Tragedi Kanjuruhan, Masyarakat Diminta Melihat Keseluruhan Peristiwa Secara Objektif
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan ,Malang, Jawa Timur yang menelan korban 125 orang tewas sangat memilukan sekaligus memalukan. Namun, masyarakat harus melihat keseluruhan peristiwa tersebut secara objektif.
"Jumlah korban 125 jiwa tewas dan masih banyak korban yang terluka. Tragedi sepak bola terbesar kedua di dunia setelah 1964 di Peru, sungguh memilukan dan memalukan. Seperti biasa, publik bereaksi keras atas kejadian, memaki, mengutuk, dan mempersalahkan berbagai pihak," kata Analis Keamanan Publik, Roger P Silalahi melalui pesan tertulis, Senin (3/10/2022).
Menurut Roger, masyarakat harus melihat keseluruhan peristiwa sesuai runutannya secara objektif. Jangan hanya cari gampang mempersalahkan aparat atau terbawa arus mempersalahkan polisi lalu pemerintah. "Jangan mau ditunggangi. Tempatkan semua pada posisi, sesuai porsi," katanya.
Roger mengaku telah melibatkan diri dalam berbagai diskusi di berbagai ruang publik, mengamati, mengumpulkan data, dan akhirnya angkat bicara. Mempersalahkan polisi dengan gas air mata, yang disebut membuat sesak dan menimbulkan kepanikan serta keterpojokkan massa di beberapa titik, itu reaksi banyak pihak. Namun ada hal lain yang perlu juga disorot.
"Data menunjukkan suporter yang datang ke Stadion Kanjuruhan berjumlah 42.288 orang. Dapat dipastikan Stadion Kanjuruhan yang memiliki 14 pintu itu menampung jumlah orang melebihi kapasitasnya. Bisa dibayangkan, setidaknya 1 pintu harus melayani sekitar 7.265 orang," katanya.
Roger meyakini adanya permintaan kepolisian untuk menurunkan jumlah penonton pastilah terkait dengan risk assessment dan risk management yang diperhitungkan dan direncanakan. Namun pertandingan tetap berlangsung. Kerusuhan terjadi setelah pertandingan selesai.
Baca juga: Mahfud MD Minta Polri Segera Umumkan Pelaku Pidana Tragedi Kanjuruhan Malang
"Kepolisian menembakkan gas air mata, sesuai dengan protap dan Perkap Nomor 16 Tahun 2006. Lalu banyak yang mempersalahkan gas air mata ini dengan berpegang pada aturan FIFA Poin 19B," imbuhnya.
Aturan FIFA tersebut, kata dia, berlaku hanya untuk pertandingan yang langsung berada di bawah FIFA, dan pertandingan internasional yang diselenggarakan dengan regulasi FIFA. Dari sini, jelas aturan tidak berlaku untuk laga di Kanjuruhan.
"Jumlah korban 125 jiwa tewas dan masih banyak korban yang terluka. Tragedi sepak bola terbesar kedua di dunia setelah 1964 di Peru, sungguh memilukan dan memalukan. Seperti biasa, publik bereaksi keras atas kejadian, memaki, mengutuk, dan mempersalahkan berbagai pihak," kata Analis Keamanan Publik, Roger P Silalahi melalui pesan tertulis, Senin (3/10/2022).
Menurut Roger, masyarakat harus melihat keseluruhan peristiwa sesuai runutannya secara objektif. Jangan hanya cari gampang mempersalahkan aparat atau terbawa arus mempersalahkan polisi lalu pemerintah. "Jangan mau ditunggangi. Tempatkan semua pada posisi, sesuai porsi," katanya.
Roger mengaku telah melibatkan diri dalam berbagai diskusi di berbagai ruang publik, mengamati, mengumpulkan data, dan akhirnya angkat bicara. Mempersalahkan polisi dengan gas air mata, yang disebut membuat sesak dan menimbulkan kepanikan serta keterpojokkan massa di beberapa titik, itu reaksi banyak pihak. Namun ada hal lain yang perlu juga disorot.
"Data menunjukkan suporter yang datang ke Stadion Kanjuruhan berjumlah 42.288 orang. Dapat dipastikan Stadion Kanjuruhan yang memiliki 14 pintu itu menampung jumlah orang melebihi kapasitasnya. Bisa dibayangkan, setidaknya 1 pintu harus melayani sekitar 7.265 orang," katanya.
Roger meyakini adanya permintaan kepolisian untuk menurunkan jumlah penonton pastilah terkait dengan risk assessment dan risk management yang diperhitungkan dan direncanakan. Namun pertandingan tetap berlangsung. Kerusuhan terjadi setelah pertandingan selesai.
Baca juga: Mahfud MD Minta Polri Segera Umumkan Pelaku Pidana Tragedi Kanjuruhan Malang
"Kepolisian menembakkan gas air mata, sesuai dengan protap dan Perkap Nomor 16 Tahun 2006. Lalu banyak yang mempersalahkan gas air mata ini dengan berpegang pada aturan FIFA Poin 19B," imbuhnya.
Aturan FIFA tersebut, kata dia, berlaku hanya untuk pertandingan yang langsung berada di bawah FIFA, dan pertandingan internasional yang diselenggarakan dengan regulasi FIFA. Dari sini, jelas aturan tidak berlaku untuk laga di Kanjuruhan.