Deretan Tokoh Pejuang Diplomasi Indonesia yang Diakui Dunia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Indonesia memiliki sejumlah tokoh pejuang diplomasi yang diakui dunia. Peran mereka tidak kalah penting dalam memperjuangkan kemerdekaan dan menjaga martabat bangsa Indonesia di kancah internasional.
Diplomasi sendiri didefinisikan sebagai konsepsi tentang komunikasi antarnegara dalam tataran politik global. Tujuan dari diplomasi secara garis besar adalah untuk mengamankan kepentingan nasional yang bersifat politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan.
Oleh karena itu, suatu negara harus mengembangkan hubungan baik dan kerja sama dengan negara-negara lain serta terlibat dalam organisasi-organisasi internasional.
Indonesia memiliki banyak tokoh yang berperan dalam diplomasi sebagai taktik perjuangan. Berikut tokoh-tokoh yang memimpin perjuangan Indonesia, baik pada zaman dulu dan sekarang.
1. Agus Salim
Agus Salim adalah seorang diplomat ulung yang dimiliki Indonesia dan diakui dunia. Tokoh berjuluk The Grand Old Man ini berjasa dalam memperjuangankan kemerdekaan Indonesia, terutama dalam mendapatkan dukungan dan pengakuan kedaulatan dari negara-negara lain. Seusai kemerdekaan, tepatnya pada 1947, Agus Salim ditunjuk untuk memimpin delegasi Indonesia di forum PBB.
Sebelum itu, masih di tahun yang sama, Indonesia mengadakan misi diplomatik ke negara-negara Arab. Tim yang dipimpin oleh Agus Salim ini kemudian berhasil meraih pengakuan kedaulatan dari sejumlah negara Arab, antara lain dari Mesir, Suriah, Libanon, serta Arab Saudi dan Yaman. Keberhasilan ini tak lepas dari kepiawaian Agus Salim dalam berargumentasi, ditambah lagi dengan kemampuan bahasa Arab yang dikuasainya. Agus Salim yang saat itu menjabat Menteri Luar Negeri Indonesia diketahui menguasai 7 bahasa asing.
2. Soekarno
Soekarno dikenal sebagai seorang negosiator yang terampil, orator, dan penulis. Kepiawaian Sukarno yang didukung dengan kepribadiannya yang menarik membuat Soekarno bisa berteman dengan pemimpin-pemimpin negara lain, meskipun memiliki perbedaan ideologi, budaya, atau agama. Persahabatan ini tidak hanya bersifat pribadi, tetapi juga bermanfaat bagi Indonesia.
Salah satu diplomasi cerdas Soekarno selama ini adalah diplomasi kuliner saat Konferensi Asia Afrika (KAA). Selama konferensi, Sukarno menggunakan situasi tidak hanya untuk negosiasi, tetapi juga untuk mempromosikan budaya makanan negara.
Selain itu, Soekarno juga seorang polyglot yang menguasai beragam bahasa, mulai dari bahasa ibu, beberapa bahasa daerah di Indonesia, serta sejumlah bahasa asing. Hal ini memberi keuntungan bagi Soekarno dalam diplomasi dan pergaulan di ranah internasional.
3. Mohammad Hatta
Dalam melakukan diplomasi, Mohammad Hatta selalu melandasinya dengan cinta kepada Tanah Air dan kepercayaan pada negaranya. Hal ini tergambar dalam perjuangan Mohammad Hatta saat Konferensi Meja Bundar (KMB). Saat itu Indonesia sudah merdeka, namun kedaulatannya tidak diakui dunia. Maka diplomasi dipilih sebagai solusi untuk mendapatkan pengakuan dari negara lain.
Pada 23 Agustus 1949, Konferensi Meja Bundar diadakan di Den Haag, Belanda dengan mengundang perwakilan dari berbagai negara. Delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Mohammad Hatta mampu mendominasi perundingan. Saat Belanda mendesak Indonesia untuk menanggung utang perang, Hatta sempat tegas menolak meski pada akhirnya Hatta dan anggota delegasi Indonesia menyanggupinya. Bagi Hatta, yang terpenting Indonesia mendapatkan pengakuan kedaulatan.
4. Sutan Sjahrir
Sutan Sjahrir merupakan tokoh yang memiliki kontribusi besar untuk keberhasilan perjuangan diplomasi Indonesia. Hal ini disebabkan oleh banyaknya upaya diplomasi yang berhasil ia lakukan sehingga juga menciptakan hubungan yang baik antara Indonesia dengan negara lainnya.
