RRC-Rusia dan Geopolitik Energi

Senin, 19 September 2022 - 08:01 WIB
loading...
A A A
Negara-negara sekutu energi Barat seperti Arab Saudi dan sekutu Timur Tengah seperti Israel sangat berkepentingan dengan penyeimbangan kekuatan (balance of power) tersebut. Iran perlu cermat dalam politiknya. Pengalaman Irak yang secara keliru dituduh memiliki senjata pemusnah massal (mass destruction weapons) tentu tidak ingin menimpa Iran. AS, Badan Tenaga Atom Internasional beserta mitra internasional lainnya dalam JCPOA (Joint Comprehensive Plan of Action) memonitor secara ketat.

Iran adalah pemiliki cadangan gas nomor dua terbesar di dunia yakni 33.721 miliar kubik meter di bawah Rusia, dan nomor empat terbesar dalam cadangan minyak (158 miliar barel). Pada 2021 Iran memproduksi gas 256,7 miliar kubik meter, Rusia 701,7 miliar kubik meter. Sementara AS, yang peringkat cadangannya di bawah Iran, memproduksi 934,2 miliar kubik meter (data BP Statistical Review, 2022).

Data per Agustus 2022 menunjukkan bahwa dari 100 juta barel produksi minyak dunia per hari, AS memasok 18 juta barel, sementara Iran hanya 3,5 juta barel. Jauh di bawah Arab Saudi yang memasok 12,6 juta barel (IEA Oil Market Report per September 2022).

Dalam perang di Ukraina, AS menekan sekutu Uni Eropa untuk mengurangi ketergantungan kepada energi Rusia. AS juga meminta negara mitra dan sekutu globalnya untuk membantu Uni Eropa dengan memasok minyak, gas dan batubara, untuk mengisi gap menggantikan Rusia.

Mengantisipasi dampak jangka panjang volatilitas energi yang sedang dimainkan Uni Eropa dan AS, menjelang akhir bulan Juli 2022 Rusia, Iran dan Turki mengadakan pertemua di Teheran. Ketiga negara tersebut memiliki kepentingan yang saling membutuhkan, baik secara geopolitik maupun dalam geostrategi energi.

Dalam pertemuan trilateral tersebut, Pemimpin Tertinggi Iran, Ali Khamenei, bersama Presiden Turki Erdogan sependapat bahwa Barat menentang Rusia yang independen dan kuat. Presiden Putin, yang memilih perjalanan luar negeri pertama ke Iran sejak meletusnya perang Ukraina tersenyum tipis. Dia mendapatkan endorsemen/restu pemimpin Iran dalam perangnya di Ukraina.

Bagaimana dengan RRC? Sejak awal, RRC tidak pernah secara keras menentang perang di Ukraina. Sebagaimana diserukan dalam komunike bersama BRICS (Rusia, RRC, India, Brazil dan Afrika Selatan) pada bulan Juli yang lalu, mereka lebih menekankan solusi bermartabat dan terhormat, yang secara ekonomis dapat diterima dunia.

IMF mengoreksi pertumbuhan ekonomi RRC menurun 0,3% dari 3,7% pada 2022. Hal tersebut terutama adalah karena perkembangan terbaru pada beberapa kota yang ditutup (lockdown) untuk mengendalikan covid 19 seperti Shanghai yang mempengaruhi disrupsi konsumsi dan rantai pasok.

Ada anomali dalam hal ini. Data CREA yang berbasis di Kanada menunjukkan bahwa dalam 100 hari pertama perang Rusia di Ukraina, importir terbesar energi fosil dari Rusia adalah RRC senilai 12,6 milar euro, disusul Jerman (12,1 miliar euro). Penerimaan penjualan Rusia tercatat 93 miliar euro. Penerimaan penjualan energi fosil Rusia rata-rata adalah 900 juta euro per bulan. Jumlah tersebut sudah relatif sama dengan angka pada saat mulai perang pada Februari 2022.

Laporan CREA menunjukkan bahwa Rusia menderita akibat pengurangan volume dan diskon harga minyak sebesar 200 juta euro per hari. Tetapi dengan tetap tingginya hasil penjualan, serta RRC mencatatkan impor yang tinggi, sekalipun tingkat pertumbuhan ekonomi menurun merupakan anomali. Hal ini dapat saja diinterpretasikan bahwa RRC membeli minyak diskon dari Rusia, dan kemudian menjualnya ke negara lain dengan harga yang lebih tinggi untuk mendapatkan margin.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1878 seconds (0.1#10.140)