Mengatasi Lonjakan Harga Pangan

Rabu, 02 November 2022 - 13:15 WIB
loading...
Mengatasi Lonjakan Harga Pangan
Manajemen logistik pangan negara kita harus diperkuat saat akan menghadapi krisis pangan. Pemerintah relatif hanya punya cadangan pangan nasional untuk beras. (KORAN SINDO/Wawan Bastian)
A A A
DUNIA saat ini sedang dilanda krisis pangan. Setidaknya ada ratusan juta orang berada pada situasi kekurangan pangan yang sudah mulai terjadi di beberapa negara. Jika tidak ada solusi untuk mengatasi hal tersebut, bukan tidak mungkin jumlah orang yang terdampak bisa bertambah terus.

Hari ini dunia diterpa oleh tiga fenomena C beruntun yang berimplikasi pada munculnya krisis pangan global. Tiga C itu adalah climate change (perubahan iklim), wabah Covid-19, dan conflict, yakni perang Ukraina-Rusia.

Baca Juga: koran-sindo.com

Perang Ukraina-Rusia tidak diragukan memperparah dampak negatif dari guncangan produksi pangan global tersebut. Perang juga menyebabkan lonjakan harga bahan bakar minyak (BBM) yang menimbulkan lonjakan harga energi kawasan Eropa.

Bank Dunia mengingatkan bahwa untuk setiap kenaikan satu persentase harga pangan, tambahan 10 juta orang diperkirakan akan jatuh ke dalam kemiskinan ekstrem khususnya untuk sebagian besar Afrika, Timur Tengah, dan Asia Tengah, di mana konsumsi bahan pokok melebihi produksi.

Di Tanah Air, Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi mengesahkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 125 Tahun 2022, tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah. Aturan ini disusun untuk memastikan ketersediaan pangan di seluruh wilayah Indonesia di tengah ancaman krisis pangan dunia.

Perpres yang ditandatangani Jokowi pada 24 Oktober 2022 tersebut bertujuan untuk mengatur jenis, jumlah, penyelenggaraan, serta penugasan dan pendanaan terkait Cadangan Pangan Pemerintah (CPP).

Penguasaan dan pengelolaan CPP diselenggarakan melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas) yang dapat ditugaskan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Perpres penyelenggaraan CPP ini mengatur pengelolaan sebelas pangan pokok tertentu yang meliputi beras, jagung, kedelai, bawang, cabai, daging unggas, telur unggas, daging ruminansia, gula konsumsi, minyak goreng, dan ikan. Penyelenggaraan CPP tersebut dilakukan secara bertahap, di mana pada tahap awal akan difokuskan pada komoditas beras, jagung, dan kedelai.

Perpres 125 ini juga menjelaskan soal kebijakan dari hulu ke hilir untuk pengelolaan pangan mulai dari menjamin harga dan pasar bagi petani, menjaga ketersediaan pasokan bagi produsen berbahan baku pangan, penyimpanan sejumlah stok untuk cadangan dan penyaluran untuk pemanfaatan cadangan.

Dalam menghadapi krisis pangan, peran negara dominan di dalamnya. Pelajaran dari krisis ekonomi dunia pada 1930-an telah memberikan justifikasi empiris dan pembenaran teoritis untuk pertama kalinya dalam pemikiran ekonomi modern tentang urgensi negara harus menjadi panglima ketika berhadapan dengan krisis.

Secara domestik kekuatan logistik pangan negara harus dalam keadaan prima. Dalam kondisi krisis semua logistik pangan yang ada, apakah itu di BUMN (seperti Bulog), swasta, atau masyarakat harus menjadi logistik pangan negara. Artinya dalam keadaan krisis pangan, negara punya wewenang untuk mendistribusikan dan mengalokasikan semua pangan yang ada di Indonesia dalam rangka mencegah terjadinya dampak yang lebih fatal.

Manajemen logistik pangan negara kita harus diperkuat jika menghadapi krisis pangan. Pemerintah relatif hanya punya cadangan pangan nasional untuk beras. Sedangkan, untuk pangan lain relatif pemerintah tidak punya kapasitas untuk melakukan stabilisasi bila terjadi gejolak harga. Pasalnya, pemerintah tidak memiliki cadangan pangan non beras di lumbung pangan pemerintah (Bulog) dalam jumlah memadai.

Pemerintah juga harus mempunyai cara jitu mengatasi penimbunan dan spekulasi harga kebutuhan pokok.

Kita bisa menyaksikan fenomena itu ketika terjadinya gejolak harga minyak goreng baru-baru ini. Pemerintah terlihat tertatih-tatih mengatasinya karena tidak punya stok minyak goreng di lumbung (Bulog atau BUMN pangan lainnya) dan hanya mengandalkan stok minyak goreng yang ada di swasta.

Dan, masalahnya pemerintah menunjukkan performa bukan sebagai panglima yang harus mengarahkan, mengalokasikan penggunaan logistik minyak goreng yang dimiliki swasta tersebut. Kita berharap semoga Indonesia dapat mengatasi dan melalui kondisi ini.
(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2266 seconds (0.1#10.140)