Adapun keunikan dari diplomasi yang Sutan Sjahrir lakukan adalah adanya pendekatan atas nilai-nilai humanisme dan demokratis dalam diplomasinya. Salah satu diplomasinya yang terkenal adalah diplomasi beras. Diplomasi ini dilakukan pada 1946 dan bertujuan untuk membantu masyarakat India yang sedang mengalami kelaparan.
Selain meringankan permasalahan kelaparan di India, Indonesia memperoleh hasil lain dari diplomasi ini. Melalui diplomasi tersebut, Indonesia mendapatkan rasa simpati masyarakat India atas perjuangan kemerdekaan Indonesia.
5. Sri Sultan Hamengkubuwono IX
Sri Sultan Hamengkubuwono IX adalah gubernur pertama DIY dan sempat menjabat sebagai wakil presiden Indonesia. Untuk memperjuangkan Indonesia, Hamengkubuwono IX berperan dalam menjalin diplomasi dengan negara lain, khususnya Belanda.
Hubungan diplomatik dengan Kerajaan Belanda sebenarnya telah dilakukan dalam bentuk diplomasi yang dikenal dengan diplomasi budaya sejak zaman Hamengkubuwono VIII. Diplomasi ini menggunakan pendekatan budaya dengan Belanda dan dilakukan untuk menghadapi intervensi politik Belanda.
Perjuangan tersebut kemudian dilanjutkan di masa pemerintahan Hamengkubuwono IX. Tertulis dalam jurnal milik Rudi Hariyanto, dkk yang berjudul “Peranan Sultan Hamengkubuwono IX dalam Menghadapi Agresi Militer Belanda I dan II,”
Hamengkubuwono IX merupakan sosok pemimpin yang penting dalam membangun hubungan antara Pemerintah RI dengan Kerajaan Belanda pada saat pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada tahun 1949.
6. Mohammad Roem
Meskipun kiprahnya tidak terlalu menonjol seperti tokoh lainnya, Mohammad Roem juga merupakan tokoh penting perjuangan diplomasi Indonesia. Banyak upaya diplomasi yang pernah dia lakukan, di antaranya menjadi ketua delegasi di perundingan Roem-Royen, anggota delegasi RI dalam perundingan Linggarjati, dan anggota delegasi RI dalam perundingan Renville.
Dalam perundingan-perundingan tersebut, Mohammad Roem selalu mengupayakan hak-hak Indonesia, termasuk menghimpun dukungan dari negara-negara lain atas kemerdekaan yang telah diproklamirkan Indonesia.
7. Nara Masista Rakhmatia
Nara Masista Rakhmatia merupakan diplomat Indonesia yang berhasil mencuri perhatian dalam Sidang PBB di New York 2016. Perempuan kelahiran Desember 1982 ini berhasil membungkam tudingan kepala negara di Kepulauan Pasifik terkait kondisi HAM di Papua dan Papua Barat.
Pada sidang tersebut, enam negara di Kepulauan Pasifik yang terdiri dari Kepulauan Marshall, Kepulauan Solomon, Nauru, Tonga, Tuvalu, dan Vanuatu secara blak-blakan menyatakan keprihatinan tentang pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Papua. Negara-negara itu menyerukan kebebasan bagi Papua Barat untuk menentukan nasibnya sendiri.
Mendapat serangan seperti itu, Nara tidak gentar. Dia bahkan mampu menjawabnya dengan tegas dan berani. Nara mengatakan bahwa kritik itu bermotif politik dan dirancang untuk mengalihkan perhatian dari masalah negara mereka sendiri.
8. Ainan Nuran
Tidak hanya Nara Masista Rakhmatia, Ainan Nuran juga turut memberi ‘pukulan’ kepada perwakilan Vanuatu dalam Sidang Umum PBB pada 2017. Ainan Nuran merupakan perwakilan Indonesia yang membacakan hak jawab dalam sesi debat umum. Ainan mengatakan sudah banyak hoaks dan dugaan keliru yang diedarkan oleh individu-individu yang termotivasi untuk melakukan aksi separatis di Papua dan Papua Barat.
Selain itu, Ainan juga mengatakan negara-negara yang proseparatis tidak mengerti atau bahkan menolak untuk mengerti tentang pembangunan di Papua dan Papua Barat. Setelah menyampaikan pendapatnya, Ainan pun menutup dengan peribahasa umum di Indonesia yang kemudian diterjemahkan ke bahasa Inggris.
