telah divonis bersalah atas kasusnya.
Dalam perkara ini, empat pemeriksa BPK di Sulawesi tersebut diduga menerima suap hampir Rp3 miliar dari Sekretaris Dinas PUTR Sulsel, Edy Rahmat (ER). Yohanes, Wahid, dan Gilang diduga menerima jatah suap sebesar Rp2,8 miliar yang dibagi tiga. Sedangkan Andy Sonny, diduga kecipratan senilai Rp100 juta guna mengurus kenaikan jabatan di BPK.
Edy Rahmat menyuap para pegawai BPK tersebut berkaitan dengan pemeriksaan laporan keuangan pada Dinas PUTR Sulawesi Selatan tahun 2020. Para pemeriksa BPK diduga diminta oleh Edy untuk memanipulasi laporan keuangan Dinas PUTR agar tidak ada temuan.
Adapun, item temuan dari Yohanes Binur Haryanto Manik antara lain adanya beberapa proyek pekerjaan yang nilai pagu anggarannya diduga di-mark up dan hasil pekerjaan juga diduga tidak sesuai dengan kontrak.
Atas perbuatannya, Edy Rahmat disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sedangkan Andy, Yohanes, Wahid, dan Gilang disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan penggeledahan di rumah Ina Kartika Sari tersebut berkaitan dengan kasus dugaan suap pemeriksaan laporan keuangan Pemprov Sulsel yang menyeret sejumlah auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Sulawesi.
"Informasi yang kami terima, tim penyidik KPK melaksanakan penggeledahan di salah satu kediaman pribadi yang berada di jalan Pelita Raya Kecamatan Rappocini Kota Makassar. Betul (rumah Ketua DPRD Sulsel)," ujar Ali Fikri saat dikonfirmasi, Kamis (3/11/2022).
Dalam penggeledahan itu, KPK berhasil mengamankan dokumen keuangan untuk pelaksanaan anggaran di lingkungan Pemprov Sulsel. KPK sedang menganalisis dokumen tersebut guna proses penyitaan.
"Ditemukan dan diamankan antara lain berbagai dokumen keuangan untuk pelaksanaan anggaran di Pemprov Sulsel. Analisis dan penyitaan atas bukti-bukti dimaksud segera dilakukan untuk melengkapi berkas perkara penyidikan perkara ini," jelasnya.
Sebelumnya, penyidik KPK juga sempat memeriksa Ina Kartika Sari dalam kapasitasnya sebagai saksi pada Senin 24 Oktober 2022. Ina diperiksa bersama-sama dengan Wakil Ketua DPRD Sulsel, Ni'matullah.
Penyidik menggali keterangan Ina Kartika dan Ni'matullah soal hasil pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi Sulsel yang dikelola oleh Sekretaris Dewan (Sekwan).
Sekadar informasi, KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait pemeriksaan laporan keuangan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Pemprov Sulsel tahun anggaran 2020.
Kelima tersangka tersebut yakni, Kepala Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Sulawesi Tenggara (Sultra), Andy Sonny (AS) serta tiga Auditor BPK di Sulawesi yakni, Yohanes Binur Haryanto Manik (YBHM); Wahid Ikhsan Wahyudin (WIW); serta Gilang Gumilar (GG). Mereka ditetapkan sebagai tersangka penerima suap.
Sedangkan satu tersangka pemberi suap yakni, mantan Sekretaris Dinas PUTR Sulsel, Edy Rahmat (ER). Penetapan kelima tersangka tersebut merupakan pengembangan dari perkara sebelumnya yang menjerat mantan Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat. Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat telah divonis bersalah atas kasusnya.
Dalam perkara ini, empat pemeriksa BPK di Sulawesi tersebut diduga menerima suap hampir Rp3 miliar dari Sekretaris Dinas PUTR Sulsel, Edy Rahmat (ER). Yohanes, Wahid, dan Gilang diduga menerima jatah suap sebesar Rp2,8 miliar yang dibagi tiga. Sedangkan Andy Sonny, diduga kecipratan senilai Rp100 juta guna mengurus kenaikan jabatan di BPK.
Edy Rahmat menyuap para pegawai BPK tersebut berkaitan dengan pemeriksaan laporan keuangan pada Dinas PUTR Sulawesi Selatan tahun 2020. Para pemeriksa BPK diduga diminta oleh Edy untuk memanipulasi laporan keuangan Dinas PUTR agar tidak ada temuan.
Adapun, item temuan dari Yohanes Binur Haryanto Manik antara lain adanya beberapa proyek pekerjaan yang nilai pagu anggarannya diduga di-mark up dan hasil pekerjaan juga diduga tidak sesuai dengan kontrak.
Atas perbuatannya, Edy Rahmat disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sedangkan Andy, Yohanes, Wahid, dan Gilang disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
(kri)