Jelang HAN, KPAI Sesalkan Tempat Berlindung Anak Jadi Sarang Prostitusi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Divisi Monitoring dan Evaluasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jasra Putra menyatakan, pihaknya menyesalkan atas peristiwa kepala P2TP2A layanan kepanjangtanganan kehadiran pusat di daerah dalam perlindungan anak terdepan yang diduga terjadi insiden prostitusi anak.
Kasus ini kata Jasra, melukai hak anak jelang peringatan Hari Anak Nasional (HAN). "Lembaga yang harusnya menjadi satu satunya lembaga terdepan dalam mengamankan anak-anak korban kekerasan seksual justru menjadi pelaku dan menjual anak anak yang dititipkannya," kata Jasra dalam pers rilisnya, Senin (6/7/2020).
(Baca juga: Inilah Keuntungan Orang Tua Memiliki Anak yang Saleh)
Ia mengingatkan kepada aparat yang berwenang bahwa ia mendengar selentingan beberapa kali para pelindung anak terdepan justru menjadi pelaku kekerasan anak. Baik secara fisik, seksual, verbal dan penjualan anak.
"Baik terjadi di lembaga pelindung anak yang dimiliki pemerintah, balai, panti, bahkan diduga dilakukan profesi pendamping anak. Saya mendengarkan laporan laporan tersebut dalam kunker ke beberapa daerah," ungkap dia.
(Baca juga: 1.600 Anak Tenaga Kesehatan di Jateng Dapat Prioritas PPDB)
Jasra menganggap, kasus ini bagai disambar geledek. Kepala P2TP2A sebagai orang yang direkrut dengan tahapan, SOP, track record yang dibuat dari pusat instrumennya dengan sangat hati hati, kecolongan juga. Artinya bagaimana tempat perlindungan anak di bawahnya, yang benar-benar di kelola negara saja bisa kecolongan.
Bagi Jasra sudah saatnya protokol ketat diterapkan untuk jabatan ASN pelindung anak di kantor-kantor pemerintah yang memiliki rumah aman, balai, tenaga pendamping atau kontrak yang dibayar. Hal itu perlu dilakukan agar benar-benar melakukan tahapan perekrutan petugas dengan benar.
Ditegaskan dia, jangan sampai karena adanya dugaan kongkalikong dan nepotisme oleh pemegang kuasa menyebabkan proses birokrasi terpotong dan melewati semua syarat administasi. "Sehingga mereka yang seharusnya menjadi pendekar anak justru aman berbuat berbagai hal pelanggaran anak," tuturnya.
Lebih lanjut Jasra mengatakan, kasus ini seharunsya sudah lonceng keras buat para pemangku kepentingan anak. Bahwa situasi Covid membuat petugas berubah drastis, dan ketika berurusan dengan anak-anak korban kekerasan semakin rentan.
Kasus ini kata Jasra, melukai hak anak jelang peringatan Hari Anak Nasional (HAN). "Lembaga yang harusnya menjadi satu satunya lembaga terdepan dalam mengamankan anak-anak korban kekerasan seksual justru menjadi pelaku dan menjual anak anak yang dititipkannya," kata Jasra dalam pers rilisnya, Senin (6/7/2020).
(Baca juga: Inilah Keuntungan Orang Tua Memiliki Anak yang Saleh)
Ia mengingatkan kepada aparat yang berwenang bahwa ia mendengar selentingan beberapa kali para pelindung anak terdepan justru menjadi pelaku kekerasan anak. Baik secara fisik, seksual, verbal dan penjualan anak.
"Baik terjadi di lembaga pelindung anak yang dimiliki pemerintah, balai, panti, bahkan diduga dilakukan profesi pendamping anak. Saya mendengarkan laporan laporan tersebut dalam kunker ke beberapa daerah," ungkap dia.
(Baca juga: 1.600 Anak Tenaga Kesehatan di Jateng Dapat Prioritas PPDB)
Jasra menganggap, kasus ini bagai disambar geledek. Kepala P2TP2A sebagai orang yang direkrut dengan tahapan, SOP, track record yang dibuat dari pusat instrumennya dengan sangat hati hati, kecolongan juga. Artinya bagaimana tempat perlindungan anak di bawahnya, yang benar-benar di kelola negara saja bisa kecolongan.
Bagi Jasra sudah saatnya protokol ketat diterapkan untuk jabatan ASN pelindung anak di kantor-kantor pemerintah yang memiliki rumah aman, balai, tenaga pendamping atau kontrak yang dibayar. Hal itu perlu dilakukan agar benar-benar melakukan tahapan perekrutan petugas dengan benar.
Ditegaskan dia, jangan sampai karena adanya dugaan kongkalikong dan nepotisme oleh pemegang kuasa menyebabkan proses birokrasi terpotong dan melewati semua syarat administasi. "Sehingga mereka yang seharusnya menjadi pendekar anak justru aman berbuat berbagai hal pelanggaran anak," tuturnya.
Lebih lanjut Jasra mengatakan, kasus ini seharunsya sudah lonceng keras buat para pemangku kepentingan anak. Bahwa situasi Covid membuat petugas berubah drastis, dan ketika berurusan dengan anak-anak korban kekerasan semakin rentan.