Diplomasi sendiri didefinisikan sebagai konsepsi tentang komunikasi antarnegara dalam tataran politik global. Tujuan dari diplomasi secara garis besar adalah untuk mengamankan kepentingan nasional yang bersifat politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan.
Oleh karena itu, suatu negara harus mengembangkan hubungan baik dan kerja sama dengan negara-negara lain serta terlibat dalam organisasi-organisasi internasional.
Indonesia memiliki banyak tokoh yang berperan dalam diplomasi sebagai taktik perjuangan. Berikut tokoh-tokoh yang memimpin perjuangan Indonesia, baik pada zaman dulu dan sekarang.
1. Agus Salim
Agus Salim adalah seorang diplomat ulung yang dimiliki Indonesia dan diakui dunia. Tokoh berjuluk The Grand Old Man ini berjasa dalam memperjuangankan kemerdekaan Indonesia, terutama dalam mendapatkan dukungan dan pengakuan kedaulatan dari negara-negara lain. Seusai kemerdekaan, tepatnya pada 1947, Agus Salim ditunjuk untuk memimpin delegasi Indonesia di forum PBB.
Sebelum itu, masih di tahun yang sama, Indonesia mengadakan misi diplomatik ke negara-negara Arab. Tim yang dipimpin oleh Agus Salim ini kemudian berhasil meraih pengakuan kedaulatan dari sejumlah negara Arab, antara lain dari Mesir, Suriah, Libanon, serta Arab Saudi dan Yaman. Keberhasilan ini tak lepas dari kepiawaian Agus Salim dalam berargumentasi, ditambah lagi dengan kemampuan bahasa Arab yang dikuasainya. Agus Salim yang saat itu menjabat Menteri Luar Negeri Indonesia diketahui menguasai 7 bahasa asing.
2. Soekarno
Soekarno dikenal sebagai seorang negosiator yang terampil, orator, dan penulis. Kepiawaian Sukarno yang didukung dengan kepribadiannya yang menarik membuat Soekarno bisa berteman dengan pemimpin-pemimpin negara lain, meskipun memiliki perbedaan ideologi, budaya, atau agama. Persahabatan ini tidak hanya bersifat pribadi, tetapi juga bermanfaat bagi Indonesia.
Salah satu diplomasi cerdas Soekarno selama ini adalah diplomasi kuliner saat Konferensi Asia Afrika (KAA). Selama konferensi, Sukarno menggunakan situasi tidak hanya untuk negosiasi, tetapi juga untuk mempromosikan budaya makanan negara.
Selain itu, Soekarno juga seorang polyglot yang menguasai beragam bahasa, mulai dari bahasa ibu, beberapa bahasa daerah di Indonesia, serta sejumlah bahasa asing. Hal ini memberi keuntungan bagi Soekarno dalam diplomasi dan pergaulan di ranah internasional.
3. Mohammad Hatta
Dalam melakukan diplomasi, Mohammad Hatta selalu melandasinya dengan cinta kepada Tanah Air dan kepercayaan pada negaranya. Hal ini tergambar dalam perjuangan Mohammad Hatta saat Konferensi Meja Bundar (KMB). Saat itu Indonesia sudah merdeka, namun kedaulatannya tidak diakui dunia. Maka diplomasi dipilih sebagai solusi untuk mendapatkan pengakuan dari negara lain.
Pada 23 Agustus 1949, Konferensi Meja Bundar diadakan di Den Haag, Belanda dengan mengundang perwakilan dari berbagai negara. Delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Mohammad Hatta mampu mendominasi perundingan. Saat Belanda mendesak Indonesia untuk menanggung utang perang, Hatta sempat tegas menolak meski pada akhirnya Hatta dan anggota delegasi Indonesia menyanggupinya. Bagi Hatta, yang terpenting Indonesia mendapatkan pengakuan kedaulatan.
4. Sutan Sjahrir
Sutan Sjahrir merupakan tokoh yang memiliki kontribusi besar untuk keberhasilan perjuangan diplomasi Indonesia. Hal ini disebabkan oleh banyaknya upaya diplomasi yang berhasil ia lakukan sehingga juga menciptakan hubungan yang baik antara Indonesia dengan negara lainnya.
