Pj Gubernur Jakarta Harus Banyak Aksi Nyata
loading...
A
A
A
DUA pekan sudah Heru Budi Hartono menduduki kursi tertinggi di Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Sebagai orang nomor wahid, apalagi di ibu kota negara, membuat Budi tak henti menjadi sorotan publik. Banyak yang memuji, namun tak sedikit yang mengkritisi.
Langkah Heru yang bersilaturahmi ke Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf di hari pertama bertugas dianggap sikap yang cerdas.
Baca Juga: koran-sindo.com
Dengan sowan langsung ke kantor PBNU di Jalan Kramat Raya Jakarta Pusat itu, Heru layaknya tradisi orang Jawa, tampak andhap asor (rendah hati) meski dia memiliki kekuasaan sangat besar. Heru tetap merasa sosok yang tidak mungkin bisa bekerja sendiri sehingga perlu meminta restu sekaligus dukungan.
Simpati publik itu kian menguat manakala Heru juga tak henti melanjutkan rangkaian silaturahminya. Seperti sowan ke Muhammadiyah, Kapolda Metro Jaya, Pangdam Jaya, PWNU DKI. Bahkan pekan lalu, aparatur sipil negara yang lahir di Medan ini juga bertemu dengan Badan Musyawarah Masyarakat (Bamus) Betawi.
Strategi Heru melakukan komunikasi langsung dengan ormas maupun stakeholder Pemprov DKI ini menjadi starting point dalam kepemimpinannya. Lebih-lebih, Heru meski berstatus penjabat (pj), namun masa tugasnya relatif panjang, yakni hingga akhir 2024 mendatang. Pada saat yang sama, masa kepemimpinan sekitar dua tahun juga bisa dibilang waktu yang pendek jika dibandingkan dengan durasi tugas kepala daerah normal.
Berpijak dengan realitas ini, Heru dituntut bisa bekerja dengan mitigasi yang strategis agar lebih taktis merumuskan atau mengeksekusi kebijakan di lapangan. Di tengah waktu cukup pendek, sejatinya Heru memiliki banyak kekuatan dan modal.
Pertama, Heru memiliki penguasaan lapangan yang kuat. Ini tak berlebihan sebab sejak awal berkarier sebagai ASN, wilayah tugas Heru lebih banyak di Pemprov DKI. Heru jelas sangat paham permasalahan yang harus dipecahkan untuk membuat warga DKI lebih sejahtera
Kedua, Heru memahami birokrasi DKI. Bagi seorang kepala daerah mampu mengendalikan birokrasi adalah sebuah keniscayaan. Tanpa ini, kepala daerah malah bisa saja “dikerjai”. Bentuk penguasaan birokrasi antara lain ditunjukkan Heru saat mengumpulkan seluruh wali kota, camat dan lurah serentak di TIM, 17 Oktober lalu.
Bahkan sebagai orang yang paham kerja birokrasi, dia mewanti-wanti lurah tak nakal dengan memperkerjakan petugas penanganan prasarana dan sarana umum (PPSU) bukan pada tugas pokok dan fungsinya. Heru juga meminta aparatnya menunda cuti demi bisa memastikan ada pelayanan kepada warga jika ada bencana.
Langkah Heru yang bersilaturahmi ke Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf di hari pertama bertugas dianggap sikap yang cerdas.
Baca Juga: koran-sindo.com
Dengan sowan langsung ke kantor PBNU di Jalan Kramat Raya Jakarta Pusat itu, Heru layaknya tradisi orang Jawa, tampak andhap asor (rendah hati) meski dia memiliki kekuasaan sangat besar. Heru tetap merasa sosok yang tidak mungkin bisa bekerja sendiri sehingga perlu meminta restu sekaligus dukungan.
Simpati publik itu kian menguat manakala Heru juga tak henti melanjutkan rangkaian silaturahminya. Seperti sowan ke Muhammadiyah, Kapolda Metro Jaya, Pangdam Jaya, PWNU DKI. Bahkan pekan lalu, aparatur sipil negara yang lahir di Medan ini juga bertemu dengan Badan Musyawarah Masyarakat (Bamus) Betawi.
Strategi Heru melakukan komunikasi langsung dengan ormas maupun stakeholder Pemprov DKI ini menjadi starting point dalam kepemimpinannya. Lebih-lebih, Heru meski berstatus penjabat (pj), namun masa tugasnya relatif panjang, yakni hingga akhir 2024 mendatang. Pada saat yang sama, masa kepemimpinan sekitar dua tahun juga bisa dibilang waktu yang pendek jika dibandingkan dengan durasi tugas kepala daerah normal.
Berpijak dengan realitas ini, Heru dituntut bisa bekerja dengan mitigasi yang strategis agar lebih taktis merumuskan atau mengeksekusi kebijakan di lapangan. Di tengah waktu cukup pendek, sejatinya Heru memiliki banyak kekuatan dan modal.
Pertama, Heru memiliki penguasaan lapangan yang kuat. Ini tak berlebihan sebab sejak awal berkarier sebagai ASN, wilayah tugas Heru lebih banyak di Pemprov DKI. Heru jelas sangat paham permasalahan yang harus dipecahkan untuk membuat warga DKI lebih sejahtera
Kedua, Heru memahami birokrasi DKI. Bagi seorang kepala daerah mampu mengendalikan birokrasi adalah sebuah keniscayaan. Tanpa ini, kepala daerah malah bisa saja “dikerjai”. Bentuk penguasaan birokrasi antara lain ditunjukkan Heru saat mengumpulkan seluruh wali kota, camat dan lurah serentak di TIM, 17 Oktober lalu.
Bahkan sebagai orang yang paham kerja birokrasi, dia mewanti-wanti lurah tak nakal dengan memperkerjakan petugas penanganan prasarana dan sarana umum (PPSU) bukan pada tugas pokok dan fungsinya. Heru juga meminta aparatnya menunda cuti demi bisa memastikan ada pelayanan kepada warga jika ada bencana.