MK Hapus Presidential Threshold, Bahlil: Jangan Dibuat Memperlemah Posisi Presidensial

Jum'at, 03 Januari 2025 - 20:39 WIB
loading...
MK Hapus Presidential...
Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia buka suara menyikapi Putusan MK soal penghapusan presidential threshold. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia buka suara menyikapi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal penghapusan ambang batas minimal calon presiden dan wakil presiden atau presidential threshold.

Bahlil mengaku, pihaknya tetap menghargai apa yang menjadi putusan MK soal ambang batas pencalonan peserta pemilu. Namun, Golkar belum memutuskan langkah politik selanjutnya menyikapi putusan tetsebut.

"Sekalipun memang kami sendiri belum membaca secara detail. Tetapi, kita harus juga betul-betul melihat bahwa sistem demokrasi kita ini juga jangan dibuat memperlemah posisi presidensial. Nah, ini yang kita lihat saja sekarang," kata Bahlil di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (3/1/2025).



Bahlil menegaskan, Partai Golkar akan segera mengambil langkah untuk menyikapi hasil putusan MK tersebut. Namun, masih enggan untuk diungkapkan secara dini bagaimana langkah partai pohon beringin itu selanjutnya.

"Tapi apa pun yang diputuskan oleh MK, ya kita hargai. Karena kan final. Saya baca, kami baca dulu keputusan Mahkamah Konstitusi. Begitu setelah kami baca, kami pelajari. Baru kemudian kita akan merumuskan langkah apa yang harus dilakukan," tambahnya.



Sebelumnya, sidang Pengucapan Putusan ini digelar pada Kamis, 2 Januari 2025 di Ruang Sidang Pleno MK. Mahkamah menilai, pokok permohonan para Pemohon mengenai inkonstitusionalitas ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden adalah beralasan menurut hukum.

"Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Ketua MK Suhartoyo.

Diketahui, Perkara Nomor 62PUU-XXI/2023 diajukan oleh Enika Maya Oktavia. Dalam petitumnya, Pemohon menyatakan pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, melanggar batas open legal policy dan bertentangan dengan UUD 1945. Pemohon juga menyatakan Presidential Threshold pada pasal 222 bertentangan dengan moralitas demokrasi.

Adapun norma yang diujikan oleh para pemohon adalah Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang menyatakan, pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.
(cip)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2025 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1493 seconds (0.1#10.140)