Adapun keunikan dari diplomasi yang Sutan Sjahrir lakukan adalah adanya pendekatan atas nilai-nilai humanisme dan demokratis dalam diplomasinya. Salah satu diplomasinya yang terkenal adalah diplomasi beras. Diplomasi ini dilakukan pada 1946 dan bertujuan untuk membantu masyarakat India yang sedang mengalami kelaparan.
Selain meringankan permasalahan kelaparan di India, Indonesia memperoleh hasil lain dari diplomasi ini. Melalui diplomasi tersebut, Indonesia mendapatkan rasa simpati masyarakat India atas perjuangan kemerdekaan Indonesia.
5. Sri Sultan Hamengkubuwono IX
Sri Sultan Hamengkubuwono IX adalah gubernur pertama DIY dan sempat menjabat sebagai wakil presiden Indonesia. Untuk memperjuangkan Indonesia, Hamengkubuwono IX berperan dalam menjalin diplomasi dengan negara lain, khususnya Belanda.
Hubungan diplomatik dengan Kerajaan Belanda sebenarnya telah dilakukan dalam bentuk diplomasi yang dikenal dengan diplomasi budaya sejak zaman Hamengkubuwono VIII. Diplomasi ini menggunakan pendekatan budaya dengan Belanda dan dilakukan untuk menghadapi intervensi politik Belanda.
Perjuangan tersebut kemudian dilanjutkan di masa pemerintahan Hamengkubuwono IX. Tertulis dalam jurnal milik Rudi Hariyanto, dkk yang berjudul “Peranan Sultan Hamengkubuwono IX dalam Menghadapi Agresi Militer Belanda I dan II,”
Hamengkubuwono IX merupakan sosok pemimpin yang penting dalam membangun hubungan antara Pemerintah RI dengan Kerajaan Belanda pada saat pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada tahun 1949.
6. Mohammad Roem
Meskipun kiprahnya tidak terlalu menonjol seperti tokoh lainnya, Mohammad Roem juga merupakan tokoh penting perjuangan diplomasi Indonesia. Banyak upaya diplomasi yang pernah dia lakukan, di antaranya menjadi ketua delegasi di perundingan Roem-Royen, anggota delegasi RI dalam perundingan Linggarjati, dan anggota delegasi RI dalam perundingan Renville.
Dalam perundingan-perundingan tersebut, Mohammad Roem selalu mengupayakan hak-hak Indonesia, termasuk menghimpun dukungan dari negara-negara lain atas kemerdekaan yang telah diproklamirkan Indonesia.
7. Nara Masista Rakhmatia
Nara Masista Rakhmatia merupakan diplomat Indonesia yang berhasil mencuri perhatian dalam Sidang PBB di New York 2016. Perempuan kelahiran Desember 1982 ini berhasil membungkam tudingan kepala negara di Kepulauan Pasifik terkait kondisi HAM di Papua dan Papua Barat.
Pada sidang tersebut, enam negara di Kepulauan Pasifik yang terdiri dari Kepulauan Marshall, Kepulauan Solomon, Nauru, Tonga, Tuvalu, dan Vanuatu secara blak-blakan menyatakan keprihatinan tentang pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Papua. Negara-negara itu menyerukan kebebasan bagi Papua Barat untuk menentukan nasibnya sendiri.
Mendapat serangan seperti itu, Nara tidak gentar. Dia bahkan mampu menjawabnya dengan tegas dan berani. Nara mengatakan bahwa kritik itu bermotif politik dan dirancang untuk mengalihkan perhatian dari masalah negara mereka sendiri.
8. Ainan Nuran
Tidak hanya Nara Masista Rakhmatia, Ainan Nuran juga turut memberi ‘pukulan’ kepada perwakilan Vanuatu dalam Sidang Umum PBB pada 2017. Ainan Nuran merupakan perwakilan Indonesia yang membacakan hak jawab dalam sesi debat umum. Ainan mengatakan sudah banyak hoaks dan dugaan keliru yang diedarkan oleh individu-individu yang termotivasi untuk melakukan aksi separatis di Papua dan Papua Barat.
Selain itu, Ainan juga mengatakan negara-negara yang proseparatis tidak mengerti atau bahkan menolak untuk mengerti tentang pembangunan di Papua dan Papua Barat. Setelah menyampaikan pendapatnya, Ainan pun menutup dengan peribahasa umum di Indonesia yang kemudian diterjemahkan ke bahasa Inggris.
(cip)