Jelang HAN, KPAI Sesalkan Tempat Berlindung Anak Jadi Sarang Prostitusi

Senin, 06 Juli 2020 - 14:01 WIB
loading...
Jelang HAN, KPAI Sesalkan Tempat Berlindung Anak Jadi Sarang Prostitusi
KPAI menyesalkan peristiwa kepala P2TP2A layanan kepanjangtanganan kehadiran pusat di daerah dalam perlindungan anak terdepan yang diduga terjadi insiden prostitusi anak. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Ketua Divisi Monitoring dan Evaluasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jasra Putra menyatakan, pihaknya menyesalkan atas peristiwa kepala P2TP2A layanan kepanjangtanganan kehadiran pusat di daerah dalam perlindungan anak terdepan yang diduga terjadi insiden prostitusi anak.

Kasus ini kata Jasra, melukai hak anak jelang peringatan Hari Anak Nasional (HAN). "Lembaga yang harusnya menjadi satu satunya lembaga terdepan dalam mengamankan anak-anak korban kekerasan seksual justru menjadi pelaku dan menjual anak anak yang dititipkannya," kata Jasra dalam pers rilisnya, Senin (6/7/2020).

(Baca juga: Inilah Keuntungan Orang Tua Memiliki Anak yang Saleh)

Ia mengingatkan kepada aparat yang berwenang bahwa ia mendengar selentingan beberapa kali para pelindung anak terdepan justru menjadi pelaku kekerasan anak. Baik secara fisik, seksual, verbal dan penjualan anak.

"Baik terjadi di lembaga pelindung anak yang dimiliki pemerintah, balai, panti, bahkan diduga dilakukan profesi pendamping anak. Saya mendengarkan laporan laporan tersebut dalam kunker ke beberapa daerah," ungkap dia.

(Baca juga: 1.600 Anak Tenaga Kesehatan di Jateng Dapat Prioritas PPDB)

Jasra menganggap, kasus ini bagai disambar geledek. Kepala P2TP2A sebagai orang yang direkrut dengan tahapan, SOP, track record yang dibuat dari pusat instrumennya dengan sangat hati hati, kecolongan juga. Artinya bagaimana tempat perlindungan anak di bawahnya, yang benar-benar di kelola negara saja bisa kecolongan.

Bagi Jasra sudah saatnya protokol ketat diterapkan untuk jabatan ASN pelindung anak di kantor-kantor pemerintah yang memiliki rumah aman, balai, tenaga pendamping atau kontrak yang dibayar. Hal itu perlu dilakukan agar benar-benar melakukan tahapan perekrutan petugas dengan benar.

Ditegaskan dia, jangan sampai karena adanya dugaan kongkalikong dan nepotisme oleh pemegang kuasa menyebabkan proses birokrasi terpotong dan melewati semua syarat administasi. "Sehingga mereka yang seharusnya menjadi pendekar anak justru aman berbuat berbagai hal pelanggaran anak," tuturnya.

Lebih lanjut Jasra mengatakan, kasus ini seharunsya sudah lonceng keras buat para pemangku kepentingan anak. Bahwa situasi Covid membuat petugas berubah drastis, dan ketika berurusan dengan anak-anak korban kekerasan semakin rentan.

Jasra menyampaikan sesuai aturan P2TP2A dibentuk sebagai wadah koordinasi terdepan, percepatan penananganan kasus anak, integratif dan holistik dalam rehabilitasi untuk lintas Kementerian, Lembaga dan APH untuk perlindungan anak. "Artinya jadi pertanyaam besar, bagaimana fungsi fungsi pengawasan untuk di TKP. Lalu bagaimana evaluasi besar besaran untik rumah aman yang dimiliki daerah lainnya," beber dia.

Ia berharap LPSK sebagai lembaga pengawas rumah aman yang memiliki aturan tegak dan lengkap tentang tempat tempat seperti ini dan serupa. segera melakukan sosialisasi dan pembenahan. Begitupun Kemenpan RB sebagai perekrut ASN yang ditempatkan di perlindungan anak benar-benar mengkaji kembali aturannya, di cek kembali apakah masih ada yang bolong, sehingga kecolongan menempatkan predator di tempat berlindung anak.

"Agar kementerian terkait, lembaga dan daerah diingatkan manajemen resiko jika memilih petugas yang tidak jelas track record nya, kemudian bekerja dengan anak," imbuhnya.

Seperti diketahui kejadian berulang ini terjadi di rumah aman P2TP2A Lampung, kejadian serupa juga terjadi di Kota Padang dan pada profesi pendamping anak yang pernah terlaporkan. KPAI berharap dari pengalaman atau kasus-kasus yang ada itu segera dilakukan pembenahan.

"Kalau lembaga lembaga terdepan perlindungan anak yang dimiliki pemerintah melakukan kekerasan. Lalu dimana lagi tenpat berlindung anak anak kita?," ucapnya melanjutkan.

Dijelaskannya, sebagaimana di ketahui dalam Undang Undang 23 tahun 2014 pemerintah sudah sepakat tentang Matriks Pembagian Urusan Pemerintahan Konkuren Antara Pemerintah Pusat dan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota tentang korban kekerasan anak yang dibunyikan dengan Perlindungan Khusus Anak menjadi tugas propinsi dan kab/bahwa mereka bersedia melakukan pencegahan kekerasan, menyediakan layanan, penguatan dan pengembangan layanan.

Sedangkan kata Jasra, pemerintah pusat diamanatkan tugas yang sama, namun karena kasus kasus tersebut multipihak secara nasional dan internasional. Untuk itulah kebijakan dan anggaran di buat antara pempus dan pemda.

"Tapi jangan sampai juga anggaran yang tidak berpihak ke rumah aman, kemudian membenarkan rumah aman dijadikan sarang proatitusi. Harusnya hukuman lebih berat bagi para pemangku kepentingan yang tugas pokoknya jelas melindungi anak namun terjadi pelanggaran berat," ujarnya.

"Salam Duka Anak Indonesia,"tutup Jasra.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1720 seconds (0.1#10.140)