Genting Stunting, Masalah Penting!
loading...
A
A
A
Norvi Handayati
Pranata Humas Muda, Badan Informasi Geospasial
Kehadiran media sosial di tengah kehidupan masyarakat, memberi tawaran berbagai kemudahan. Informasi ditansformasikan secara cepat dan luas. Masyarakat dengan mudah menjangkau berbagai peristiwa dalam waktu nyata. Namun di sisi lain, keberadaan media sosial tak selalu bermanfaat. Tak jarang isinya bercampur baur dengan kabar bohong. Sehingga posisi media sosial bak pisau bermata dua. Terlebih ketika media ini digunakan untuk memuat konten, di luar batas keadaban. Munculnya ujaran kebencian yang berujung konflik, jadi warna keberadaannya.
Fenomena tak beruntung saat mengonsumsi informasi di media sosial, juga dialami para ibu. Manakala para ibu menggunakan platform ini untuk mencari berbagai informasi terkait kesehatan, parenting, tumbuh kembang anak, tak jarang malah harus menerima komentar nyinyir yang merendahkan, dari ibu lain. Bahkan juga dari kerabat terdekatnya. Hujatan ini dikenal sebagai mom shaming. Tanpa disadari, mom shaming kerap terjadi di kehidupan sehari-hari. Di tengah dampaknya yang sangat serius bagi kesehatan mental, fenomena ini tak selalu memperoleh perhatian yang cukup. Stres dan depresi adalah gejala umum yang dialami para ibu.
Salah satu pemicu mom shaming adalah perihal berat badan anak. Angka timbangan balita sering menghantui para Ibu. Manakala jarum timbangan tak beranjak atau malah bergeser ke kiri, para ibu cemas. Ia menstigma dirinya tidak becus mengurus anak. Benar memang berat badan jadi indikator penting dalam tumbuh kembangnya, di 1000 hari pertama kehidupan. Ini menjadikan fokus para ibu semata pada berat badan, seraya melupakan tinggi badannya.
Tinggi badan anak juga merupakan faktor penting. Mengacu pada aturan Menteri Kesehatan tentang Standar Antropometri, yang menilai status gizi dan tren pertumbuhan anak Indonesia, tak hanya berdasar pada berat badan, tetapi juga tinggi badan anak. Kedua hal ini punya pengaruh besar bagi tumbuh kembang dan kecerdasan anak kelak.
Stunting, Tak Idealnya Indikator Tumbuh Kembang
Berdasar parameter berat badan dan tinggi badan, dihasilkan beberapa indeks dalam menentukan status gizi dan pertumbuhan. Indeks itu menyangkut Berat Badan menurut Umur, Tinggi Badan menurut Umur, Berat Badan menurut Tinggi Badan, dan Indeks Massa Tubuh menurut Umur.
Indeks Berat Badan menurut Umur digunakan untuk menilai anak dengan berat badan kurang (underweight) atau sangat kurang (severely underweight). Jika nilai indeks ini rendah, kemungkinan anak mengalami masalah pertumbuhan. Namun indikator ini harus dikonfirmasi dengan tiga indeks lainnya. Sementara untuk indeks Tinggi Badan menurut Umur digunakan untuk mengidentifikasi anak yang pendek (stunted) atau sangat pendek (severely stunted). Hal ini disebabkan oleh faktor gizi yang kurang dalam waktu lama atau sering sakit. Sebuah keadaan yang bisa berujung pada kondisi stunting .
Menurut WHO, stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada balita, akibat buruknya asupan gizi. Ini juga rawan terjadi pada balita yang terkena infeksi berulang, di periode 1.000 hari pertama kehidupan. Hitungan 1000 hari pertama, dimulai dari anak masih dalam bentuk janin, hingga berusia 23 bulan. Indikator stunting bisa dilihat dari perbandingan tinggi badan anak yang tidak sesuai dengan teman-teman sebayanya. Tentu saja dengan kategori usia dan jenis kelaminnya.
