Rejeki Tak Terduga Dari Hutan, Bisa Menghasilkan USD2 Miliar per Tahun

Selasa, 07 Juli 2020 - 14:12 WIB
loading...
A A A
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengungkapkan penurunan emisi GRK yang dicapai Indonesia pada periode 2016/2017, ternyata lebih tinggi dari laporan semula yang sebesar 4,8 juta ton setara karbondioksida pascaverifikasi oleh pihak Norwegia. Hasil penilaian inilah yang dipakai Norwegia sebagai dasar untuk pembayaran kinerja pengurangan emisi GRK dari deforestasi dan degradasi hutan Indonesia tahun 2016/2017.

Dana tersebut diserahkan Norwegia kepada Indonesia melalui Badan Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup (BP-DLH). Hal ini mengacu pada Peraturan Pemerintah No 46 Tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup dan Peraturan Presiden No 77 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup.

Selanjutnya, Menteri Siti Nurbaya menjelaskan, Presiden Joko Widodo memerintahkan agar dana ini nantinya digunakan untuk program pemulihan lingkungan berbasis masyarakat, yaitu dengan sebanyak mungkin melibatkan partisipasi masyarakat, seperti penanaman pohon dan upaya-upaya revitalisasi ekonomi lokal yang berkelanjutan.

Setelah pembayaran tersebut, tahap berikutnya akan dilaksanakan pembayaran atas pengurangan emisi tahun 2017/2018 dan seterusnya. Komitmen dari Norwegia, Total pembayaran yang dijanjikan sebesar USD 1 miliar.

Komitmen dari Norwegia ini masih lebih kecil dibandingkan dengan potensi nilai perdagangan karbon yang dimiliki Indonesia. Berdasarkan kajian dari Universitas Padjajaran, potensi perdagangan karbon dalam kerangka REDD+ di dunia mencapai USD15 miilar. Indonesia berdasarkan luas hutan yang dimiliki, yakni seluas 125,9 juta Ha, memiliki potensi yang besar untuk menyerap emisi karbon di udara, sehingga emisi karbon di adara bisa berkurang drastis. Dari hutan seluas itu, diperkirakan oleh Unpad, Indonesia bisa memperoleh pendapatan hingga USD 2 miliar per tahun dalam pasar perdagangan karbon dunia.

Hutan Indonesia juga memiliki potensi besar untuk bisa mengurangi hutang luar negeri. Buktinya pada 2012 yang lalu, Taman Nasional Gunug Leuser mampu membayar utang negara kepada pemrintah Jerman sebesar Rp34 miliar. Pembayaran ini terkait kesepakatan Paris Club dan perjanjian pemerintah Indonesia dengan Jerman pada 2 Oktober 2002.

Utang negara kepada Jerman dialihkan untuk membiayai sembilan kegiatan yang disepakati dalam separate agreement yang ditandatangani pada 2 Mei 2007. Anaya digunakan untuk memperkuat pengembangan taman nasional dalam ekosistem yang rapuh. Skema pembiayaan ini dikenal juga dengan Debt for Nature Swap (DNS) III atau Green Program yang dilaksanakan selama periode 2007 hingga 2012. Melalui skema DNS ini hutan di Indonesia, menurut kajian Kementerian Kehutanan (2009) berpotensi bisa mengurangi hutang luar negeri, sebesar US$30 juta per tahun.

Selain dapat menutupi utang, kekayaan hutan dapat menghapus kemiskinan di Indonesia. Karena pohon yang ditanam merupakan deposito negara. Lahan kritis di Indonesia yang luasnya mencapai 14 juta Ha, sebenarnya juga bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan uang dengan skema REDD+ maupun DNS. Lumayan kan.
(eko)
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1785 seconds (0.1#10.140)