OTT Hakim Agung dan Pudarnya Wibawa Hukum
loading...
A
A
A
Memang kalau dibandingkan tahun sebelumnya, ada peningkatan rata-rata vonis. Tahun 2020, ICW merilis rata-rata vonis kasus korupsi sebanyak 3 tahun 1 bulan dari 1.219 perkara dengan jumlah terdakwa sebanyak 1.298 orang mulai dari pengadilan negeri, pengadilan tinggi hingga tingkat MA.
Meski trennya naik, namun vonis tersebut masih tergolong sangat ringan bagi seorang koruptor yang telah merusak negara ini. sehingga sangat wajar jika penegakan hukum selama ini tidak menimbulkan efek jera.
Kedua, adanya upaya pelemahan KPK baik melalui revisi UU KPK maupun pemecatan puluhan pegawai KPK melalui tes wawasan kebangsaan dinilai telah menurunkan wibawa dan kekuatan KPK dalam upaya pemberantasan korupsi.
KPK yang seharusnya diperkuat untuk bisa maksimal dalam bekerja menghentikan laju korupsi justru mengalami nasib nahas. Sehingga kita lihat korupsi masih saja marak terjadi karena lembaga penegak hukum yang dinilai sudah tidak bertaji lagi.
Ketiga, masih ada pemberian remisi bagi terpidana kasus korupsi. Meski hal tersebut legal namun kebijakan itu sangat tidak bijaksana di kala Indonesia masih dibelenggu korupsi.
Pada awal bulan ini kita bersama menyaksikan puluhan terpidana kasus korupsi bisa melenggang bebas keluar penjara berbekal surat remisi dari Kementerian Hukum dan HAM.
Sebut saja mantan Jaksa Pinangki, seorang aparat yang harusnya mendapat hukuman berat dengan berbagai ‘’akrobat hukum’’ namun dalam kenyataannya hanya menjalani hukuman kurang dari 4 tahun penjara. Ini dinilai mencederai rasa keadilan masyarakat karena hukuman yang dijalani tidak sebanding dengan kejahatannya.
Tentu masih banyak faktor lain kenapa korupsi masih subur tumbuh di negara ini. Yang jelas, saat ini masyarakat bisa melihat bahwa upaya pemberantasan korupsi masih kurang serius dan kurang gereget. Jika kondisi seperti ini dibiarkan tanpa ada kebijakan luar biasa, harapan Indonesia bebas korupsi hanya akan menjadi mimpi belaka.
Baca Juga: koran-sindo.com
Lihat Juga: TNI Bentuk Satgas Tindak Prajurit Terlibat Judi Online, Narkoba, Penyelundupan, dan Korupsi
Meski trennya naik, namun vonis tersebut masih tergolong sangat ringan bagi seorang koruptor yang telah merusak negara ini. sehingga sangat wajar jika penegakan hukum selama ini tidak menimbulkan efek jera.
Kedua, adanya upaya pelemahan KPK baik melalui revisi UU KPK maupun pemecatan puluhan pegawai KPK melalui tes wawasan kebangsaan dinilai telah menurunkan wibawa dan kekuatan KPK dalam upaya pemberantasan korupsi.
KPK yang seharusnya diperkuat untuk bisa maksimal dalam bekerja menghentikan laju korupsi justru mengalami nasib nahas. Sehingga kita lihat korupsi masih saja marak terjadi karena lembaga penegak hukum yang dinilai sudah tidak bertaji lagi.
Ketiga, masih ada pemberian remisi bagi terpidana kasus korupsi. Meski hal tersebut legal namun kebijakan itu sangat tidak bijaksana di kala Indonesia masih dibelenggu korupsi.
Pada awal bulan ini kita bersama menyaksikan puluhan terpidana kasus korupsi bisa melenggang bebas keluar penjara berbekal surat remisi dari Kementerian Hukum dan HAM.
Sebut saja mantan Jaksa Pinangki, seorang aparat yang harusnya mendapat hukuman berat dengan berbagai ‘’akrobat hukum’’ namun dalam kenyataannya hanya menjalani hukuman kurang dari 4 tahun penjara. Ini dinilai mencederai rasa keadilan masyarakat karena hukuman yang dijalani tidak sebanding dengan kejahatannya.
Tentu masih banyak faktor lain kenapa korupsi masih subur tumbuh di negara ini. Yang jelas, saat ini masyarakat bisa melihat bahwa upaya pemberantasan korupsi masih kurang serius dan kurang gereget. Jika kondisi seperti ini dibiarkan tanpa ada kebijakan luar biasa, harapan Indonesia bebas korupsi hanya akan menjadi mimpi belaka.
Baca Juga: koran-sindo.com
Lihat Juga: TNI Bentuk Satgas Tindak Prajurit Terlibat Judi Online, Narkoba, Penyelundupan, dan Korupsi
(bmm)