Pranata Humas Muda, Badan Informasi Geospasial
Kehadiran media sosial di tengah kehidupan masyarakat, memberi tawaran berbagai kemudahan. Informasi ditansformasikan secara cepat dan luas. Masyarakat dengan mudah menjangkau berbagai peristiwa dalam waktu nyata. Namun di sisi lain, keberadaan media sosial tak selalu bermanfaat. Tak jarang isinya bercampur baur dengan kabar bohong. Sehingga posisi media sosial bak pisau bermata dua. Terlebih ketika media ini digunakan untuk memuat konten, di luar batas keadaban. Munculnya ujaran kebencian yang berujung konflik, jadi warna keberadaannya.
Fenomena tak beruntung saat mengonsumsi informasi di media sosial, juga dialami para ibu. Manakala para ibu menggunakan platform ini untuk mencari berbagai informasi terkait kesehatan, parenting, tumbuh kembang anak, tak jarang malah harus menerima komentar nyinyir yang merendahkan, dari ibu lain. Bahkan juga dari kerabat terdekatnya. Hujatan ini dikenal sebagai mom shaming. Tanpa disadari, mom shaming kerap terjadi di kehidupan sehari-hari. Di tengah dampaknya yang sangat serius bagi kesehatan mental, fenomena ini tak selalu memperoleh perhatian yang cukup. Stres dan depresi adalah gejala umum yang dialami para ibu.
Salah satu pemicu mom shaming adalah perihal berat badan anak. Angka timbangan balita sering menghantui para Ibu. Manakala jarum timbangan tak beranjak atau malah bergeser ke kiri, para ibu cemas. Ia menstigma dirinya tidak becus mengurus anak. Benar memang berat badan jadi indikator penting dalam tumbuh kembangnya, di 1000 hari pertama kehidupan. Ini menjadikan fokus para ibu semata pada berat badan, seraya melupakan tinggi badannya.
Tinggi badan anak juga merupakan faktor penting. Mengacu pada aturan Menteri Kesehatan tentang Standar Antropometri, yang menilai status gizi dan tren pertumbuhan anak Indonesia, tak hanya berdasar pada berat badan, tetapi juga tinggi badan anak. Kedua hal ini punya pengaruh besar bagi tumbuh kembang dan kecerdasan anak kelak.
Stunting, Tak Idealnya Indikator Tumbuh Kembang
Berdasar parameter berat badan dan tinggi badan, dihasilkan beberapa indeks dalam menentukan status gizi dan pertumbuhan. Indeks itu menyangkut Berat Badan menurut Umur, Tinggi Badan menurut Umur, Berat Badan menurut Tinggi Badan, dan Indeks Massa Tubuh menurut Umur.
Baca Juga
Indeks Berat Badan menurut Umur digunakan untuk menilai anak dengan berat badan kurang (underweight) atau sangat kurang (severely underweight). Jika nilai indeks ini rendah, kemungkinan anak mengalami masalah pertumbuhan. Namun indikator ini harus dikonfirmasi dengan tiga indeks lainnya. Sementara untuk indeks Tinggi Badan menurut Umur digunakan untuk mengidentifikasi anak yang pendek (stunted) atau sangat pendek (severely stunted). Hal ini disebabkan oleh faktor gizi yang kurang dalam waktu lama atau sering sakit. Sebuah keadaan yang bisa berujung pada kondisi stunting .
Menurut WHO, stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada balita, akibat buruknya asupan gizi. Ini juga rawan terjadi pada balita yang terkena infeksi berulang, di periode 1.000 hari pertama kehidupan. Hitungan 1000 hari pertama, dimulai dari anak masih dalam bentuk janin, hingga berusia 23 bulan. Indikator stunting bisa dilihat dari perbandingan tinggi badan anak yang tidak sesuai dengan teman-teman sebayanya. Tentu saja dengan kategori usia dan jenis kelaminnya.