Mengubah Perilaku untuk Indonesia Bersih dan Bebas Sampah 2025
loading...
A
A
A
Dikatakan bahwa sampah dapat dimanfaatkan dan menjadi barang yang bernilai ekonomi tinggi. Sampah yang tercampur aduk itu beban, tetapi sampah yang terpilah adalah aset.
Terdapat lima prinsip penerapan teknologi Masaro-ITB, yaitu pemilahan sampah langsung di sumber, pengolahan sampah di dekat sumber, melibatkan partisipasi masyarakat, pemerintah, dan industri, penerapan teknologi ramah lingkungan, dan pembuatan manajemen untuk program keberlanjutan.
Teknologi Masaro membagi sampah dari masyarakat menjadi lima kategori, yakni sampah mudah membusuk, sampah sulit membusuk, sampah daur ulang termasuk plastik, kaca, kertas, sampah nondaur ulang, yaitu plastik film (biodegradable, oxodegradable), logam, kemudian jenis sampah waste to energy (WTE), dan terakhir adalah sampah B2 (bahan-berbahaya).
Manajemen Sampah Zero (Masaro-ITB) akan menghasilkan produk-produk berupa media tanam, pengawet kayu, pestisida organik, bahan bakar, kompos, pupuk organik cair istimewa, konsentrat organik cair istimewa, Biopestisida dan Biokomposer.
Hal yang menarik pada sistem Masaro, yaitu pengelolaan sampah dilakukan pada sumber awal munculnya timbulan sampah, yaitu berasal rumah tangga, pasar modern dan tradisional, serta perkantoran. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sampah rumah tangga menduduki porsi terbesar, yaitu 40,8%, pasar modern 18,2%, tradisional 17,3%, dan perkantoran 8,2%.
Sementara dari jenis timbulan sampah diperoleh data terbesar adalah 40% sisa makanan, 17,4% plastik, 13,1% kayu, ranting/daun, 11,4% kertas, karton.
Karena sistem Masaro dalam pembangunannya bergerak dari sumber munculnya sampah, tentu saja dapat dibangun di atas lahan yang tidak perlu luas sehingga dapat dibangun di kecamatan maupun kompleks perumahan besar, pusat perniagaan, dan pasar.
Secara prinsip sangat ditekankan oleh Masaro-ITB, semua sampah harus mampu terolah menjadi produk berharga dan tidak ada lagi yang perlu dibuang ke tempat pembuangan sampah (TPS) maupun TPA, melalui kilang-kilang pemrosesan sampah. Untuk hal ini kemudian sistem Masaro telah dipatenkan sebagai produk murni anak bangsa.
Tentunya, dengan merujuk sistem Masaro, tingkat keberhasilannya berada pada peran serta seluruh lapisan masyarakat, swasta, dan pemerintahan mulai dari tingkat desa.
Merujuk pada kedua sistem pengendalian dan pengolahan sampah, itu dimulai di tingkat pemerintah pusat hingga seluruh lapisan masyarakat dari atas ke bawah, maupun dari bawah ke atas, sungguh diperlukan perubahan mendasar pada perilaku masyarakat dalam melihat permasalahan dan mengatasi timbulan sampah guna menciptakan lingkungan hidup yang lebih berkualitas dan bermanfaat dengan baik.
Terdapat lima prinsip penerapan teknologi Masaro-ITB, yaitu pemilahan sampah langsung di sumber, pengolahan sampah di dekat sumber, melibatkan partisipasi masyarakat, pemerintah, dan industri, penerapan teknologi ramah lingkungan, dan pembuatan manajemen untuk program keberlanjutan.
Teknologi Masaro membagi sampah dari masyarakat menjadi lima kategori, yakni sampah mudah membusuk, sampah sulit membusuk, sampah daur ulang termasuk plastik, kaca, kertas, sampah nondaur ulang, yaitu plastik film (biodegradable, oxodegradable), logam, kemudian jenis sampah waste to energy (WTE), dan terakhir adalah sampah B2 (bahan-berbahaya).
Manajemen Sampah Zero (Masaro-ITB) akan menghasilkan produk-produk berupa media tanam, pengawet kayu, pestisida organik, bahan bakar, kompos, pupuk organik cair istimewa, konsentrat organik cair istimewa, Biopestisida dan Biokomposer.
Hal yang menarik pada sistem Masaro, yaitu pengelolaan sampah dilakukan pada sumber awal munculnya timbulan sampah, yaitu berasal rumah tangga, pasar modern dan tradisional, serta perkantoran. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sampah rumah tangga menduduki porsi terbesar, yaitu 40,8%, pasar modern 18,2%, tradisional 17,3%, dan perkantoran 8,2%.
Sementara dari jenis timbulan sampah diperoleh data terbesar adalah 40% sisa makanan, 17,4% plastik, 13,1% kayu, ranting/daun, 11,4% kertas, karton.
Karena sistem Masaro dalam pembangunannya bergerak dari sumber munculnya sampah, tentu saja dapat dibangun di atas lahan yang tidak perlu luas sehingga dapat dibangun di kecamatan maupun kompleks perumahan besar, pusat perniagaan, dan pasar.
Secara prinsip sangat ditekankan oleh Masaro-ITB, semua sampah harus mampu terolah menjadi produk berharga dan tidak ada lagi yang perlu dibuang ke tempat pembuangan sampah (TPS) maupun TPA, melalui kilang-kilang pemrosesan sampah. Untuk hal ini kemudian sistem Masaro telah dipatenkan sebagai produk murni anak bangsa.
Tentunya, dengan merujuk sistem Masaro, tingkat keberhasilannya berada pada peran serta seluruh lapisan masyarakat, swasta, dan pemerintahan mulai dari tingkat desa.
Merujuk pada kedua sistem pengendalian dan pengolahan sampah, itu dimulai di tingkat pemerintah pusat hingga seluruh lapisan masyarakat dari atas ke bawah, maupun dari bawah ke atas, sungguh diperlukan perubahan mendasar pada perilaku masyarakat dalam melihat permasalahan dan mengatasi timbulan sampah guna menciptakan lingkungan hidup yang lebih berkualitas dan bermanfaat dengan baik.